Bagian 5

110 51 11
                                    

Keegosian yang menutupi diri ini

--------------------

Bunyi decitan antara gesekan sepatu dengan lantai terdengar sangat nyaring di dalam gedung olahraga tempat latihan regu futsal althaf dan teman-temannya.

Semangat terus berkobar di dalam jiwa mereka seolah tak ada kata lelah di dalam kamus mereka. Memang sulit di hindari jika sudah hobi, apapun yang di senangi pasti terus di geluti.

Seperti saat ini, meskipun alam sudah menampakkan senja mereka masih berlatih mengasah kemampuan masing-masing diri, padahal sudah hampir lebih dari 2 jam mereka disini.

Hanya kehausan yang menjeda mereka di sela-sela latihan. Seperti sekarang, althaf berlari menjauhi lapangan untuk menghampiri tasnya yang terletak di pinggir lapangan. Ia meraih botol minum meneguknya tak rapih, baru setengah air yang ia minum suara getaran ponsel di dalam tas menghentikannya.

Arggghh... Iya althaf lupa jika ia belum membuka ponsel sejak pulang dari rumah lalula untuk mengantarkan satu kantung plastik berisikan bubur dan obat flu untuk ailve.

Althaf mengambil handphone di dalam tasnya lalu membukanya nama 'mama' yang tertera disana segera althaf mengangkat panggilan mamanya itu.

"Hallo ma" pembuka althaf sopan.

"Hallo A"  jawab mama dari seberang telepon "Kamu masih dimana? Ini udah mau gelap!" sambungnya dengan nada khawatir.

"Masih di gor ma, bentar lagi juga
pulang" jawab althaf mengobati rasa khawatir mamanya.

"Yaudah, jangan kemaleman ya, jangan lupa makan juga" pesan mama.

"Iya ma" jawab althaf sembari menjauhkan ponsel dari telinganya menunggu mamanya yang mematikan telepon.

"Satu lagi!" pinta mamanya membuat althaf mendekatkan kembali ponsel ketelinganya.

"Apa ma?" kebiasaan mamanya althaf ini, selalu satu lagi-satu lagi.

"Beliin martabak yang biasa mama beli ya A" pinta mamanya dengan suara riang, althaf menghembuskan nafas pelan.

"Iya ma" althaf nurut aja daripada nyonya besar murka.

"Oke deh, mama tunggu, hati-hati pulangnya" pesan mamanya lagi kental dengan ciri keibuannya.

"Iya mama, udah ya?!" althaf mengakhiri percakapan.

"Iya sayang" jawab mama althaf lalu menutup panggilan.

Althaf memejamkan mata seraya menurunkan tangannya. Tidak mengerti dengan mamanya ini yang terlalu protektif pada anak-anaknya. Meskipun begitu althaf dan kedua saudaranya sangat menyayangi mamanya.

"Iya sayang jangan lupa minta maaf sama ive nya," sontak althaf membuka matanya lebar-lebar ketika mendengar ada yang berbicara seperti itu serta di susul tawa yang lainnya.

Althaf membalikkan tubuh, cukup terkejut melihat teman-temannya sudah meninggalkan lapangan dan duduk selonjoran dibelakangnya.

Sejak kapan mereka menyusulnya?!

Althaf mendelik tajam pada baga yang tepat berada di belakangnya. Althaf kenal dengan suara yang tadi berbicara eumm lebih tepatnya mengejeknya dengan suara yang dibuat-buat seperti ibu-ibu.

"Iya ma, ini AA juga lagi berusaha kok" timpal migo sama seperti baga suaranya dibuat-buat seperti althaf menjawab pertanyaan mamanya dan itu membuat tawa yang lainnya semakin menjadi-jadi.

ALTEONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang