Sudana Bagian 14

19.7K 435 8
                                    

Yoga, Mas Min dan Ujang setelah mendapatkan perintah dari Pak Sudana kemudian masuk kedalam rumah satu per satu, seolah olah memang sudah terbiasa datang ke rumah tersebut. Sebelumnya Yoga mengotak atik dua motor yang parkir di depan rumah. 

Dengan Bahasa isyarat kemudian ketiganya bersiaga. Yoga berjalan didepan, diikuti oleh Ujang dan Mas Min dibelakangnya. Mereka bertiga masuk ke ruang depan lalu berdiam sesaat memantau. Pak Sudana membuka pintu kamarnya perlahan lalu setelah dirasa aman dia kemudian keluar dan berjalan ke tangga turun. Di ujung tangga dilihatnya tiga orang yang dimintanya untuk membantunya sedang berdiam memantau. Yoga yang melihat seseorang diatas langsung bersiap, begitu tahu bahwa itu Pak Sudana, Yoga memberikan tanda aman pada kedua temannya.

Pak Sudana kemudian memberikan isyarat dengan menunjuk ke arah belakang. Ketiganya saling bertatapan lalu berjalan ke belakang. Suasana terasa tegang. Pelan mereka berjalan ke bagian belakang rumah. 

Sesampainya di dapur terlihat tiga orang sedang duduk di depan pintu kamar belakang. Ketiga orang tersebut sedang merokok dan tampak botol minuman yang sudah setengah kosong diatas meja bundar.

Yoga kemudian menarik napas panjang, melihat pada kedua temannya dan memberikan isyarat bahwa dia akan menghampiri ketiga orang tersebut. Ujang dan Mas Min mengangguk dan mengepalkan tangannya tanda mengerti apa yang akan dilakukan oleh Yoga.

Yoga membuka pintu dari dapur yang menuju ke kamar belakang tersebut. Ketiga orang itu menoleh ketika melihat Yoga yang sedang berjalan ke arah mereka. Salah satu dari mereka kemudian berdiri dan menatap garang pada Yoga.

"Heh! Siapa lo?"

Yoga tersenyum kemudian membungkukkan badannya sedikit.

"Maaf, bang, dari tadi ketok ketok ngga ada yang buka. Apa benar ini rumahnya Bu Wijaya?"

"Bu Wijaya? Bukan. Salah rumah lo. Main selonong boy aja. Ini bukan rumah Bu Wijaya. Sana keluar."

"Eh, gimana, bang? Maaf pendengaran saya kurang jelas. Ini benar rumah Bu Wijaya yaa? Saya mau antar barang pesanan."

"Eeeeh bocah dikasih tau yaa. Ini bukan rumah Bu Wijaya!! Salah rumah lo. Sana tanya aja sama warung depan. Keluar sana sekarang."

Yoga terus berjalan mendekat. Setelah dekat sambil memperhatikan situasi dia melihat bahwa tampaknya dua orang yang lain yang masih dalam posisi duduk sepertinya sudah mulai mabuk. Mata mereka tampak merah.

"Wooy! Lo dengar ngga apa kata dia? Ini bukan rumah Bu Wijaya malah terus jalan masuk. Budeg lo yaa?"

Salah seorang yang sedang duduk itu bicara dengan nada sedikit berteriak. 

"Oh, bukan yaa, bang? Aduh maaf banget, bang, kuping saya rada ngga denger soalnya. Maaf yaa, bang. Jadi ini bukan rumah Bu Wijaya?" 

Yang satunya yang duduk tertawa mengejek. 

"Bolot banget sih lo? Makanya beli korek kuping. Udah dibilangin ini bukan rumah Bu Wijaya."

Setelah mengukur jarak dan juga melihat kondisi, Yoga yang sudah semakin dekat dengan orang yang sedang berdiri itu kemudian tanpa aba aba langsung menghajar perut orang tersebut. Orang yang dipukulnya kaget, badannya membungkuk, Yoga kemudian langsung menghajar tengkuk orang tersebut yang terus tersungkur terjatuh tak sadarkan diri dengan kepala menghajar pinggiran meja. 

Dua orang lainnya terkejut langsung berdiri, salah satu dari mereka langsung mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya. Ujang dan Mas Min langsung menghambur berlari ke arah Yoga dan dua orang tersebut. 

Mas Min kemudian menghajar salah satu dari mereka. Satu orang tersebut terhuyung huyung badannya, pengaruh minuman sangat jelas. Mas Min kemudian menarik kaos orang tersebut dan menghajar mulut dan hidung orang tersebut dengan kepalan tangannya. Orang itu menjerit ketika kepalan tangan Mas Min kena telak pada hidungnya. Ada bunyi seperti tulang patah. Kedua tangan orang tersebut menutupin hidungnya yang berdarah sambil membungkuk. Dengan kedua sikunya Mas Min menghajar leher bagian belakang orang itu. Jatuh dan tak bangun lagi. Pingsan.

Sementara Ujang yang menghadapi orang yang satunya langsung menghadiahi orang tersebut dengan pukulan keras pada pipi orang itu, namun orang itu tampak masih memiliki kesadaran yang lebih baik dari temannya. 

Orang itu lalu menendang Ujang dan Ujang sedikit mundur dengan tendangan tersebut. Tanpa memperdulikan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan oleh Ujang, orang tersebut melangkah dengan cepat ke Ujang lalu tangannya mencengkram jaket yang dipakai oleh Ujang setelah itu dihujamkannya pisau lipat yang dipegangnya itu ke perut Ujang. Ujang mengerang. 

Yoga yang melihat Ujang ditusuk oleh orang itu kemudian mengambil botol minuman yang terletak diatas meja lalu berlari ke arah orang tersebut dan memukulkan botol itu ke kepala bagian belakang orang tersebut. Telak. Botol tersebut pecah dan orang itu tak sadarkan diri.

Yoga kemudian melihat ke Ujang yang sedang terduduk memegang perutnya.

"Kang?"

Ujang tersenyum. 

"Ngga apa apa. Mendingan beresin dulu. Ikat dulu mereka, masukin ke kamar, pastiin ikatan ngga akan lepas dan setelah itu matikan lampu dan kunci dari luar. Cepat. Ngga usah mikirin aing."

Yoga mengangguk, kemudian ia menggeret tubuh orang yang baru dihajarnya itu ke kamar belakang. Mas Min melakukan hal yang sama. Setelah ketiga orang itu ada di dalam kamar, Yoga kemudian membuka jaketnya, lalu membuka kaosnya. Disobeknya kaos itu menjadi beberapa bagian, sebagian dari sobekan itu dikasihkannya pada Mas Min. Mas Min lalu mengikat dua orang sementara Yoga mengikat satu orang. Setelah dipastikan ikatan cukup kuat pada kedua tangan dan kaki orang orang itu, Mas Min kemudian mengambil sisa sobekan kaos dan mengikatnya di mulut ketiga orang tersebut agar mereka tidak bisa berteriak.

Yoga dan Mas Min kemudian keluar kamar, mematikan lampu kamar belakang tersebut dan setelah itu menguncinya dari luar. Keduanya bergegas menghampiri Ujang yang masih terduduk. Yoga dan Mas Min kemudian mengangkat Ujang dari duduknya dan memapahnya ke kursi. 

Yoga kemudian membuka jaket Ujang dan mengangkat kaos yang dipakai oleh Ujang. 

"Alhamdulilaaah, kang, sepertinya ngga begitu dalam tusukannya."

Ujang mengangguk.

"Pisau lipat yaa itu tadi kayaknya? Pendek jadi ngga nusuk terlalu dalam karena ketahan jaket dan kaos."

Mas Min sambil berkata memegang perut Ujang memeriksa lukanya Ujang.

"Perih euy."

"Iyaa perih pasti kecampur keringat soalnya."

Yoga yang sedari tadi berdiri saat Mas Min memeriksa luka Ujang tampak sedang diperhatikan oleh Ujang.

"Kang? Kenapa?"

"Eh, ngga, Yog."

"Akang ngeliatin sampai gitu ngga berkedip."

"Badan lo bagus juga yaa."

Yoga tertawa.

"Hahahahaha, sempat sempatnya akang merhatiin badan Yoga. Bagusan juga badan Kang Ujang."

Keduanya tertawa dan Mas Min melihat keduanya dengan sebal.

"Lagi gini masih pada sempat rayu-rayuan, muji mujian. Ayook keatas, Pak Sudana kali kali butuh bantuan diatas."

Setelah membereskan kursi dan meja yang berantakan. Ketiganya kemudian berjalan menuju pintu dapur untuk segera menghampiri Pak Sudana di kamar atas.

Sesampainya didapur ketika hendak melangkah menuju tangga. Pintu ruang depan tampak dibuka oleh seseorang. Yoga yang berada didepan segera memberi isyarat pada kedua temannya yang berada dibelakangnya. Wajah ketiga orang itu tampak tegang.

Tampak seorang laki laki masih muda berumur sekitar 18 tahun dengan memakai celana basket dan kaos tanpa lengan dan tas yang menyelempang berjalan menuju tangga dan menaiki tangga tersebut.

Tak ada waktu bagi ketiga orang tersebut untuk memberitahu Pak Sudana.


SUDANAWhere stories live. Discover now