PROLOGUE

80.9K 5.3K 491
                                    

Puncak itu bukan sebuah akhir, mungkin bisa disebut keberhasilan, namun ketika sampai di sana, banyak rupa yang disadari. Curam yang menggoda agar terjatuh dengan ribuan iri yang bersorak kesenangan. Adapula perlahan udara menjadi menipis—mencekik dengan ekspektasi tinggi yang menuntut seperti dua bilah mata pisau. Keduanya sama-sama menusuk karena mempertahankan memang terlampau sulit. Atau bahkan segalanya terlihat tak berarti karena yang paling diinginkan adalah yang tak dapat dimiliki. Ini adalah tentang mereka yang terlihat megah di puncak. Seruan kagum dan sorakan dukungan. Seakan seluruh dunia dalam genggaman.

Kala itu Yi Jeongoo adalah raja tersohor. Namanya mengagaung di seluruh penjuru. Tampan, penuh ambisi dan deretan keberhasilan yang mengisi perkamen sejarah. Usianya terbilang muda dengan sifat yang kerap kekanakan—suka bermain-main, tapi jika dihadapi dengan kewajibannya sebagai raja—dia begitu terampil. Tak ada satupun yang berani ataupun mengeluh karena tak suka. Mereka mengagumi sifat ataupun perilaku raja Yi Jeongoo. Namun dicintai semua orang tidaklah cukup untuk Yi Jeongoo. Sejenak mengenyampingkan pangkat yang dia miliki, melihat dirinya sebagai seorang pria biasa. Pria yang mendamba hingga nyaris sekarat karena segala yang dia inginkan hanya pada satu gadis. Bahkan rasanya ia rela menukar jiwanya sendiri untuk merengkuh sang gadis itu dalam pelukannya. Mendamba layaknya pesakitan yang kecanduan obat. Namun yang bisa dia lakukan hanya menelan semuanya telak. Wanita pujaannya bahkan sebelum menginjak masa pubertasnya telah dipersiapkan untuk dipersunting raja lainnya.

Dahi Kim Jungkook berkerut dengan kedua alisnya menukik bingung mendengar celotehan seorang pria gempal yang berada di depannya. Pria paruh baya itu terus-terusan mengoceh sambil sesekali menghisap cerutu yang asapnya mengenai wajahnya hingga tak jarang ia akan terbatuk. Sungguh tak nyaman. Pun dia sendiri tak mengerti mengapa pria itu menceritakan kisah tersebut padanya. Bahkan tidak tahu bagaimana awalnya pembicaraan sampai pada tahap aneh seperti itu. Jungkook benar-benar tak bertanya sama sekali. Memikirkan sejarah saja tidak berminat. Sekalipun dia adalah aktor, drama kolosal saja rasanya tidak akan dia sentuh.

Tapi keberadaannya di sana mungkin adalah satu-satunya penyebab perbincangan itu terjadi. Duduk di lantai tiga pada pukul dua malam—atau mungkin lebih tepat disebut pagi—dalam café bergaya etnik. Seharusnya Jungkook sadar sejak menginjakan kaki bahwa tulisan hangul dan ornamen-ornamen kerajaan jaman dahulu yang memenuhi ruangan dan seorang pria yang mengaku pemiliknya, bukanlah pelarian yang tepat. Tapi langkahnya mengarah begitu saja. Menuntun dia masuk ke dalam sini dan harus duduk sambil melihat lukisan enam raja yang terlampau besar.

'Bagus, Jung! Sekarang siapa coba yang aneh?' Jungkook mencemooh dirinya sendiri.

"Raja itu menyedihkan," respon Jungkook pada akhirnya. Tadinya ia berniat mengabaikan. Memilih diam saja. Tapi nyatanya kesal sendiri mendengar cerita tersebut.

"Benarkah? Kenapa kau berpikir seperti itu?" tanya sang pemilik café terlihat begitu tertarik dengan jawaban Jungkook.

Tak langsung menjawab, Jungkook mengambil gelas berisi minuman beralkohol yang baru saja dituangkan kembali. Kemudian ia segera meneguknya menyingkirkan dahaga. "Karena dia bodoh, mungkin? Maksudku—kalau aku yang dalam posisi itu, tak akan kulepaskan sama sekali si wanita. Aku punya kuasa, aku akan merebutnya. Apapun itu." jawab Jungkook dengan ambisius.

Pria paruh baya itu menganggukan kepala sambil tersenyum puas. "Memangnya kau pikir sampai akhir, Raja Yi Jeongoo akan menyerah begitu saja?" tanya lagi dengan senyuman yang sulit diartikan. Jungkook sampai memberikan atensi seluruhnya untuk mencerna kalimat itu. Dia bahkan beberapa saat lalu tak tertarik sama sekali. Tapi ada beberapa hal yang sulit diungkapkan membuat dirinya terpaku hanya pada satu kalimat tersebut.

"Tolong satu gelas untukku," ujar seorang wanita yang baru saja datang. Berdiri tepat di samping Jungkook duduk. Harusnya Kim Jungkook tak peduli sama sekali atau malahan merasa terganggu. Tapi yang terjadi adalah dirinya yang terpaku. Mata bulatnya menatap gadis itu dengan napas tertahan untuk beberapa detik.

Wanita dengan potongan rambut seleher itu sadar bahwa sepasang mata yang berada di sampingnya itu tengah menatapnya terus-terusan. Merasa terganggu membuatnya menoleh dan siap melayangkan kalimat omelan. Namun ketika mereka saling bertatapan yang terjadi hanya hening dan rasa rindu yang menyeruak.

"Kim Taeri?"

===

Kim Taeri masih ingat beberapa hari lalu ketika kepalanya seakan mau pecah. Kertas berserakan dengan coretan rangkuman premis yang dia buat. Kata yang tersusun di layar laptop bahkan dapat dihitung oleh jari. Ia baru saja memotong rambutnya menjadi se-leher, setelah pertimbangan baik-baik dan mengalami pergulatan dengan dirinya sendiri. Hidupnya berubah menjadi begitu kacau. Jika perlu dijabarkan mungkin dapat sedikit terkuak melalui sebuah gunting helai rambutnya yang memenuhi wastafel kamar mandi. Ada sebuah mitos lama yang mengakar di setiap negara menurut ceritanya masing-masing tetapi bermaksud sama—membuang sial dengan memotong rambut. Biasanya para gadis yang patah hati akan melakukan itu sambil menguatkan dirinya agar bisa berpaling dan melupakan si pembuat kenangan yang menyakitinya. Taeri sedang melakukan itu ketika berdiri di depan cermin memandang diri sendiri. Tatapannya kosong karna isi kepalanya begitu kacau sampai meluber. Kemudian bersamaan dengan seluruh rasa benci, kecewa dan sakit yang entah ingin dia arahkan pada siapa—mungkin dirinya sendiri—tangannya mulai memotong rambut panjang bergelombang dengan ikal cantik yang menggantung.

Tapi Taeri tidak patah hati. Sama sekali bukan karna itu. Sesuatu yang jauh lebih kompleks bahkan untuk wanita sekuat dirinya.

Berada di puncak bukanlah hal yang menyenangkan. Dulu dia begitu mendamba tempat di mana dirinya berpijak sekarang. Tapi sekarang satu-satunya yang bisa dia rasakan adala perasaan tercekik. Penulis cerita misteri paling populer. Buku-buku maupun film yang ditulis skenarionya menjadi laris manis. Tidak sedikit yang mengagumi dan memuji. Kepuasan dan bangga menjadi sesuatu yang menyenangkan. Tapi perlahan keberhasilan itu seperti mengkonsumsi dirinya. Rasa takut akan kegagalan ataupun tanggapan orang lain. Ekspektasi tinggi dari orang-orang membuat ia semakin ketat dengan dirinya sendiri. Memaksa segalanya menjadi sempurna sampai kehilangan bagaimana perasaan menyenangkan dari menulis itu sendiri. Berakhir pada naskah yang ditolak, mengunyahnya habis dalam perasaan gagal. Katanya, ia kehilangan nyawa dalam tulisannya.

Menulis adalah satu-satunya dunia bagi Kim Taeri. Dan saat ini dia merasa kehilangan seluruh dunianya.

Layar tv menampakan acara penghargaan di mana Kim Jungkook mendapatkan Best Rookie Actor Of The Year bahkan tidak membuatnya tertarik sama sekali. Sekalipun pria itu bisa dibilang Taeri mengenalnya. Tidak dekat tetapi mereka pernah bertetangga dulu saat kecil. Itupun kalau Jungkook masih mengingatnya. Pun tak masalah sama sekali karena dia sendiri tidak ingin mengingat masa lalu. Taeri sudah cukup dengan dunianya yang sekarang—setidaknya begitu sampai hari ini. Rasanya tak ada niat sama sekali untuk meneruskan. Tak peduli berapa banyak yang menunggu. Menulis berubah menjadi hal yang menakutkan.

Bel berbunyi membuatnya terpaksa harus membuka dengan malas. Berharap itu bukanlah editor yang memintanya mengirim draft naskah. Bersyukur doanya terkabul karena yang berada di depan adalah tukang pos yang menyerahkan sebuah amplop putih tanpa nama pengirim sama sekali. Sebuah surat yang membawanya kembali ke kota asalnya.

Sekarang ia berada di lantai tiga café di tengah malam yang terlampau larut. Memasan minuman sambil melirik sekitar bersiaga kalau si pengirim surat tersebut ada di sana. Taeri bersumpah tiga kalimat yan tertulis di surat itu benar-benar mengubah harinya dalam sekejap. Bahkan dia datang ke cafe tanpa keraguan sama sekali. Butuh beberapa saat sampai keterkejutan kembali menghampirinya. Matanya terpaku ketika menyadari di sampingnya adalah orang yang dia kenal.

"Kim Jungkook?"

[]



Ah, maaf aku baru datang. Jadi masih tanggal 15 kan? Halo, ini project baru aku bersama Grasindo dan 6 penulis hebat lainnya dari Zk Management! Mari tenggelam bersama kisah yang aku torehkan. Kau akan mendapatkan banyak hal di sini. 

LIMERENCE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang