Part 3

1.5K 35 0
                                    

Valerya masih tenggelam dalam lamunannya. Dia masih mengingat jelas nasihat Daddy-nya tetapi tidak dapat mengingat alasan apa yang membuatnya hingga menangis histeris seperti itu. Mengingat itu membuat Valerya tanpa sadar meringis kecil mengingat kelakuannya pada saat itu.

Oh c'mon! Aku kan masih kecil wajar saja jika aku menangis seperti itu.

Gadis berusia 21 tahun itu masih sibuk berdebat dengan alam bawah sadarnya. Gadis bermata biru cerah itu masih tidak menyadari hawa orang yang berdiri dihadapannya.
Sosok itu geram akan sikap Valerya yang membuat dirinya seakan tidak nampak dihadapan Valerya. 

'Kesabaranku lama-lama bisa habis gara-gara anak ini! Bayangkan saja, sedetik yang lalu dia menangis sekarang malah melamun gak jelas. Aku yakin bahkan kalau ada gempa yang mengguncang tempat ini pada detik ini juga, dia tidak akan sadar,' batin orang itu kesal.

Siapa yang tidak kesal jika kehadirannya sampai sekarang masih tidak dihiraukan oleh orang dihadapannya ini. Tiba-tiba sebuah ide terlintas di benaknya.

Tak sabar untuk merealisasikan idenya itu, orang itu mulai merentangkan kedua tangannya ke depan. Tak lama terdengar suara Valerya mengumpat aksi yang dilakukan oleh sosok tersebut.

"Aww..aduh sakit, ini pipi bukan adonan roti. Aduh siapa sih yang cubit minta di tabok apa!" umpat Valerya dan matanya melotot ketika sadar siapa orang yang sedang mencubit kedua pipinya.

"Ehhh... Se-Serena? Se-sedang apa kau di sini?" tanya Valerya tergugu.

Entah mengapa firasatnya itu mengatakan kalau suasana hati sahabatnya itu sedang tidak baik.
Cubitan yang tadi dirasakannya  seolah lenyap. Umpatannya tadi pun  hilang bagai asap di udara setelah melihat tersangka yang mencubit dirinya.

Mendengar pertanyaan Valerya, Serena mendengus kesal. Bagaimana tidak? Valerya dengan polos nya bertanya hal itu kepadanya? Padahal Valerya lah yang meminta Serena datang.

Tidak mau ambil pusing memikirkan pertanyaan Valerya yang hanya akan menguras pikiran dan tenaganya, Serena langsung menarik kursi dihadapan Valerya dan duduk menyilangkan kedua kakinya.

Gadis berambut brunette bergelombang sebahu itu langsung mengambil kopi Valerya dan meminumnya. Valerya sontak melotot tidak terima melihat kopinya di minum oleh sahabatnya hingga
habis tak tersisa.

Ohh noo, my poor coffee.

Valerya meratapi cangkir kopi di hadapannya yang sudah habis akibat ulah Serena. Ingin marah pun tak bisa, sebab ia mengenal dengan jelas peringai sahabatnya itu. Mengambil semua yang diinginkannya, walaupun itu bukan miliknya.

Flashback on
"Kamu mau pesan apa, Nana?" tanya Valerya sambil melihat menu dihadapannya.

"Eumm... Aku mau crepes dengan ice cream vanilla, serta brownies dan oreo crumbles sebagai toppingnya!" jawab Serena.

"Kamu yakin? Bukannya tujuan kamu datang ke sini untuk memesan menu andalan mereka? Strawberry cheesecake dengan waffle coklat serta ice cream vanilla sebagai toppingnya?"  tanya Valerya bingung dengan sikap sahabatnya.

"Tidak! Aku mau yang tadi aku sebutkan saja"

Valerya hanya mengangguk mengiyakan dan berdiri untuk memesannya di kasir. Ketika pesanan mereka datang, Serena menukar pesananan mereka dan langsung memakannya.

"Nana, bukannya kamu sendiri yang bilang tidak mau memesan menu andalan mereka, kenapa sekarang kamu malah memakan pesananku??!" Pekik Valerya tidak terima makanannya di makan Serena.

"Tadi aku memang tidak tertarik tetapi setelah melihat pesananmu datang aku jadi tertarik untuk memakannya.  Lagian kamu bisa memesan lagi kan?"
Jawab Serena polos sambil melanjutkan makannya.

MINE (VALERYA MAXWELL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang