Sudana Bagian 5

28.1K 573 52
                                    

Pak Sudana membalas senyum orang tersebut. Lalu diangkatnya tangannya dan ditaruhnya kedua tangannya dibelakang kepala, bulu ketiaknya terekspos. Pak Sudana kemudian menarik napas panjang dan memejamkan matanya.

"Bini ngajak ngewe barusan. Gimana? Udah berhasil bikin dia takut? Lo keliatan ngga waktu pura-pura ngintai?"

"Keliatan, bang, dia kayaknya ngga nyaman."

"Hmm .. Terusin aja sampai nanti gue bilang selesai. Gue mau istirahat sekarang. Lo mau ngapain terserah."

"Iyaa, bang. Gue juga ngantuk kok ini."

"Ya udah kita tidur. Sini."

Pak Sudana kemudian memeluk orang yang memakai topi tersebut dan orang tersebut memeluk Pak Sudana sambil kepalanya direbahkan di dadanya Pak Sudana. Tak lama kemudian keduanya tertidur lelap.

Pak Sudana punya insting yang cukup kuat, mungkin karena dulunya dia mantan tantara, dia merasa gerak gerik mereka diintip oleh orang lain yang berada di kamar sebelah. Pak Sudana kembali menarik napas panjang, pendengarannya dipertajam. Sang pengintai menutup pintu penghubung yang tadi dibukanya sedikit dengan perlahan-lahan.

Sesampainya di kantor Dimas langsung menuju ke ruangannya. Dia baru ingat bahwa siang nanti dia dipanggil oleh dewan direktur kantor pusat untuk mempresentasikan target dan juga laporan pekerjaannya.

Diatas mejanya sudah tersedia secangkir kopi hitam panas. Dimas tersenyum, dia tahu siapa yang menyiapkan kopi tersebut.

Jam 11 siang Dimas mengirimkan pesan kepada Pak Sudana, setelah beberapa saat ditunggu dan taka da jawaban, Dimas kemudian bergegas mengambil semua bahan-bahan yang diperlukannya untuk meeting dan kemudian meminta sekretaris kantornya untuk menyiapkan mobil kantor karena dia akan berangkat ke kantor pusat.

'Salah aku sih pagi-pagi minta jatah. Pasti kecapean. Kasian abang. Dia tidur pasti.'

Demikian pikiran Dimas.

Presentasi berjalan lancar, semua anggota dewan direktur menyetujui dan senang dengan hasil kerja dan presentasi yang diberikan oleh Dimas.

Selesai semua urusan di kantor pusat, Dimas kemudian kembali ke kantornya. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Niatnya untuk pulang cepat diurungkan mengingat bahwa dia harus merekap hasil meeting tadi dan menjabarkanya menjadi action plan bagi para junior juniornya.

"Pak Dimas, sudah jam 7 mau makan malam apa?"

Yoga melongokkan mukanya di pintu ruangan Dimas.

"Eh Mas Yog, nasi goreng aja, beli dua, mas, kita makan bareng disini. Ngga boleh nolak yaa. Kalo nolak saya marah."

Yoga tertawa.

"Siap, pak."

Tak lama kemudian tampak mereka berdua sedang menikmati nasi goreng yang masih panas. Dimas banyak mengajak ngobrol Yoga, niatnya ingin tahu lebih banyak tentang anak buahnya yang satu ini. Yoga bercerita bahwa dia lulusan STM dan anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya semua sudah menikah dan tinggal di rumah masing-masing. Orang tuanya sudah pindah dari Jakarta kembali ke kampung halamannya di Maluku. Ayahnya orang Maluku dan ibunya adalah orang Jakarta. Orang tuanya sudah berulang kali mengajaknya pindah ke Maluku untuk meneruskan usaha kedua orang tuanya tersebut tapi Yoga enggan karena selama masa sekolah di STM dia menyadari dia sudah banyak membuat susah orang tuanya jadi dia menolak tinggal bersama orang tuanya. Nanti kalau memang sudah tidak lagi bisa bekerja atau sudah tidak ada lagi pekerjaan yang sesuai dia akan pulang. Dimas mendengarkan cerita Yoga itu sambil terus menikmati nasi gorengnya.

SUDANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang