The Love that Cannot Talk -32-

35.1K 2.6K 236
                                    

{Aki's POV}

Benar saja, Luca sudah berada di rumah ku bersama Ryou, Arata dan yang lainnya. Ia membantu Ryou mengerjakan PR-nya sambil melipat origami untuk Yuuto, Rina dan Runa. Begitu melihat ku dan Nagisa sudah pulang, adik-adik ku berlari meninggalkan Luca dan memeluk ku dan Nagisa kecuali Ryou dan Arata yang masih duduk untuk mengerjakan tugasnya.

Aku dan Nagisa memutuskan untuk memasakan makan malam sebelum menyiapkan ofuro untuk mereka semua.

Sambil meletakkan bungkusan obat yang diberikan si tabib, aku mencuri pandang ke Nagisa. Mendengar bayaran yang diminta si tabib itu membuat ku benar-benar tidak enak hati pada Nagisa. Tapi malah sebaliknya, Nagisa tampak tenang bahka ia tidak terlihat cemas atau panik. Sambil bersenandung pelan ia menali pita di apronnya. Sebelum ia berhasil mengikat apronnya, Luca masuk ke dapur dan membantunya mengikat pita apron itu. Ia lalu menaruh tangannya dipinggul Nagisa sambil mencium leher Nagisa.

"Lu-chan, aku harus masak makan malam dulu" ujar Nagisa, mendengar Nagisa berkata seperti itu, Luca melepaskan tangannya dan duduk di tatami dengan tenang menatap Nagisa. Aku yang melihat mereka berdua merasa iri.

Seandainya aku dan Reo...Tidak—Tidak boleh berpikiran buruk atau iri. Nagisa dan Luca-sama pasti juga mengalami masa-masa sulit. Apalagi melihat Ayah mereka yang begitu keras dan displin. Saat ini wajarlah jika mereka hidup bahagia, setelah masa sulit mereka, kebahagianpun bertengger di kehidupan mereka.

'Reo... Kita juga pasti akan bisa hidup bahagia, bukan?" ujar ku tanpa suara.

Tapi, apa aku akan bisa sembuh? Apa aku benar-benar bisa mendapatkan kembali suara ku? Rasanya begitu mustahil...

"Aki-chan, boleh tidak aku minta tolong?" panggil Nagisa, aku menoleh ke arahnya dan mengangguk.

"Aku butuh panci sedang disebelah sana, Aki-chan yang paling dekat bukan? Bisa tolong ambilkan?" pinta Nagisa. Aku mengangguk dan mengambil panci yang dimaksud. Lalu menyerahkannya kepada Nagisa. 'Terimakasih, Aki-chan!" balas Nagisa dan segera memasukkan sayuran dan daging yang sudah ia siapkan sebelumnya.

"Oh ya, ngomong-ngomong hari ini aku punya 2 kabar untuk Lu-chan" ujar Nagisa tanpa berbalik menatap Luca. "Kabar apa?" balas Luca seraya mengamati kekasihnya yang sibuk dengan sayur dan daging.

"Ada kabar baik dan kabar buruk. Mau dengar yang mana?" tanya Nagisa.

"Yang baik" jawab Luca. Mendengar Luca meminta kabar yang baik dulu membuat ku cukup keheranan. Biasanya orang akan mendengarkan kabar buruk dulu sebelum kabar baiknya.

"OK! Kabar baiknya tadi dalam perjalanan pulang aku bertemu dengan Aki-chan, lalu kami pergi mengunjungi seorang tabib yang bisa menyembuhkan Aki-chan. Dia memberi Aki-chan obat dan tips, kalau menurut perkiraannya dalam waktu satu minggu Aki-chan bisa mendapatkan suaranya kembali" ujar Nagisa menjelaskan. Luca tersenyum menatap ku, "Aku senang sekali mendengarnya. Berjuanglah" ujarnya. Aku tersenyum dan membungkuk sebagai balasan.

"Lalu kabar buruknya, tabib itu minta sesuatu yang sedikit nyetrik sebagai bayaran" ujar Nagisa. Aku begitu was-was sewaktu Nagisa menyebutkan kabar buruknya. "Nyetrik ? Seperti apa?" tanya Luca. "Jadi tabib ini minta aku tidur dengannya satu malam" jawab Nagisa yang kali ini berbalik menatap Luca sambil tersenyum.

Mendengar kabar buruknya, Luca langsung menatap Nagisa tak percaya, rahangnya jatuh dan ia tidak mengatakan apa-apa selang beberapa detik.

"Dan aku setuju untuk membayarnya dengan satu malam itu" tambah Nagisa, Luca merogohkan sakunya dan mengambil ponsenya, menekan tombol dial lalu menempelkan ponselnya ke telinga, beberapa detik kemudian ia bercakap dengan orang yang menerima panggilannya.

The Love That Cannot Talk [ 1 ]Where stories live. Discover now