11 : Sidang Nadila

8.7K 698 10
                                    

Aku siapin cerita untuk Viona, tapi ragu ada yang mau baca. 😅

Hari ini tak ada jadwal kerja di luar kantor. Khanza merapikan berkas di atas meja sebelum pergi untuk makan siang. Ia sudah punya janji bersama Nadila, di restoran yang tidak jauh dari kantor.

Sebenarnya bukan janji, Khanza yang meminta untuk bertemu dengan setengah memaksa. Alasannya untuk menyuruh Nadila menghapus fotonya di akun pribadi perempuan itu karena ia tak tahan menjadi bahan gosip.

"Za," panggil seseorang.

Khanza mengangkat pandangan dari berkas, menuju seseorang di depan mejanya. Pupil mata seketika melebar, seseorang yang tidak harus bertemu dengannya di kantor, kini tengah berdiri dengan santai serta senyum menggantung di bibir.

"Dhan," sahutnya, seketika tubuh menjadi kaku, mata melirik ke kiri dan ke kanan.

"Kok, kayak ngelihat hantu?" Lelaki itu mengerutkan kening.

"Hah?" Khanza tersadar, ia merubah ekspresinya menjadi lebih santai. "Kamu, kok, di sini?"

Dhan bergumam sebelum menjawab, lelaki itu seperti biasa terlihat mengagumkan di mata Khanza. Entah pesona apa yang ditebarkan Dhan, ia pun malu untuk bertanya. Sama saja menjatuhkan diri ke jurang.

"Anggap aja lagi survei lokasi," jawab lelaki itu.

Jelas ia langsung mengerutkan kening karena tak mengerti. "Maksudnya?"

Dhan terkekeh. "Lupakan. Makan siang, yuk?"

"Ah ... aku udah punya janji sama Nadila. Kalau kamu mau ikut, ayo."

Setelah mengucapkan itu, mata Khanza mengikuti langkah seseorang yang kini tersenyum kepadanya. Wanita itu baru saja keluar dari ruangan Kenan.

"Ehem." Asni berdeham. "Kata bos, kamu boleh istirahat," ucap wanita itu yang sebenarnya tak perlu karena saat ini memang jam istirahat. "Mas Rafa, apa kabar?"

"Eh ...." Lelaki itu terlihat tak nyaman disapa seperti itu. "Baik," jawab Dhan.

"Mau pergi berdua?" Asni menatap Dhan dan Khanza secara bergantian, yang ditanya mengangguk bersamaan. "Cepat kalau gitu. Entar waktu istirahat keburu selesai," tambahnya.

"Iya, Ce. Ini udah mau pergi." Khanza meraih tasnya. "Ayo, Dhan."

Lelaki itu mengangguk. "Pergi dulu, Ce," pamitnya kepada Asni.

"Iya, hati-hati di jalan."

Keduanya melangkah meninggalkan meja kerja Khanza. Di depan ruangan Kenan, Dhan berhenti lalu membuka pintu ruang kerja pemimpin perusahaan. Kelakuan lelaki itu menimbulkan kerutan di dahi Khanza, tetapi ia tak protes dan memilih menunggu.

Dhan hanya membuka setengah pintu tersebut. "Ayah, aku makan siang dulu. Nanti balik lagi," ucapnya pada pria yang ada di dalam sana.

Melihat itu Khanza hanya membulatkan bibirnya. Ia pikir Dhan punya urusan penting bersama sang atasan, ternyata hanya untuk pamit. Selang beberapa detik, lelaki itu menutup pintu lalu mengangguk kepadanya, mengisyaratkan untuk melanjutkan perjalanan.

"Kamu sering jalan sama Nadila?" tanya Dhan.

"Nggak sering juga, tapi kalau sama-sama punya waktu, pasti kita jalan."

Lelaki itu membulatkan bibir. "Jangan terlalu dekat sama dia. Entar ikutan gila," ucapnya ketika memasuki lift.

Khanza tertawa kecil. Ia sudah biasa dengan kata gila yang ditujukan untuk Nadila. Dhan sangat dekat dengan perempuan itu, bahkan jika Leon mengizinkan sekarang mereka adalah saudara sepupu, meskipun tidak sedarah.

Dear Kamu, Asisten Ayahku #3 (END) ✓Onde histórias criam vida. Descubra agora