The Love that Cannot Talk -30-

31.2K 2.4K 170
                                    

{REO's POV}

Aku membenturkan kening ku ke lemari pakaian ku yang besar dan menendangkan kaki ke pintu lemari. Sudah 2 bulan aku tidak bisa mengirim kabar dan menerima kabar dari Luca atau Nagisa. Semua ini karena ayah yang memutus semua sambungan internet dan menyuruh bodyguardnya mengawasi ku 24 jam.

Aku  menyibakkan gantungan pakaian yang memenuhi lemari ku, mengambil satu setel jas kerja baru. Sudah hampir 3 bulan aku bekerja bersama ayah di London. Meskipun bekerja disini lebih mudah tapi rasanya lebih melelahkan. Aku tidak mengerti kenapa terasa begitu berbeda. Tapi semua yang menyangkut rumah asal ku adalah ketidaknyamanan.

Bayangkan saja, disini aku tinggal bersama ayah dan ibu, tapi ayah dan ibu tidak terlalu  memperdulikan ku, lebih lagi ibu. Setiap kali berpapasan dengan ku selalu saja bertanya tentang Luca. Aku sadar aku bukan putra kandungnya, tapi setidaknya dia tidak perlu membuat semuanya terang-terangan kan?

"Tuan muda, apa anda sudah siap?" salah seorang maid di rumah mengetuk pintu kamar ku sambil bertanya. "Tunggu sebentar" balas ku, bergegas mengancing kemeja putih ku dan mengenakan jas hitam baru yang pas sekali di tubuh ku. Aku membetulkan dasi ku di depan cermin dan melihat pantulan diri ku yang semakin kurus.

Setelah  siap dengan penampilan ku, aku menyambar tas dokumen yang sudaj ku siapkan lalu bergegas menuruni anak tangga dan mendapati ayah sudah siap di depan mobil. Ia berbincang-bincang sebentar dengan salah seorang bawahannya. Lalu melambaikan tangannya meminta ku untuk segera menghampirinya supaya kita bisa segera berangkat.

Aku melihat ibu pun berjalan menghampiri ayah, ia mendekati suaminya dan mengecup bibirnya lalu membetulkan dasinya, "Austin, kapan kau akan membawa Luca pulang?" tanya Ibu seraya membetulkan dasi ayah. "Tidak tentang Luca lagi Emily" jawab ayah. "Aku tidak bisa hidup tanpa Luca. Kau tidak bisa melakukan ini pada ku. Austin, Luca lebih pantas mengatur perusahan di London" ujar ibu lagi.

Baiklah aku sedikit tersinggung mendengarnya.

Aku berhenti di belakang ibu, lalu ayah mengecup kening ibu dan memintanya untuk istirahat. Ibu berbalik dan menatap ku lalu memberi ku kecupan di pipi ku dan berlalu masuk. "Kau sudah siap?" tanya ayah, aku mengangguk dan berjalan di belakang ayah.

"Aku ada kabar gembira untuk mu, Reo" ujar ayah, aku menoleh ke ayah dan menatapnya sedikit bingung.

"Apa dia sudah berubah pikiran??" pikir ku dalam hati.

"Aku sudah mendapatkan persetujuan keluarga Whitmer di New York. Mereka sungguh senang untuk memperkenal putri mereka pada mu" ujar ayah. Mendengar ayah aku langsung memalingkan muka ku dan menatap keluar jendela.

"Apa? Kau tidak senang?" tanya ayah lagi. "Tidak, itu bagus sekali. Aku juga senang untuk mengenalnya" balas ku. "Aku tahu kau memang bisa diandalkan" jawab ayah sambil tersenyum bangga. Meskipun aku malah tersiksa karena tuntunannya. Lagipula aku masih 22 tahun, bukan? Aku masih mementingkan karrier dibandingkan harus berurusan dengan wanita. Harusnya Luca yang—Sudahlah, dia tidak tinggal di level yang sama.

"Aku bermaksud mengundang mereka malam di kediaman kita, jadi kau dan putri tuan Whitmer bisa mengenal lebih baik" ujar ayah lagi. "Itu kedengarannya bagus" jawab ku, dalam hati berharap kota New York dihantam meteor dari keluarga itu lenyap besok pagi.

            Setelah beberapa puluh menit berlalu, kamipun tiba di perusahaan besar ayah. Disini aku bukan bossnya. Aku hanya memegang jabatan lain yang berada dibawah jabatan boss. Lebih baik di Jepang. Posisi boss terpampang jelas dibandingkan disini.

"Selamat pagi tuan muda" sapa Josh, dia asisten baru ku setelah Tsukishima. Josh berbeda dengan Tsukishima yang cerewet, dia lebih tenang dan dewasa. "Pagi, Josh" sapa ku balik. Aku meletakkan tas kerja ku dan membuka map dokumen yang sudah disiapkan diatas meja ku.

The Love That Cannot Talk [ 1 ]Where stories live. Discover now