32 : Camer

7.1K 588 38
                                    

Pembaca lama pasti ngeluh, "Kok ini di-posting lagi, bikin ribut notifikasi." 😅

Tapi sebenarnya, Author sering repost karena menghindari pembeli ebook bajakan. Karena kebanyakan mereka yang beli ebook bajakan, adalah yang nggak bisa baca full di wattpad. Maka dari itu, setelah end, aku hapus sebagian, kemudian aku repost 2 bulan kemudian atau 3 bulan.

Jadi, yang ketinggalan baca sampai end, gak perlu khawatir karena aku sering repost.

"Kenapa nggak dibiarin full di wattpad?"

Nggak bisa, wattpad nggak aman bagi cerita yang udah end dan full tanpa ada part yg dihapus. Kebanyakan mereka yang nggak tahu sopan santun, dengan mudahnya meng-copas cerita kami. Mereka nggak tahu seberapa besar usaha kami untuk menyelesaikan satu cerita.

Ketika ditanya, mereka dengan polosnya ngomong, "Maaf, Kak, aku nggak tahu kalau copas cerita itu nggak boleh."

😑 Dan kebanyakan dari mereka adalah anak di bawah umur.

Sekian dari saya, Happy reading.

---

"Hhmm ...," sahut uminya, "ke kamar, sana. Ini urusan Umi."

Ia segera angkat kaki dari tempat tersebut, masuk kamar tanpa menutup pintu karena itu akan membuatnya tak mendengarkan percakapan mereka. Khanza berdiri di dekat pintu, dari tempatnya terlihat punggung sang umi yang bersandar tegas. Ia tak tahu tatapan seperti apa yang diberikan wanita itu kepada Dhan.

"Jadi, kita mulai saja," ucap Alfiah membuat Khanza melangkah semakin mendekat dan mempertajam pendengaran. "Za, tutup pintu kamarmu!"

Baiklah, ia ketahuan. Khanza mengikuti saja perintah itu, menutup pintu dan bersandar di sana. Tak ada yang terdengar, membuatnya mati penasaran di kamar tersebut.

Dering ponsel menghentikan niatnya yang ingin kembali mencuri dengar. Khanza mengangkat panggilan tersebut yang berasal dari sang kakak. Terbesit ide di kepala agar uminya tak bisa berlama-lama mengintrogasi Dhan.

Bukannya ia tak ingin wanita itu mencari tahu tentang Dhan, hanya saja ia sedang mencegah omongan nakal uminya yang mungkin akan membanding-bandingkan lelaki itu dengan Akbar yang tak tahu apa-apa.

"Assalamualaiku, Za."

"Wa alaikumsalam, Kak. Ada apa?" tanyanya, berjalan ke arah kasur dan duduk di sana.

"Umi sampai kapan di Jakarta, Za?"

"Nggak tahu, emangnya kenapa?" Mengerutkan kening karena sedikit heran dengan pertanyaan itu, biasanya sang kakak tak pernah bertanya begitu, meskipun Alfiah sudah seminggu di Jakarta.

"Kakak takut umi keterlaluan sama Dhan," jawab Andra di ujung sambungan.

"Telat, umi lagi ngobrol sama Dhan di luar, aku nggak boleh ikut campur." Khanza berbaring, menatap langit-langit kamar. Rasa cemas kembali menghampiri.

"Tapi, kamu udah ingetin umi buat nggak bahas Akbar, 'kan?"

"Udah, Kak. Cuma ... nggak tahu umi denger atau enggak."

Dear Kamu, Asisten Ayahku #3 (END) ✓Where stories live. Discover now