Carrel Maxton

23.7K 1.1K 10
                                    

Jakarta, present time,

"Jadi, begitulah alasannya kenapa mereka senang kamu kembali...," ujar Ardan mengakhiri ceritanya.

Maura memeluk Ardan dan mengusap bahu tegap itu.

"Aku minta maaf. Harusnya aku tidak melakukan itu kemarin. Maafkan aku..."

"Tidak apa. Bukan salah kamu kok..."

Maura mengecup kecil pipi Ardan membuat pria itu terkejut namun, tersenyum setelahnya.

"Mau menginap? Kamu bisa tidur bersama Alesha di kamarnya..."

"Boleh?"

"Tanya saja pada Alesha, dia akan menjerit kegirangan pastinya..."

Ardan dan Maura terkekeh bersama.

"Ardan..."

"Hm?"

"Sejak kapan Alesha mulai berbicara lagi padamu?"

"Sejak aku sadar di rumah sakit. Dia sering menemaniku di kamar. Sampai saat aku keluar dari rumah sakit, mereka memintaku tinggal kembali disini. Tapi, aku memilih tinggal di apartment mami.."

Maura mengangguk paham. Dia bersandar pada badan tegap prianya. Astaga bahkan ketika benaknya memanggil Ardan sebagai prianya saja, pipi Maura sudah merona. Rasanya hati Maura menghangat mengetahui Ardan begitu menginginkan dirinya untuk berada di sisi pria itu.

"Sayang...," Ardan memanggil

"Hm?"

"Bagaimana kalau tiga hari lagi kita pergi ke Sydney untuk menjenguk ayahmu?"

"Apa tidak apa-apa? Maksudku, kamu masih terluka Ardan. Nanti saja kalau kamu sudah sembuh...,"

Ardan malah tersenyum. Dia memeluk Maura dan meletakan kepalanya di bahu Maura.

"Cukup ada kamu saja aku sudah sembuh. Sangat sembuh. Sudah cukup...," Ardan menggumam.

Maura tersenyum kecil dan menepuk punggung tegap Ardan dengan perlahan.

"Sayang..."

"Hm? Ada apa?"

"Berjanjilah padaku jangan pernah tinggalkan aku sendirian lagi. Aku mohon...," pinta Ardan memohon.

Maura mengecup puncak kepala Ardan yang terlihat olehnya dengan cukup lama.

"Aku janji. Apapun yang terjadi nanti setelah ini, aku akan tetap di sisimu. Aku juga janji tidak akan pergi lagi. Maafkan aku, Ardan. Kemarin aku sudah sangat bodoh dan membuatmu sampai terluka seperti ini..."

Ardan menggelengkan kepalanya. Dia menghirup wangi Maura dalam-dalam. Wangi yang belakangan begitu dia rindukan. Meski ada jutaan orang yang memakai parfum yang sama, hanya wangi yang melekat pada Maura saja yang Ardan sukai.

"Aku sungguh-sungguh mencintaimu Maura Raditya Calvin. Sangat mencintaimu...," aku Ardan dengan lirih namun penuh ketulusan.

Maura tersenyum senang mendengar hal itu. "Aku pun sama Ardan."

Ardan langsung menegakkan badannya saat Maura berujar demikian. Ardan menatap Maura dengan raut terkejut yang sangat kentara. Maura sampai terkekeh dibuatnya.

"Apa kamu bilang tadi?"

"Yang mana?"

"Sayang... jangan bercanda!"

"Apanya?"

"Yang it- ahhh...! Sudah lah!" Ujar Ardan kesal membuat Maura terbahak.

"Sejak kapan?" Tanya Ardan.

Maura meredakan tawanya dan memasang pose berpikir.

"Mungkin sejak kamu mengantarkan aku pulang..."

"Pantas waktu itu di kantor kamu bertanya kenapa baru saat itu aku mengatakan aku menyukaimu... ternyata kamu sudah menunggu aku..."

Maura merasakan pipinya menghangat sebelum akhirnya Ardan kembali memeluk gadis itu dengan erat. Ardan mencium kening Maura.

"Jangan pernah pergi!" Ujarnya sebelum memberikan kecupan berikutnya di kening gadis itu.

.......

Sesuai janji Maura, mereka akan pergi ke Sydney hanya jika, Ardan sudah sembuh benar. Selama Ardan masih memiliki luka di pergelangan tangannya, selama itu pula Maura tinggal di rumah Ardan. Maura selalu tidur di kamar Alesha, setiap hari Maura akan mengganti perban di tangan Ardan dan membuatkan keluarga itu sarapan pagi. Bahkan sedikit demi sedikit Alesha ikut belajar dari calon kakak iparnya itu.

"Sudah lebih baik?" Tanya Maura saat dia baru saja sampai di ruangan Ardan.

Tadi pagi, Ardan melakukan check up di rumah sakit untuk melihat apa lukanya sudah sembuh atau belum. Maura tudak bisa menemaninya karena, dia kebetulan ada kuliah pagi.

"Sudah. Tante Vale bilang tinggal menunggu benar-benar kering saja," ujar Ardan.

Maura mengangguk. Dia memeluk Ardan dengan erat dan menenggelamkan kepalanya di dada bidang Ardan.

"Kenapa?" Tanya Ardan heran pada gadisnya.

"Tidak ada apa-apa,"

"Jangab bohong! Aku bisa mencari tahu tentangmu dari Jim!"

Maura menggeleng kecil. Dia menyandarkan diri pada badan tegap kekasihnya.

"Biasa. Sedang bad mood karena, mulut jahil tukang gosip..."

Ardan mengerutkan keningnya sebelum mengangguk kecil. Dia akan tetap mencari tahu tentang kejadian di kampus Maura nanti.

"Makan siang?" Tawar Ardan.

"Boleh. Kemana?"

"Central park?"

Maura mengangguk kecil. Dia menggandeng tangan Ardan dengan erat kepalanya dia sandarkan di lengan Ardan. Ardan sendiri sama sekali tidak risih dengan apa yang Maura lakukan, dia malah senang saat Maura bergelayut manja padanya.

"Jadi, bagaimana? Kamu menginap lagi?" Tanya Ardan.

"Tidak. Aku sudah dapat kost-an. Kalau aku menginap terus itu biang gosip semakin banyak bahan gosipannya..." sungut Maura kesal.

Ardan terkekeh kecil dan menjawil hidung Maura. Mereka makan di salah satu resto di mall tersebut. Berputar dan berjalan-jalan di dalam mall untuk beberapa saat lalu, mereka memutuskan untuk pulang. Ya setidaknya Ardan mengantar Maura ke kost-an baru anak itu.

"Deo?"

Ardan dan Maura menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan melihat sesosok yang sebenarnya sangat ingin dia hindari. Maura yang ikut menoleh langsung bersembunyi di balik punggung tegap Ardan. Entah kenapa, Maura agak takut pada sosok di depannya. Padahal mereka baru saja bertemu.

"Aku pikir mereka bohong saat mereka bilang kau kembali ke Jakarta setahun lalu,"

Ardan masih diam. Genggaman tangannya pada Maura mengerat. Tidak Ardan pungkiri. Dia sedikit takut dengan keberadaan sosok di depannya. Bukan takut pada sosok itu tapi, takut pada apa yang bisa sosok itu lakukan pada Maura.

"Siapa gadis itu? Apa dia pacarmu?" Tanya sosok itu lagi.

"Hai, aku Carrel, sahabat Deo,"

Maura mengernyitkan keningnya. Dia tahu Ardan akan membiarkan orang yang sudah dekat dengannya memanggilnya Ardan. Tapi, pria yang mengaku sahabat Ardan ini masih memanggil Ardan dengan nama depannya.

Pria itu masih menatapi Maura dan itu membuatnya tidak nyaman. Maura semakin menyembunyikan diri di balik punggung Ardan.

"Ayo pulang..." cicit Maura .

Ardan mengangguk, dia berbalik dan refleks Maura juga berbalik mereka langsung pergi begitu saja dari sana tanpa menghiraukan Carrel.

"Jim, cari tahu apa yang Carrel lakukan disini!" Suruh Ardan saat mereka sudah berada di dalam mobil Ardan

"Carrel? Maksud anda Carrel Maxton?"

"Ya, dia! Cari tahu apa yang dia lakukan disini!"

"Baik,"

[DS #1] His PossessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang