YTMHA : Bab 10

1.6K 205 61
                                    

Terkadang kita harus berdiri dalam gelap, untuk bisa melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh orang lain.
-Krystal-

KRYSTAL mendengar jendela kamarnya diketuk-ketuk, bunyi ketukan itu menggunakan logam seolah menjadu irama tersendiri bagi Krystal. Hanya ada satu orang yang bisa melakukan hal tersebut. Vigo.

Krystal membuka gorden jendela kamarnya, lalu melihat cowok itu sedang menunjukkan sebuah benda ke arahnya. Mata Krystal menyipit, memperhatikan benda tersebut.

Vigo memberikan sebuah gesture, agar gadis itu segera keluar dan menemuinya.

"Buat kamu," ujar Vigo memberikan gantungan kunci dengan boneka beruang berwarna merah muda. "Bisa taruh di tas kamu," tambahnya memberitahu.

"Makasih," sahut Krystal.

"Maaf, buat semua yang udah Sylvia lakuin ke kamu." Vigo menatap Krystal yang masih memandang boneka pemberian darinya. "Aku nggak bisa menghentikan hal itu. Aku nggak bisa menolong kamu dan aku nggak bisa berbuat apa-apa."

"Jadi ini semacam alat permohonan maaf kamu?" Krystal menggoyang-goyangkan boneka beruang tersebut di depan mata Vigo.

"Nggak lah," sahut Vigo. "Kamu tau, aku bukan orang seperti itu."

"Iya aku tau. Lagipula semua yang terjadi sama aku, bukan salah kamu kok." Krystal berkata masih memainkan gantungan boneka tersebut.

"Kamu marah?" Vigo memegang kedua bahu gadis itu. "Kamu berhak marah, aku terima."

"Kamu tau Go, aku nggak akan bisa marah sama kamu. Kamu itu sahabatku dari dulu, sampai sekarang." Kalimat terakhir yang ia ucapkan begitu terasa hampa.

Krystal tidak akan pernah bisa marah pada sahabatnya itu, meski ia sedang kecewa. Krystal sudah menganggap Vigo sebagai bagian dari dirinya, bagaimana tidak. Krystal sudah berteman dengan cowok itu sejak SD, dan Vigo adalah laki-laki yang melindungi dirinya.

Vigo adalah laki-laki kedua yang ia kenal setelah sang ayah, dan dari Vigo lah Krystal merasa dilindungi, diperhatikan dan disayangi. Apalagi setelah ayah Krystal meninggalkan keluarganya demi bersama dengan wanita lain, ia tidak punya sandaran.

Krystal merasa hidupnya hancur, laki-laki yang ia hormati dan sayangi berubah menjadi laki-laki yang ia benci. Dan hanya kepada Vigo semua keluh kesahnya tercurahkan. Vigo selalu ada untuknya. Cowok itu selalu datang tanpa diminta ketika Krystal membutuhkan bantuan.

Dari SD hingga kini sudah masuk SMA, keduanya selalu bersama sampai akhirnya Vigo memilih Sylvia. Awalnya Krystal selalu menolak dan memberikan peringatan ketika Vigo masih melakukan masa pendekatan dengan gadis sosialita itu. Namun, karena Vigo memang sedang dalam keadaan jatuh cinta, peringatan dari Krystal seolah hanya angin lalu.

Krystal selalu menahan hatinya agar tidak terlalu teriris, ketika dengan mudahnya Vigo bercerita tentang Sylvia. Sylvia itu cantik. Sylvia itu manis. Sylvia itu perhatian dan segala kebaikan gadis itu dari sudut pandang Vigo. Tak henti-henti sahabatnya itu menceritakan keunggulan yang dimiliki sang pacar.

"Kita udah lama nggak kayak gini ya Go," cicit Krystal.

Gadis itu merebahkan tubuhnya di atas bale bambu. Kursi yang terbuat dari material bambu tersebut, merupakan buatan tangan almarhum kakeknya dan masih awet sampai sekarang ia sudah tumbuh remaja.

Vigo ikut merebahkan tubuhnya di samping Krystal, melipat kedua tangannya ke belakang kepala. Keduanya memandang bintang-bintang di langit, kebiasaan mereka yang sudah lama tak dilakukan.

"Nggak ada bintang malam," ucap Vigo merentangkan tangan kanannya, seolah ia bisa menyentuh langit di atas sana.

"Kamu 'kan tau, bukan itu yang kunikmati sesungguhnya."

You Took My Heart AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang