The Love that Cannot Talk -12-

40.1K 3.3K 185
                                    

{Aki's POV}

Kami pun berjalan pulang setelah naik kereta terakhir dari stasiun terdekat. Turun dari kereta, Arata memanggul Yuuto yang tertidur, Ryou menggendong Rina, sedang Aku menggendong Runa dan membawa ransel tempat bekal makan siang kami.

Setelah beberapa menit berjalan, kami pun sampai di depan rumah, aku agak heran ketika mendapati lampu depan rumah menyala, kemudian dari dalam rumah pun lampu dinyalakan. Ryou pun dengan ragu-ragu melangkah masuk. "Aki-nii, sewaktu meninggalkan rumah tadi, lupa mematikan lampu ya?" tanya Ryou. Aku menggelengkan kepala. Seingat ku, semua sudah dimatikan. "Hmm... Lalu apa ada tamu?" tanya Arata. "Entahlah, yang penting kita masuk saja" Ryou pun berjalan lebih dulu dan membuka pintu depan. Lalu ia berhenti di depan pintu lalu membalikkan badan. "Aki-nii, ada tamu rupanya" ujar Ryou. Aku berjalan menyusul Ryou dan benar saja. Ada sepasang sepatu pria dan sepasang sepatu wanita berjajar.

Aku melepaskan sepatu ku dan berjalan masuk ke dapur, niatnya hendak mencuci tangan sebelum membaringkan Runa di kasur, tetapi mata ku terbelalak kaget melihat sosok pria dan wanita yang begitu ku kenali. Mereka duduk di lantai tatami, dengan segelas olong teh.

P-paman ... Tatsuya...

"Dari mana saja kau?" tanya paman, suaranya serak basah dan terdengar dingin. Aku membungkuk memberi salam. Kemudian Ryou dan Arata pun menyusul ke dapur dan sama terkejutnya dengan ku.

"Ryou, dari mana kau?" tanya paman lagi. Ryou menatap ku sebentar lalu dengan sedikit ragu berkata, "Kami pergi ke taman bermain". Melihat Rina dan Runa yang masih tertidur, bibi bangkit dan membantu Ryou menggendong Rina, lalu menyuruh ku untuk membantunya menggelar futon untuk Rina dan Runa. Aku berjalan mengikuti bibi, meninggalkan Ryou di dapur bersama paman, sementara Arata berjalan di belakang ku menuju ke kamar Yuuto.

"Kenapa kau mengajak adik-adik mu pergi hingga larut malam seperti ini?" tanya bibi. Aku tidak mengatakan apa-apa, diam berjalan di belakangnya. Setelah sampai di kamar ku, aku menggelar futon tempat tidur Rina dan Runa lalu bibi membaringkan mereka dengan hati-hati. "Aki, kau tahu ini sudah cukup malam bukan? Mereka masih kecil, angin malam tidaklah bagus untuk kesehatan mereka" ujar bibi lalu membetulkan selimut Rina dan Runa.

"Kita harus bicara" ujar bibi dan berjalan keluar kamar. Aku menatap Rina dan Runa dengan perasaan kecewa pada diri ku sendiri, mematikan lampu kamar dan menyusul bibi dan paman.

Ryou duduk agak jauh dari paman. Ia duduk dengan tegap, lalu menatap ku saat bibi dan aku masuk ke dapur. "Kau tahu kan kalau kau itu tidak punya banyak uang, tetapi malah membuang-buang uang di taman bermain" ujar paman. Aku menundukkan kepala ku. "Kami tidak mengeluarkan uang sepeser pun" sela Ryou, aku langsung menatap ke Ryou dan berharap agar dia tidak bicara macam-macam.

"Hah! Anak kecil seperti mu tahu apa? Memangnya taman bermain mana yang tidak membutuhkan uang?!" seru paman. Ryou menahan diri nya dari menjawab paman. "Kau membawa adik-adik mu pergi hingga larut malam seperti ini. Kau pikir mereka sama kuatnya dengan diri mu!" serunya lagi. Aku tidak mengatakan apa-apa hanya terus menundukkan kepala ku. "Kau pikir ini jam berapa?! Begini lah kalau tidak diawasi orang tua! Seenaknya saja, seperti anak liar yang tidak tahu aturan! Mau jadi apa kau besok?!" bentak paman. Ryou mengepalkan tangannya kuat-kuat menahan diri untuk tidak membuat paman lebih marah. "Bagaimana mau merawat adik-adik mu kalau cara mu mengatur hidup mu saja masih begini kacau?!" Nada suara paman semakin lama sekalin meninggi. "Ayo katakan sesuatu! Jangan diam saja!" bentaknya. Aku sedikit tersentak kaget dan cepat-cepat menunduk dalam-dalam.

Mungkin karena paman menaikkan volume suaranya, Yuuto terbangun lalu ia dan Arata pun menyusul ke dapur. Karena Yuuto masih anak-anak, maka dia pun tidak dengan sengaja memperkeruh situasi. Ketika dia masuk, ia terisak-isak dan Arata pun mencoba untuk menenangkannya, tapi nampaknya Yuuto tidak bisa dengan mudah berhenti terisak. "Aki-nii...hiks...hiks.. pelut ku sakit...hiks" isak Yuuto dan berjalan kearah ku. Paman langsung menyuruh bibi mengurusi Yuuto, bibi pun dengan senang hati menghampiri Yuuto. "Perut mu kenapa?" tanya nya, "Tidak tahu, dali tadi sakit..." jawab Yuuto sambil memegangi perutnya. "Sudah makan malam? Mau minum obat?" tanya bibi lalu menggendong Yuuto, "belum makan" jawab Yuuto, mendengar apa yang dikatakan Yuuto, bibi pun membelalakan matanya dan menatap ku dengan emosi. "Aki! Apa-apaan kau ini! Bisa-bisanya tidak membuatkan makan malam! Jangan-jangan Rina dan Runa juga belum makan?!" tanyanya dengan nada marah dan tinggi. "Arata, sudah makan?' tanya bibi, Arata pun menggelengkan kepala dan bertambah marahlah bibi. Amarah bibi memancing amarah paman. Aku menunduk dalam-dalam sebagai permintaan maaf. "Kau itu tega-teganya berbuat kejam seperti itu! Adik-adik mu ini masih dalam masa pertumbuhan! Jangan kau samakan dengan diri mu! Kau tidak tahu apa, kalau anak kecil seperti yuuto, apalagi Rina dan Runa lalu Arata dan ryou tidak boleh terlambat makan! Kau itu keterlaluan! Benar-benar keterlaluan!" ujar bibi sambil membentak ku. Aku masih menunduk dalam-dalam. Kali ini murni karena kesalahan ku.

The Love That Cannot Talk [ 1 ]Where stories live. Discover now