Don't Do The Same Mistakes!

17.7K 939 48
                                    

"Ugh!"

Ardan membuka matanya dengan perlahan. Dia meringis kecil saat kepalanya terasa sakit. Belum lagi luka di bahu dan lengannya yang juga terasa sedikit perih. Ardan bangkit dan duduk di atas ranjang.

"Mara..." gumam Ardan saat dia mengingat bagaimana raut wajah sang istri berubah.

Ardan segera turun dari ranjangnya dan membersihkan badannya di kamar mandi. Tak lupa dia mengobati lukanya kembali.

"Oh shit!" Umpat Ardan saat melihat wajahnya penuh lebam.

Ardan membuka lemarinya dan memilih mengambil kaus tanpa kerah miliknya. Dia segera turun ke bawah dan mencari keluarganya. Terutama sang istri.

"Mara..." Ardan memanggil istrinya.

Mara berbalik dan tersenyum padanya. Ardan akui dia seperti melihat bayangan orang lain di diri Maura saat gadis itu tersenyum. Senyum Maura berbeda dari biasanya. Akan tetapi, Ardan menyukai kedua senyum itu. Baik dulu maupun sekarang. Pada senyum Maura saat ini, jujur saja, Ardan merasa rindu-nya akan senyum itu terbayarkan hari ini. Ardan sendiri heran dia yakin tidak pernah melihat Maura tersenyum seperti itu tapi, dia merasa rindu pada senyum itu. Bagaimana bisa?

"Kamu sudah bangun?" Tanya Maura.

"Sudah. Baru saja,"

"Mau makan dulu atau minum teh dulu?"

Ardan hanya diam dan memilih menarik salah satu kursi di ruang makan itu. Ardan duduk di kursi itu dan menarik tangan Maura hingga gadis itu terduduk di pangkuan Ardan.

"Ardan?" Maura memanggil dengan heran.

"Kamu baik-baik saja? Tidak ada yang luka?" Tanya Ardan dengan kepala yang dia sembunyikan di leher Maura dan dia mengecupi leher Maura.

"Aku baik-baik saja. Hanya sedikit memar dan tergores di pipi,"

Ardan langsung mengangkat kepalanya dan menatap wajah istrinya. Benar. Ada sebuah goresan di pipi mulus istrinya. Ardan mengecup goresan itu dengan lembut.

"Maaf. Aku sudah membuatmu terluka,"

"Ardan, jangan begitu! Kamu selalu seperti itu. Padahal, kalau dipikir-pikir, aku tidak apa-apa kok,"

Ardan menatap Maura dengan tatapan bersalahnya. Suara dehaman membuat Ardan dan Maura menoleh. Mereka melihat Arsen dan Alesha berdiri dekat dinding pembatas antara ruang tamu dengan ruang makan.

"Tamara, jangan dekat-dekat dengannya! Dia itu kalau sudah seperti itu ada maunya," ujar Arsen menggoda Ardan. Sekaligus ingin mengetahui apa kakaknya mengingat Maura kecil atau tidak.

"Tamara?" Ardan mengulangi panggilan Arsen untuk Maura.

Arsen mengangguk. "Iya Tamara. Nama asli Maura itu Tamara. Makanya, semua memanggil dia Mara,"

"Tamara?"

Ardan mengerutkan keningnya. Nama itu tidak asing baginya. Bahkan lidahnya seperti sudah terbiasa dengan nama itu.

"Harry itu adikmu?"

Harry menoleh dan mengangguk. "Iya. Dia adikku. Dia kesayangan grandpa Calvin. Ayo Ardan, aku kenalkan pada adikku!"

Ardan mengernyit saat bayangan itu melintas di kepalanya. "Tamara..." Ardan menggumamkan nama itu.

"Mama, Harry mau memperkenalkan adik Harry pada Ardan, ma,"

[DS #1] His PossessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang