XXI. Messed Up

13.8K 1.9K 203
                                    

Halo, sudah lihat trailer keduanya? Ada di mulmed di atas ya. Atau bisa cek di youtube yang ada di link bio/ di Instagram Jeon_ai. Trailernya bs di like, comement, share and subscribe. JANGAN LUPA KLIK BINTANG—VOTE SAMA KOMENNNN YANG BANYAK YAAA. GOMAWOOO.

Another question, Koreografi favorit kalian di lagu Bangtan, Koreo lagu apa?

===

Suasana hening yang agak tegang dengan suara mesin pendingin ruangan yang samar menjadi satu-satunya yang terdengar saat ini. Mungkin ditambah suara napas dengan dada naik turun. Lampu kamar dinyalakan agar mengembalikan kesadaran pada kepala pening yang berusaha dipijit perlahan. Taeri duduk di pinggir kasurnya dengan kaki yang tak sampai menapak pada lantai. Badanya terasa nyeri—lemas kelelahan. Tapi dibandingkan fisik, apa yang ada di pikirannya lebih mengganggu. Dia memang tidak nyaman dengan perlakuan Haeijin sekalipun jika pria itu berniat baik, tetapi tidak dengan cara Jungkook. Taeri sudah berusaha menangani dan menunjukan ketidak sukaannya. Tapi Jungkook malah bertindak seenaknya. Sungguh, mencium bibirnya di depan orang-orang sama sekali bukan hal yang benar. Keputusan yang sangat bodoh.

Saat konferensi pers membahas tentang rumor, jantung Taeri hampir copot. Taruhan, Jungkook juga merasakan hal yang sama. Ia sempat melirik dan melihat reaksi Jungkook yang juga menegang. Lega ketika yang dibahas bukan hubungan mereka berdua. Susah payah menutupi apa yang sebenarnya terjadi, sekarang malah dibeberkan dengan cara yang kelewat gila. Tak dapat menyangkal lagi kalau tiba-tiba ditodong dengan hubungan mereka, mengingat bagaimana Jungkook dengan jemawa menegaskan kepemilikan melalui kata-kata dan kedua bibir yang saling bertemu.

Terakhir—sialan! untuk Kim Taeri—ya, dirinya sendiri—yang tak dapat bertindak apapun. Saat itu isi kepalanya menjadi kosong. Tak cepat tanggap seperti biasanya dan membiarkan ciuman itu berlangsung tidak sebentar. Mengakui dosan dalam diri bahwa dia menyukai bagaimana Jungkook melumat bibirnya dengan lembut. Bahkan sempat membalas sekilas. Salahkan alkohol yang dia tegak, atau mungkin pesona Jungkook yang membuatnya jadi tolol seketika.

"Noona... ini minum dulu," ujar Jungkook lembut ketika masuk ke kamar Taeri membawa segelas air putih.

Taeri mendongak dengan wajah berantakan yang membuat Jungkook bersalah sekaligus ingin memeluk. Rambut teracak yang ingin rasanya dia sisir dengan jemari sambil memberi kecupan di beberapa bagian kulit. Ya, dia tak akan melakukan itu. Hanya sekilas pikiran gila yang lewat.

"Jung, apa yang sebenarnya kau lakukan?" retorik. Terlampau frustasi. Helaan napas lolos dari bibir dengan mata sayu—kosong—kebingungan akan apa yang harus dilakukan selanjutnya.

"Lalu minum obat ini untuk meredakan sakit kepala karena mabuk," ujar Jungkook lagi sambil menyodorkan keduanya yang ada di tangan. Berdiri tepat di depan Taeri. Tak berminat menjawab apa yang Taeri lontarkan. Bukan karena ingin lepas tanggung jawab atau hal negatif lainnya, tetapi keadaan Taeri adalah yang terpenting saat ini.

"Kau ini gila atau apasih? Seingatku akulah yang mabuk, tetapi kenapa malah kau yang bertindak seperti orang mabuk?" oceh Taeri. Ia tak bisa melupakan begitu saja kejadian yang terjadi. Semuanya berada di luar kontrol dan membuatnya gila terutama untuk pribadi yang penuh kontrol—perfeksionis sepertinya.

"Noona... diminum dulu. Kumohon..." pinta Jungkook begitu lembut dengan suara rendah. Sama kacaunya seperti Taeri tetapi dalam hal berbeda—keadaan wanita itu.

Taeri menghela napas lelah. Jungkook tak akan selesai sebelum dituruti dan ia butuh membahas hal itu. Maka Taeri mengambil gelas dan air yang berada di tangan Jungkook. Dia memang keras kepala untuk beberapa hal, tetapi apa yang diminta Jungkook bukan hal buruk atau membuatnya mati, malahan dibutuhkan, maka dia melakukannya. Bagaimanapun Kim Taeri itu selalu berpikir secara logis sekalipun dalam keadaan tertekan. Ia segera meneguk minuman dan menelan obatnya dan kemudian meletakan di meja nakas. "Ok, sudah. Puas?"

LIMERENCE ✓Where stories live. Discover now