>> Part 1 (a)

355 64 45
                                    

"Manusia itu makhluk rakus. Sebaik apa pun taraf kehidupannya, akan selalu ada rasa tidak puas dalam hatinya. Terkadang, hal ini baik karena manusia harus memilikinya jika ingin terus berkembang. Namun, hal itu juga akan menjadi buruk, jika dibarengi dengan perbuatan yang merugikan orang lain."

::::

Pada dasarnya, bukan hanya penurunan kualitas sumber daya manusia yang menyebabkan Indonesia mengalami kemelaratan di awal tahun 2020 hingga 2025. Ada begitu banyak faktor lain yang menyebabkannya-hingga, ketika semua faktor itu terkumpul dan terjadi secara bersamaan, pemerintah tidak lagi bisa mengambil tindakan pemulihan untuk mengatasi semuanya.

Mulai dari intensitas bencana alam yang meningkat; bencana yang diakibatkan karena aktivitas gunung berapi yang tidak bisa dihentikan, hingga bencana yang diakibatkan oleh manusia itu sendiri; mulai dari banjir hingga kebakaran hutan. Hal-hal itulah yang membuat pemerintahan harus terus menerima kerugian atas rusaknya properti, hingga kehilangan sumber daya alam dan manusia yang potensial di tempat bencana tersebut.

Bukan hanya itu, keberadaan bubuk yang membuat penggunanya ketagihan dan kehilangan beban hidup sementara, tapi sebenarnya membunuh jiwa tersebut sedikit demi sedikit-benda yang sering disebut sebagai narkoba, keberadaannnya semakin banyak di tahun itu.

Polisi dibuat kewalahan untuk menangani penyeludupan narkoba, dari dalam maupun luar negeri. Bisnis perdagangan barang pembunuh itu semakin digemari berkat keuntungan bagi pengedar yang tidak sedikit, kendati ada konsekuensi besar yang menghadang. Dan bodohnya lagi--entah mengapa--ada saja orang-orang yang mengabaikan efek psikis dan fisik yang diakibatkan barang itu, dan terus saja membelinya meski tidak memiliki banyak uang.

Mereka membeli kematian mereka sendiri dengan harga mahal, di saat orang lain sedang mencoba bertahan hidup dengan mengais uang receh di jalanan.

Ada juga para oknum kaum berdasi; mulai dari para pejabat yang korup-orang-orang yang sebenarnya sudah diberi kepercayaan untuk mengubah, atau paling tidak memperbaiki Indonesia sedikit demi sedikit, yang ternyata malah memanfaatkan posisinya untuk membangun surganya sendiri--sampai para pemilik perusahaan besar yang mengeruk semua sumber daya alam dan manusia milik Indonesia, lalu membodohi orang-orangnya, hingga dapat membayar sangat murah untuk semua yang mereka dapatkan.

Merekalah para tikus rakus yang masih bisa tersenyum, meski rakyat yang ada di sekitarnya sudah meronta, kelaparan karena beberapa hari belum bisa mendapatkan sesuap nasi.

Ditambah lagi dengan keberadaan internet yang memberi kemudahan bagi anak muda di awal penggunaanya, tapi sebenarnya menghipnotis mereka sedikit demi sedikit, hingga mereka lalai dan melupakan tujuan hidup individual dan nasional.

Mengedepankan kesenangan sementara; hari demi hari terus tersenyum di atas kasur dengan mata tertuju pada layar ponsel juga laptop, melakukan hal-hal yang sebenarnya akan membuat mereka hancur di masa depan; berkat rasa 'malas' dan 'menunda' yang dibisikkan oleh teknologi tersebut.

Keberadaan game online yang membuat kebanyakan dari mereka lupa belajar, keberadaan sosial media yang membuat mereka tidak lagi memiliki rasa sosial, yang membuat sisi kemanusiaan mereka terkikis sedikit demi sedikit-hingga, di saat semuanya menjadi buruk, sulit untuk mengumpulkan para aktivis yang masih memikirkan orang di sekitarnya, bukannya benda persegi panjang yang dua puluh empat jam mereka pegang.

Semua itu mencapai klimaksnya di lima tahun masa penderitaan Indonesia. Tahun 2025.

Berkat Si Kaya yang mulai takut menjadi miskin hingga terus mengeruk kekayaan di sekitarnya; menghalalkan semua cara demi mendapatkannya, bahkan tidak perlu berpikir dua kali untuk menggunakan cara tidak manusiawi dalam prosesnya, membuat keadaan Si Miskin semakin menderita setiap harinya. Kelaparan dan tertindas karena hukum tidak lagi bisa melindungi mereka, berkat oknum penjalan hukum yang telah gelap mata oleh harta suap.

SAY NO! Where stories live. Discover now