20 : Karena Ayah

8.1K 571 11
                                    

Pict hanya pemanis.

Pict hanya pemanis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading

Perempuan itu sedang sibuk memilih jam tangan di rak berkaca. Dhan yang tak tahu selera kaum Hawa, hanya memerhatikan, sembari mendengarkan pernyataan karyawan toko yang sedang mempromosikan jualan.

"Yang ini Dhan?" tanya Khanza meminta pendapat.

"Menurut kamu?"

Perempuan itu mengulum senyum. "Kok, menurut aku?"

"Ya ...." Ia ragu mengatakannya. "Aku susah kalau soal menilai."

Khanza hanya tersenyum kecil, seperti memaklumi sikapnya sekarang. "Ya udah, Mbak. Yang ini aja." Memberikan jam itu kepada karyawan toko.

"Kamu enggak?" Dhan menanyakan itu sembari melihat jam tangan yang berjejer di balik kaca. "Ini, warna pink. Cocok sama baju kamu," katanya, sembari menunjuk jam yang ia maksud.

Seseorang yang ditawarkan tak memberikan respons, perempuan itu hanya menatapnya seolah bertanya. Situasi ini tidak akan sampai akhir jika Dhan tak mengambil inisiatif untuk mengakhirinya tanpa meminta pendapat.

"Mbak, yang ini juga," katanya. "Kalau untuk cewek di sebelah saya, cocok nggak, Mbak?"

Karyawan yang ia tanyakan tersenyum geli sebelum menjawab, "Cocok, sesuai karakter mbaknya yang kelihatan lembut."

"Ya udah, saya ambil yang ini," putusnya, setelah mengatakan itu, ia menoleh ke arah Khanza yang sepertinya tak ingin memberikan komentar. "Kamu ... nggak suka?"

Khanza mengulum senyum. "Makasih," ujarnya.

Dhan tersenyum lega. "Kirain kamu nggak suka."

Di hari pertama kerja, Dhan harus makan siang di luar kantor berkat permintaan ayahnya. Ia tak menolak atau memberikan protes, akan lain cerita jika ia tak diikut sertakan dan Khanza sendirian pergi memilihkan hadiah untuk bundanya.

Sungguh, lelaki macam apa dirinya yang membuat perempuan itu repot sendiri. Padahal, seharusnya ini adalah tugasnya bersama sang ayah.

"Oh ya, Za. Jangan lupa Sabtu depan," ucap Dhan. Sedikit grogi ketika mengingatkan perempuan itu pada janji yang mereka buat.

"Iya, aku ingat, kok." Khanza menjawab.

"Mari, Mbak, Mas. Pembayaran langsung ke kasir." Karyawan itu mengintruksi untuk ikut ke tempat pembayaran.

Dengan anggukan, ia mengajak Khanza untuk menuju kasir. Setelah melakukan pembayaran, mereka keluar dari toko tersebut.

Masih ada lima belas menit sebelum istirahat selesai. Tentu saja waktu sesingkat itu tak cukup untuk sampai ke kantor tanpa terlambat. Mereka sudah mengisinya dengan makan siang, berkeliling mencari hadiah, sampai akhirnya berakhir di toko jam tangan untuk hadiah yang keempat. Tentu saja, waktu satu jam tiga puluh menit, tidak akan cukup.

Dear Kamu, Asisten Ayahku #3 (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang