Sudana Bagian 25

25.5K 639 182
                                    

Dimas merebahkan badannya di tempat tidur setelah menyalakan AC kamar. Pak Sudana tertawa.

"Kenapa, 'yang? Panas?"

Dimas menoleh pada Pak Sudana.

"Banget, bang. Pengennya panas-panasan lagi tapi capek ini."

"Masih ada besok, 'yang. Kamu mau minum? Abang bikinkan teh hangat yaa biar kamu enak tidurnya."

Dimas mengangguk. Pak Sudana kemudian keluar kamar untuk membuatkan teh hangat buat Dimas. Dikeluarkannya gelas kesayangan yang biasa Dimas pakai untuk membuat kopi atau teh dari lemari di ruang makan. Pak Sudana kemudian mengambil teh celup lalu memasukkan sesendok teh gula pasir, setelah itu diseduhnya teh celup tersebut. Sebelum kembali ke kamar, Pak Sudana membuka laci paling dari lemari tempat menyimpan pecah belah di ruang makan, ditariknya laci itu lalu tangannya merogoh ke bagian paling belakang, diambilnya tabung kecil dari laci itu. Pak Sudana kemudian membuka tabung kecil itu dan menuangkan isinya kedalam gelas teh hangat untuk Dimas.

Setelah mengembalikan tabung kecil itu kedalam laci dan menutup kembali laci itu, Pak Sudana kemudian membawa gelas tersebut masuk ke kamar.

Dimas yang sedang dalam posisi duduk dengan badan bersender pada kepala tempat tidur tersenyum melihat Pak Sudana yang masuk membawakan minuman hangat buatnya.

"Bang, aku mau bicara."

Pak Sudana menyerahkan gelas tersebut ke Dimas yang ditaruh oleh Dimas di nakas samping tempat tidur.

"Mau bicara apa?"

"Bingung mau mulainya. Tadi siang aku dipanggil sama para direktur perusahaan ke ruang meeting di gedung utama."

"Hmm .. Ada masalah?"

Dimas menggelengkan kepalanya. Lalu menyerahkan amplop yang siang tadi dia terima dari para direktur.

Pak Sudana membuka amplop tersebut. Lalu membacanya perlahan. Dimas menarik napas panjang.

"Aku diminta untuk pindah sementara ke Jepang, Bang. Tiga tahun. Mereka minta aku untuk mempelajari semua hal yang berhubungan dengan operasional dan keuangan serta marketing. Mereka mau aku memegang perusahaan ini untuk Indonesia bagian timur sekembalinya aku dari Jepang nanti."

Pak Sudana melipat kembali surat itu dan memasukkannya ke dalam amplopnya. Diletakannya amplop itu ditempat tidur lalu dia duduk disebelah Dimas. Dia menoleh dan menatap Dimas lalu diciumnya kening Dimas.

"Abang senang dengarnya. Artinya kerja kamu dihargai, 'yang. Apa yang kamu korbankan selama ini pulang malam dan selalu sukses dalam setiap mengerjakan tugas yang diberikan berbuah hasil yang buat abang ini bagus banget."

"Jadi abang setuju? Abang ngga keberatan? Terus abang gimana?"

Pak Sudana menarik napas panjang.

"Kalo ditanya abang setuju, jelas abang setuju. Kalo ditanya abang ngga keberatan, abang ngga keberatan. Kalo ditanya terus abang gimana, kamu harus tahu dan mengerti, abang ngga bisa ikut kamu."

Dimas menunduk. Matanya berkaca-kaca. Dia berharap Pak Sudana akan ikut dengannya.

"Abang ngga mau nemani aku, bang? Cuma tiga tahun, bang. Abang boleh pulang kapan aja abang mau asal abang ikut dengan aku, nemanin aku disana."

Pak Sudana kemudian merengkuh Dimas dalam pelukannya.

"Bukan abang ngga mau, tapi ada banyak hal yang membuat abang harus tetap tinggal disini. Di negara ini. Abang mau bicara sekarang sama kamu. Gantian yaa. Dengarkan abang."

Jantung Dimas berdebar.

"Selama ini ada banyak hal yang abang tutupin dari kamu. Setiap kali abang pergi dan tidak pernah memberitahu kamu kemana abang pergi, itu adalah bagian dari perjanjian abang dengan yang memberi abang tugas dan juga untuk keselamatan kamu. 'yang, abang adalah intel negara dalam pakaian sipil."

SUDANAWhere stories live. Discover now