XXIII. Limerence

14.2K 1.9K 445
                                    

Sekali lagi panggilan dari Kim Jungkook masuk. Di layar tertera nama Koo lengkap dengan emotikon love dan kelinci di ponsel Taeri. Ia segera mengangkatnya dan kali ini Jungkook meminta untuk membuka pintu karena sudah sampai di depan rumah Taeri. Alasan dia tak langsung mengetuk karena sebelumnya sudah pernah meminta Taeri untuk tak lagi asal membuka pintu ketika sendirian di rumah. Jungkook dan Eunbyul benar-benar khawatir perihal terror yang belum juga terungkap. Entah bisa disebut terror atau tidak karena memang belum ada bukti nyata ataupun sesuatu yang merugikan, tetapi jika harus menunggu dulu hal buruk terjadi, itu adalah tindakan bodoh. Apalagi saat ini sedang panas-panasnya skandal terjadi. Di luar sana pasti ada lebih dari satu yang menginginkan kematian dirinya dalam arti sebenarnya.

Kadang penggemar memasuki tahap parasosial di mana dia memiliki imajinasi yag terasa begitu nyata kalau dirinya begitu dekat dengan idola—sangat dekat lebih dari sekadar penggemar, layaknya memiliki. Bisa saja mereka terpikir kalau memiliki hubungan khusus dengan sang idola, padahal tidak ada sama sekali. Maka saat itu, rasa kecewa dan marah akan meluap. Merasa seperti benar-benar disakiti. Bisa saja hal-hal gila dilakukan seperti menyakiti diri sendiri atau malah membunuh sang idola maupun orang-orang terdekatnya—terutama sang kekasih. Sangat berbahaya.

Itulah mengapa kita harus mengetahui batasan antara akal sehat dan khayalan. Idola tentu mencintai penggemanya, tetap cinta itu sendiri ada macam-macamnya. Cara berbeda dan tipe berbeda pada satu dan yang lain.

Tepat ketika pintu dibuka, tanpa basa-basi lagi, Jungkook langsung berhambur memeluk Taeri begitu erat. Menutup pintu dengan ujung kaki dan mengunci dengan satu tangan tanpa melepaskan pelukan sama sekali. Tak perlu mengatakan apapun untuk saling menenangkan, tak perlu menjelaskan apapun untuk mengetahui apa yang terjadi pada diri masing-masing, mereka sama-sama sudah mengerti dan satu-satunya yang dibutuhkan saat ini adalah pelukan. Tempat ternyaman di mana surga kecil kehidupan disuguhkan begitu mewah. Dalam dekapan dan harum tubuh menyeruak yang menjadi kesukaan masing-masing.

Setidaknya terima kasih untuk takdir pada satu hal ini, mereka kembali dipertemukan dan dapat merasakan apa itu kenyamatan dan kehangatan dala pelukan. Karena ini bukan perkara suhu, tetapi dengan siapa yang menemani.

Coklat panas disajikan di meja persegi panjang ruang tengah dengan asap yang masih mengepul. Di luar cukup dingin dan Jungkook butuh menghangatkan diri sekalipun kepalanya sedang panas—seakan siap meledak. Di depannya Taeri duduk dengan mata membengkak yang kentara sekali habis menangis sampai sesungukan. Tetapi saat ini bahkan wanita itu tak lagi mengeluarkan air mata sama sekali. Seakan tak terjadi apa-apa. Seakan tidak pernah menelpon Jungkook dengan suara frustasi memekik dengan keadaan kerongkongan tercekik sambil mengatakan bahwa ini semua terlalu menyakitkan. Hal itu membuat mata bulat Jungkook diam-diam melirik berkali-kali dari balik gelas yang sedang dia sesap isi di dalamnya. Setiap sesekali meniupkan coklat agar panasnya mereda dan cocok untuk lidah yang siap mengecap.

"Minum yang benar, kau bisa tersedak." ujar Taeri yang menyadarinya sambil senyuman simpul menghiasi bibir.

Jungkook sungguh tidak mengerti apa yang terjadi. Dia senang melihat Taeri tersenyum seperti itu. Kesukaannya. Tetapi ada rasa ragu yang ingin sekali diutarakan lewat bibir. Bertanya tentang beberapa saat lalu ataupun artikel dan komentar gila yang pasti membuat Taeri tertekan. Namun dia mengurungkannya karena tak mau membuat Taeri semakin terpikirkan. Jika Taeri dapat tersenyum, itu bagus.

Di sisi lain dia takut bahwa senyuman hanya untuk menutupi apa yang terjadi sebenarnya. Dan ia merasa untuk hal ini, mungkin yang sebenar-benarnya terjadi. Taeri jauh dari kata baik-baik saja karena diapun melakukan hal yang sama. Menjadi terlihat kuat padahal jelas semua komentar yang di abaca membuatnya begitu tertekan. Begitu menyakitkan.

LIMERENCE ✓Where stories live. Discover now