Chapter 5 First Meeting

1.5K 289 8
                                    

.
.
.
Seungwan tahu persis Yoongi masih sangat membencinya. Memangnya apa lagi yang Seungwan harapkan? Berharap Yoongi melupakan Seungwan dan menyukainya? Mustahil.

Seungwan mengurut keningnya yang berdenyut. Malam nanti akan diadakan pertemuan kedua dengan keluarga Yonggi. Dan itu merupakan bencana baginya. Seungwan bersyukur masih bisa hidup bernafas satu minggu lalu setelah makan malam bersama keluarga Yoongi. Seungwan pikir ia akan mati karena jantungnya terlalu lelah memompa dengan kapasitas berlebihan—jantungnya berdetak tidak normal sepanjang makan malam itu.

Seungwan masih ingat seringai mematikan Yoongi malam itu. Seringai yang sebenarnya sering Seungwan lihat dulu, tidak menakutkan baginya—dulu. Tapi sekarang semuanya tidak sama. Seungwan bukan lagi gadis tak tahu malu yang tergila-gila pada kakak kelasnya dan mengejarnya kemanapun ia berada.

Seungwan yang sekarang adalah Seungwan yang anggun. Seungwan yang cerdas, cekatan, punya pekerjaan bagus dan matang. Dewasa, penuh pengertian, dan juga, cantik dan rapi. Bukannya urakan seperti jaman kuliah dulu. Dengan semua daya tarik yang Seungwan punya saat ini, setidaknya Seungwan sudah menarik lebih kurang sepuluh pria yang serius ingin berkomitmen dengannya, mengajaknya berkencan atau bahkan, menikah. Jangan lupakan kesepuluh pria itu bukan pria sembarangan. Tampan, kaya raya dengan pekerjaan matang mereka. Dari teman satu pekerjaannya sendiri, Jung Hoseok, hingga teman baik bosnya, sesama CEO , Hwang Minhyun.

Seungwan tak tahu kapan tepatnya sifatnya berubah. Mungkin saat ia beranjak dewasa, mungkin saat lulus kuliah, atau mungkin sejak Yoongi pergi diluar jangkauannya. Seulgi yang merupakan teman terbaiknya bahkan kaget dengan perubahan dalam diri Seungwan. Seulgi sampai mengganti panggilan Seungwan menjadi Wendy, karena perubahan Seungwan. Nama yang saat ini lebih banyak orang-orang di sekitarnya tahu.

Seungwan sekarang lebih sensitive. Begitu kata Seulgi. Lebih lembut dan berperasaan. Seungwan lebih peduli pada orang lain, serta yang lebih penting, ia lebih peduli pada dirinya sendiri. Mungkin itulah mengapa Seungwan sekarang merasa ketakutan melihat seringai Yoongi minggu lalu.

“Onnie?” Yerim muncul diambang pintu, ia menatap Seungwan dengan khawatir.

Seungwan mendongak melihat Yerim, memaksakan sebuah senyuman, Seungwan menjawab, “Ya?”

“Are you okay?”

“Yes.” Kata Seungwan. “Ada apa?”

“Ada laporan yang harus kau kerjakan, tapi—sepertinya kau tidak baik-baik saja.” Kata Yerim berjalan mendekat, ia duduk di depan Seungwan lalu meletakan dua map hijau di meja.

“Aku baik-baik saja.” Kata Seungwan, ia hendak mengambil map itu, namun dicegah Yerim.

“Kau tidak tampak baik-baik saja.” Kata Yerim. “Wajahmu pucat, dan kau baru menengok kearahku setelah aku memanggilmu sepuluh kali.”

Seungwan mengerenyit. “Aku—hanya sedang tidak berkonsentrasi.”

“Dan kau sudah menghela nafas kurang lebih Sembilan puluh enam kali hari ini.” Lanjut Yerim. “Aku tidak bisa membiarkanmu mengerjakan laporan ini.”

Seungwan menggeleng. “Sungguh aku baik-baik saja.” Katanya.

“Tidak-tidak. Aku akan minta Joohyun onnie untuk mengerjakannya.” Tolak Yerim. Ia hendak beranjak dari tempatnya, namun ia berhenti di tempatnya. Tidak tahan dengan keadaan Seungwan hari ini, atau mungkin, sejak satu minggu ini.
“Onnie, kau tahu sebenarnya aku bisa meminta orang tuaku untuk meminjam sepuluh juta dollar untukmu.”

Seungwan merotasikan bola matanya. Tidak suka dengan topik ini. “Dan membuat mereka menderita karena dikejar-kejar oleh penagih hutang?? Itu sama saja aku menolak pernikahan ini. Memaksa orang tuaku untuk meminjam uang ke bank dan membuat mereka menderita dengan kejaran para penagih itu.” Seungwan bersungut. “Aku sudah menganggap orangtuamu, orangtuaku juga, ingat ‘kan Yerim?”

Yerim ganti menghela nafas. “Paling tidak kedua orang tuaku punya koneksi dengan orang dalam sana.” Ia memegang tangan Seungwan. “Aku tidak tahu bagaimana persisnya hubunganmu dengan Yoongi dulu, tapi aku tahu kau sangat menderita dengan pernikahan ini.”

Seungwan menggeleng berusaha kuat, cairan bening entah sejak kapan sudah menggantung di pelupuk matanya. “Aku baik-baik saja Yerim-ah. Tidak ada yang bisa menghentikan ini. Tidak juga dengan kedua orang tuamu. Bahkan kalaupun bisa, aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”

“Kurasa tabungan kita berlima akan menyentuh angka itu—”

Seungwan menggeleng hampir terbahak. “Aku tidak akan pernah membiarkan kalian melakukan itu. Okay? Jangan bertindak bodoh. Aku memang tidak baik-baik saja. Tapi keberadaan kalian berempat saat ini sudah sangat membantuku, okay?”

Yerim menghela nafas lagi. Ia akhirnya mengalah.

“Lagipula bukan aku yang menderita karena pernikahan ini.” Seungwan tersenyum tipis. “Tapi Yoongi.”

.

Seungwan merasa keempat sahabatnya berlebihan ketika mengatakan akan mengantar Seungwan ke rumah keluarga besar Yoongi bersama. Tapi dugaan Seungwan salah. Keempat temannya benar-benar membantunya dari rasa khawatir yang berlebihan. Membuat Seungwan melupakan segalanya. Benar-benar segalanya. Yerim menyiapkan makan siangnya, dan Joohyun mengerjakan laporannya.

“Jangan bertingkah aneh-aneh.” Pesan Seulgi pada Seungwan. Seungwan tersenyum tipis, ia melambaikan tangannya pada Sooyoung yang hendak pulang, baru saja ia membantu memperbaiki make up Seungwan.

“Aku tidak bisa bertingkah aneh-aneh lagi.” Sahut Seungwan, ia merapikan blazer hitam yang melekat di tubuhnya, lalu melemparkan kunci Hyundai Kona Electricnya kearah Seulgi. Keempat temannya lagi-lagi tidak mengijinkannya mengemudi sendiri.

“Aku tahu.” Balas Seulgi. “Tapi bisa saja ‘kan. Karena yang kita bicarakan adalah Min Yoongi.”

Mereka berdua berjalan menuju parkiran, berada di basement gedung berlantai 54 itu.

“Aku sudah tidak menyukainya.” Kata Seungwan.

“Kau tidak bisa berbohong padaku, Son Seungwan. Aku mengenalmu seperti telapak tanganku sendiri.” Seulgi berkata merotasikan bola matanya.

“Aku serius Kang Seulgi.” Kata Seungwan serius. “Aku bahkan ketakutan melihatnya lagi.”

“Itulah akar permasalahannya.” Seulgi menghela nafas. “kau jatuh semakin dalam padanya, Son Seungwan. Sekarang kau benar-benar jatuh. Kalau tidak kau bisa saja bertingkah lagi seperti dulu dan tidak memedulikan responnya. Tapi sekarang kau peduli.”

Seungwan hanya memberenggut mendengarkan Seulgi.

“Yang paling kutakutkan adalah, bagaimana besok Min Yoongi memperlakukanmu sebagai seorang istri. Dengan keadaanmu yang pasrah seperti ini, Son Seungwan, kau akan semakin menderita dibawah siksaannya. Dia tidak akan diam saja mengingat tingkahmu delapan tahun lalu. Dia akan menganggap pernikahan kalian adalah sebuah pembalasan dendam.”

Seungwan menegak salivanya dengan susah payah. “Lalu aku harus bagaimana?”

Seulgi melihat kearah Seungwan, “Jangan tunjukkan kelemahanmu.”

“Kelemahan?”

“Kelemahanmu adalah fakta bahwa kau telah benar-benar jatuh dalam hatinya. Jangan tunjukkan. Min Yoongi akan sangat senang dengan itu. Dia pasti senang kalau kau menderita. Dia akan semakin mempermainkanmu.”
.
.
.
Jantung Seungwan mulai berdetak tak normal lagi ketika mobilnya memasuki pelataran rumah keluarga besar Min. Seulgi menyerahkan kunci mobilnya, kemudian ia mengetikkan pesan pada Jimin untuk menjemputnya.

“Ingat pesanku, Seungwan.” Kata Seulgi mewanti-wanti.

Seungwan menelan salivanya dengan susah payah. Memandang pintu besar rumah keluarga Min layaknya pintu neraka. Dua orang asisten rumah tangga berada di ambang pintu siap menyambutnya.

“Pesan yang mana?” tanya Seungwan sama sekali lupa.

“Jangan tunjukkan kelemahanmu.” Kata Seulgi.

Seungwan menghela nafasnya begitu otomatis. “Ya.”

Keduanya keluar dari mobil, Seungwan melambaikan tangannya pada Seulgi yang keluar pagar. Menghela nafas beratnya sekali lagi, Seungwan memberanikan diri untuk masuk. Kedua asisten rumah tangga itu membimbing Seungwan untuk berjalan ke ruang makan.

Ada Nyonya Min yang sudah duduk di kursi makan. Seungwan tersenyum sesopan mungkin. Nyonya Min membalas senyum Seungwan dengan masam.

“Selamat sore.” Sapa Seungwan.

Nyonya Min hanya mengangguk. Ia mengedikkan dagunya ke kursi makan, mengode Seungwan untuk duduk.
Dua afeksi yang ditunjukkan Nyonya Min pada Seungwan tadi langsung membuat Seungwan down: ia sudah pernah bertemu Nyonya Min sebelumnya tetapi pada pertemuan terakhir mereka, Seungwan tidak sempat memperhatikan sikapnya terhadap Seungwan.

Lima menit dalam keheningan yang canggung, Seungwan melihat Tuan Min diujung tangga di lantai dua. Ia berjalan turun menuju ruang makan diikuti oleh anak laki-laki bungsunya, Min Yoongi.
Jantung Seungwan berdentum tak karuan lagi. Yoongi tampan seperti biasa: rambut hitamnya berantakan menutupi dahi, mata tajam, bibir tipis dan kulit pucat. Kemeja putih masih melekat di tubuhnya, jam tangan rolex melingkari pergelangan tangannya, serta sepatu kulit mengkilap sebagai alasnya. Seungwan menelan salivanya dengan gugup.

Mengingat kembali pesan Seulgi dalam kepalanya, ‘jangan tunjukkan kelemahanmu’. Tapi tatapan tajam Yoongi kearahnya membuyarkan pikirannya. Seungwan membuang wajahnya dan seketika nyalinya menciut. Merasa sakit hati hanya karena Yoongi tidak menyukai keberadaannya.

Yoongi mengambil duduk tepat di samping Seungwan, dan itu membuat Seungwan berkeringat dingin. Tuan Min mengambil tempat di tengah, sedangkan Nyonya Min di seberang Seungwan dan Yoongi.

Seungwan langsung disergap hawa tidak nyaman karena merasa sendirian disini. Nyonya Min tidak menyukainya, Tuan Min mengabaikannya dan bahkan Yoongi tidak menganggapnya ada.

“Apakah, seokjin-ssi akan datang makan bersama—“

“Dia ada di jeju.” Jawab Nyonya Min cepat.

Seungwan membulatkan bibirnya dengan kecewa. Mungkin hanya Seokjin satu-satunya orang di keluarga ini yang menerimanya dengan baik.

Tuan Min membuka makan malam itu. ia berbasa-basi menanyai pekerjaan Seungwan di kantornya dan kegiatannya di luar kantor. Nyonya Min tampak tidak menyukai semua hal yang keluar dari mulut Seungwan dan bahkan Yoongi tidak mendengarkannya bicara.

Mereka kemudian melanjutkan makan dalam diam. Hanya suara denting piring yang terdengar. Seungwan menelan masakan rumah yang enak itu dengan susah payah. Keadaan disekitarnya saat ini membuatnya tertekan sehingga selera makannya menurun. Demi sopan santun, ia tetap melahap makanan itu.

Satu hal yang menarik perhatian Seungwan segera setelah mereka mulai makan adalah cara Yoongi makan. Melahap semua makanan itu sampai tak tersisa. Menikmati semua yang dihidangkan di meja makan. Menunjukkan ekspresi puas dan juga, kebahagiaan terpampang di wajahnya.
Sebegitu besarkan efek semua hidangan ini bagi Yoongi?

Seungwan merasakan hatinya yang bergejolak hanya karena ekspresi Yoongi tadi: kecanduan untuk bisa melihat ekspresi itu lagi, perasaan ingin membuat Yoongi seperti itu lagi dan berambisi untuk menjadi alasan Yoongi berekspresi seperti itu lagi.

Hati Seungwan menghangat ketika melihat senyum mengembang di wajah Yoongi.
Bukankah Seungwan punya banyak kesempatan untuk membuat Yoongi sebahagia tadi? Seungwan membatin dalam hati. Ia akan menjadi seorang istri Min Yoongi dan ia punya banyak waktu untuk memasakan sesuatu untuk Yoongi. Atau, saat berjalannya waktu nanti, Seungwan bisa menemukan sesuatu yang lain yang bisa membuat Yoongi bahagia. Seungwan yakin bukan hanya ini saja yang membuat Yoongi bahagia. Banyak hal lain. Yang Seungwan tak tahu. Dan Seungwan punya banyak waktu. Untuk mencari kebahagiaan Yoongi. Untuk mendekati Yoongi. Untuk membahagiakan Yoongi.

Seungwan tahu hati Yoongi bagaikan sebuah balok es yang sangat sulit mencair. Tapi jika nanti Seungwan bersikap lembut dan mencintai Yoongi apa adanya, melakukan semuanya untuk Yoongi, membahagiakannya, bukankah nantinya Yoongi juga akan berbalik jatuh cinta pada Seungwan?

Seungwan yakin sekali.

Seungwan tersenyum diluar kesadarannya: dia tidak mendengarkan pesan Seulgi.
.

Ten Million DollarsOn viuen les histories. Descobreix ara