● 3

2.8K 565 25
                                    

Jam 10 malam, tapi Luna masih keluyuran di sekitar minimarket 24 jam dua blok dari rumahnya. Ini gara-gara Dino. Pemuda itu memaksa Luna ikut membeli sesuatu yang dia tidak sanggup—karena malu.

"Nih," kata Luna sembari menggenggamkan kantung kresek belanjaannya ke Dino. "Beli pembalut gitu aja gak bisa."

"Bukannya gak bisa." Dino mendengus. "Malu."

Luna menggeleng lesu sambil berdecak, "Padahal nanti kamu bakal nikah, dan yakin pasti lebih sering disuruh beli beginian."

"Beli sendiri lah," kilah Dino. "Punya tangan sama kaki mau dipake buat apa?"

Luna tertawa getir. Susah memang kalau ngobrol sama Dino, pasti ujung-ujungnya harus terpaksa mengalah juga. Soalnya, Dino itu agak keras kepala dan kadang savage. Sedangkan Luna cenderung suka kehabisan kata-kata kalau diajak berdebat.

Yes, she's not a good bubbler. Daripada diteruskan dan berujung bertengkar, lebih baik Luna diam. Lagipula itu juga bukan hal penting yang harus diributkan.

"Ayo pulang, aku anterin," kata Dino sambil berjalan ke arah rumah Luna.

"Aku pulang sendiri aja," sahut Luna. "Arah rumah kita gak sama."

"Gak papa, aku tanggung jawab. Lagian ini udah malem, gak baik cewek jalan sendirian."

"Gak ada yang mau sama aku juga," cibir Luna sambil memutar badan Dino ke arah jalan pulangnya sendiri.

"Sadar diri kalo dekil?"

Kan. Ngeselin.

"Udah sana gak usah banyak ngomong!" Ketus Luna.

Dino menyerah, "Oke. Kabarin kalo udah sampe rumah."

"Suka suka."

Dino mengangkat bahunya sekilas lalu pergi setelah melambaikan tangannya pada Luna. Memaksa lun percuma, Luna sama keras kepalanya.

Luna mulai melangkahkan kakinya menuju rumah sambil bersenandung kecil—agar tidak merasa takut. Tidak mau menyangkal, memang suasana sedikit menakutkan. Sebenarnya masih ada beberapa kendaraan yang lewat, tapi tetap saja, sudah banyak pertokoan yang tutup. Sepertinya ada sedikit penyesalan kenapa tadi menolak tawaran Dino.

"Mark?"

Mata Luna lurus menatap ke depan. Itu benar-benar Mark, kan?

Dia berdiri, diam menghadap jalan dengan tatapan kosong—melamun? Entahlah. Tapi Luna merasa ada yang aneh.

° Black Dog °

Sebuah mobil box melaju lumayan kencang dari arah kiri, dan Mark menoleh ketika menyadari sorot lampunya. Sedikit demi sedikit dia melangkah ke depan. Kedua tangannya mengepal di samping badan, seolah meyakinkan diri sendiri bahwa dia berani.

Mobil box itu semakin dekat. Dan mungkin ini waktunya.

Brakk

Mark membuka matanya perlahan, menatap kosong langit gelap yang terdapat titik-titik cahaya keemasan.

Jadi ini rasanya mati? Tidak buruk, tidak sesakit yang dia bayangkan. Bahkan penampakan alam baka yang dia lihat sekarang tidak seseram di buku-buku yang dia baca. Hanya saja ada sedikit ngilu di punggung dan—

"Kamu gila??!"

—berat.

Tunggu, apa yang dilakukan seorang wanita di sini? Di atas Mark?

"Sadar!"

"Aw!" Pekik Mark ketika sebuah tamparan yang cukup keras mendarat di pipinya.

"What's your problem?!" Protes Mark sambil duduk. Dia mengamati wajah gadis yang terlihat berang di sampingnya ini.

[2] Black Dog ; Mark Lee ✔Where stories live. Discover now