Sudana Bagian 23

14.8K 387 6
                                    

Keesokan paginya semua berjalan normal.

Yoga mandi kemudian berpakaian rapi dan sebelum meninggalkan Dimas, dia mencium kening Dimas.

"Sampai kita ketemu lagi yaa, beb sayang."

Dimas tak berkata apa apa membalas apa yang dikatakan oleh Yoga. Yoga kemudian keluar kamar dan tak lama terdengar suara motornya meninggalkan pekarangan rumah. Yoga berangkat ke kantor.

Dimas kemudian menyibakkan selimutnya lalu dia duduk dipinggir tempat tidur, setelah itu dia mengambil telepon tangannya. Diperiksanya telepon tangannya itu. Tak ada pesan masuk lagi. Dia melemparkan telepon tangannya itu ke tempat tidur, menarik napas panjang dan kemudian bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan ke kamar mandi. Satu jam kemudian terlihat mobilnya sudah melaju di jalanan menuju kantor.

Pak Sudana membuka matanya, lalu dia menoleh ke samping, tak ada siapa siapa disampingnya. Matanya menangkap ada selembar kertas yang ditinggalkan di atas tempat tidur. Diambilnya kertas itu lalu dibacanya tulisan yang ada di kertas itu:

'Mama masuk ICU. Kecelakaan. Papa telpon. Frans ke rumah sakit sekarang. Tunggu Frans balik yaa Om Sayang.'

Pak Sudana kemudian meremas remas kertas tersebut dan melemparnya sembarangan. Dia kemudian bangkit dari tempat tidur, berjalan mengambil telepon tangannya. Dibukanya telepon tangannya itu. Hanya ada satu pesan yang masuk untuknya.

'SELESAI.'

Pak Sudana mematikan telepon tangannya lalu dia mengenakan celana dan bajunya, diambilnya jaket miliknya dari lantai. Dia kemudian berjalan keluar kamar. Tak lama tampak Pak Sudana sedang berjalan kaki menjauh dari rumah warisan orang tua Bu Wira. Diujung jalan tampak kemudian sebuah motor mendekat dan Pak Sudana naik ke motor tersebut dan pergi.

Di kamar utama rumah utama, Mas Min dan Ujang tampak masih terlelap. Asep yang baru saja menyelinap masuk kemudian membuka baju dan celananya, dia kemudian duduk di kursi hanya dengan memakai celana dalam. Dinyalakannya rokok lalu dihisapnya rokok itu perlahan dan dihembuskannya. Asep menaruh batang rokok itu di asbak yang terletak di atas meja, dipejamkannya matanya. Badannya terasa capek, tak lama terdengar dengkurannya tanda ia sudah tertidur.

Yande berdiri tegap. Didepannya tampak dua orang memakai pakaian dinas ketentaraan sedang berbincang di beranda rumah sakit. Pak Wira terlihat sedih dari raut mukanya, sementara seorang yang satu lagi ternyata adalah komandannya.

"Jadi belum Pak Wira belum tahu penyebab kecelakaan mobil Bu Wira?"

Pak Wira menggelengkan kepalanya.

"Saya sampai sekarang masih belum bisa mikir, Komandan. Mungkin nanti setelah semuanya beres baru saya akan telusuri. Tapi yaah namanya juga takdir, masing-masing jalan kehidupan kita tak tahu."

Komandannya mengangguk angguk sambil tangannya menepuk nepuk punggung Pak Wira.

"Anak-anak sudah tahu?"

Pak Wira mengangguk.

"Sudah, Komandan."

"Baik, kalau begitu, saya mohon maaf tidak bisa lama menemani Pak Wira. Besok saya harus berangkat Pendidikan tiga bulan. Sementara semua urusan akan dihandle oleh Wakil Komandan. Yande sementara saya Pendidikan, saya minta dia untuk kawal Pak Wira terus.

"Terima kasih banyak, Komandan. Siap. Saya akan koordinasikan semua tugas saya dengan wakil komandan sampai komandan kembali."

Keduanya kemudian berjabat tangan.

"Sekali lagi saya mohon maaf tidak bisa menemani dan turut berduka cita, Pak Wira. Sabar dan ikhlas. Kalau perlu apa apa untuk pemakaman, bilang saja pada Yande, dia akan urus."

SUDANAWhere stories live. Discover now