● 5

2.5K 495 66
                                    

Bukannya menuruti apa kata Jeffrey, Mark justru mengikuti Erica sepulang sekolah. Bukan karena Erica cantik—seperti yang dikatakan Jeffrey, tapi karena Erica dicap terkena kutukan.

Sempat kehilangan jejak gara-gara Lucas terus menempel pada Mark.

Benar-benar, cowok jangkung itu sangat cerewet sampai Mark ingin melepas sepatunya lalu menjejalkannya ke mulut Lucas.

Tapi untung bertemu lagi di depan apotek. Entah apa yang dia beli, langkahnya tergesa-gesa, bahkan paper bag kecil yang Mark yakini berisi obat itu sempat jatuh.

Dengan penampilan lusuh seperti itu, Mark yakin gadis bernama Erica itu akan dipandang aneh. Dan benar saja, bukan hanya lirikan tajam dan jijik, tapi cemoohan lirih keluar begitu saja. Tapi kelihatannya Erica cukup kebal. Terbukti dengan sikapnya yang biasa saja dengan wajah yang sama sekali acuh. Padahal Mark geli sampai menggaruk telinganya sendiri mendengar cemoohan mereka.

Mark berhenti sejenak saat Erica masuk ke halaman salah satu rumah. Dan setelah mengendap-endap, akhirnya Mark berhenti di depan gerbang rumah itu, sedikit mengintip di balik dinding pagar yang lumayan tinggi.

Kondisinya benar-benar tidak terawat. Catnya usang dan sebagian mengelupas. Terasnya berdebu—parah, bahkan kelihatan kalau dilihat dari Mark berdiri sekarang. Halaman rumahnya pun banyak ditumbuhi semak-semak.

Mark bergidik ngeri. Dibandingkan rumah, mungkin tempat Erica masuk tadi lebih pantas disebut kandang. Ah, atau bahkan lebih parah.

"Hyung."

Mark menoleh kaget saat seorang anak laki-laki memanggilnya. Ekspresi anak itu terlihat datar, tapi posenya sangat menggelikan—berkacak pinggang dan menumpukan berat badan pada satu kaki.

"Maling ya?" Tuding anak itu, masih dengan ekspresi datarnya.

"Bukaaan," kilah Mark.

"Terus ngapain ngintip-ngintip ke rumahku?" Tanya anak itu ketus.

"Ini rumah kamu?"

"Eoh, wae?"

"Cewek itu.. Erica—"

"Oooooooo penguntit ya???"

"Haah???"

"Aku laporin polisi—"

Mark buru-buru membekap mulut anak itu lalu menyudutkannya ke dinding dibalik tiang listrik. Bukan mau berbuat tidak senonoh, hanya saja, seorang wanita keluar dari rumah Erica tergesa-gesa.

Setelah wanita itu pergi, Mark mundur selangkah, melihat ke arahnya yang sudah semakin jauh.

Irene?

Ya, Mark yakin kalu itu Irene. Tapi apa yang dia lakukan di rumah Erica?

"Aaw!" Pekik Mark karena tangannya digigit oleh anak laki-laki yang dari tadi dibekapnya. Dia mengibaskan tangannya, mengusir ngilu yang sangat menusuk.

"Udah penguntit, cabul!"

"Whaat???"

"Aku aduin ke Kak Erica!" Anak itu melangkah cepat menuju gerbang.

"No no no no no no no!" Mark menarik ransel anak itu sampai hampir terjatuh. "Jangan, please.." pinta Mark.
"A-aku.. aku cuma.. ah, fans. Ahaha, iya, aku fans Erica."

"Fans?" Anak laki-laki itu mengernyit.

"Yup!"

"Aneh."

"Huh? Kenapa? Kan—"

"Chan?"

Mark dan anak laki-laki yang dipanggil 'Chan' itu menoleh.

[2] Black Dog ; Mark Lee ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang