Silence

10.7K 1K 118
                                    


Anak sekolah yang tinggi semampai itu lewat lagi, membawa beberapa buah buku di dalam dekapannya. Kali ini ia berhenti sebentar di mini market seberang tempatku bekerja. Mungkin ia hanya membeli minuman ringan atau snack untuk menemaninya belajar.

Oh tidak, dalam beberapa minggu terakhir ini aku merasa sudah menjadi seorang penguntit-- tidak. Bukan itu. Sejak anak itu, yang kutahu dari nametag seragamnya bertuliskan 'Kim Doyoung', mampir untuk meminjam beberapa buah komik, perhatianku tertuju padanya. Ia terlihat seperti anak yang pintar. Selalu membawa buku kemanapun ia pergi. Penampilannya yang rapi, tatapannya yang cerdas, membuatku semakin tertarik padanya. Setahuku ia juga tidak banyak bicara.

Namaku Moon Taeil, bekerja sebagai penjaga perpustakaan kota. Seorang pria yang kurang beruntung karena sudah tidak memiliki orang tua. Yea, ibuku meninggal sesaat setelah melahirkanku. Sedangkan ayahku adalah seorang tunarungu dan tunawicara. Ia meninggal beberapa tahun lalu karena bunuh diri, merasa tak pantas hidup menemani seorang anak lelakinya yang begitu pintar, hingga tidak kuat membiayai sekolah hingga pendidikan tertinggi. Menyedihkan, bukan? Tapi aku tidak semenyedihkan seperti yang kalian bayangkan. Aku masih memiliki kehidupan yang layak, meski orang tuaku sudah pergi. Aku hanya ingin mengisi waktu luangku dengan bekerja menjadi penjaga perpustakaan. Sebetulnya aku sedang menunggu pengumuman beasiswa S2, setelah tiga setengah tahun bergulat menuju gelar sarjana.

Hari ini cukup melelahkan karena banyak berandalan yang hanya mengacak isi rak tanpa mengembalikan buku pada tempat semula. Aku heran, apa mereka buta? Padahal sudah terpampang jelas tulisan di papan pengumuman untuk mengembalikan buku ke tempatnya setelah dibaca, tapi tetap saja. Aku ingin mengumpat di depan wajah mereka jika aku melihat dengan mata kepalaku sendiri.

Tok tok tok

Suara ketukan itu membuyarkan konsentrasiku saat sedang menata buku di rak.

Aku menoleh dan mendapati kaleng soda berada di atas meja baca, ada sticky note berwarna kuning terang menempel disana.

'Semangat!' Begitu tulisannya. Lalu seseorang dengan senyum yang manis muncul dari balik rak yang sedang kurapihkan.

Oh Tuhan, anak itu. Kim Doyoung tersenyum padaku. Apakah aku sedang bermimpi? Apakah dia baru saja keluar dari sebuah dongeng? Apa dia seorang peri dari cerita dongeng yang bukunya baru saja kurapihkan? Ia terlihat seperti malaikat. Senyumnya membuat beban dan segala umpatan yang ingin kulempar pada berandalan itu hilang seketika.

Aku membalas senyumannya,

"Ada yang bisa kubantu?" Kataku dengan nada yang ramah.

Ia hanya menggeleng, masih menampilkan senyuman manisnya.

Oh Tuhan, dia sangat manis!

"Lalu, apa yang bisa kulakukan untukmu, Kim Doyoung-ssi?"

Ia masih tersenyum dan menggerakkan dagunya ke kaleng soda.

"Ini untukku?"

Ia tersenyum dan mengangguk cepat.

Ah, lucu sekali.

"Terimakasih."

Lalu Doyoung pergi begitu saja.

🍔🍔🍔

Keesokan harinya, aku melihat Doyoung kembali berjalan melewati tempatku bekerja. Kali ini ia memandangku dan tersenyum. Ia masih membawa buku yang sama, buku yang selalu dibawa di tangannya. Aku bertanya pada diriku sendiri, kenapa ia selalu membawanya, padahal ia memiliki tas? Biarkan hanya Tuhan dan Kim Doyoung yang tau.

🍟🍟🍟

Hey, ini sudah hari ke sepuluh sejak Doyoung memberiku sekaleng soda. Dan kau tau, hari ini ia kembali dengan dua kotak susu coklat di tangannya. Ia memberiku satu kotak sebelum masuk ke area buku fiksi, tentu saja dengan senyuman manisnya.

[Oneshoot] Ilyoung ✔Where stories live. Discover now