Bagian 16

18 7 5
                                    

------------------

Pagi ini baga, migo, davlin dan juga arfan sepakat untuk mampir terlebih dahulu ke wrp, alias tempat ngopi milik bang iponk sebelum berangkat ke tempat untuk memenuhi kewajiban alias menimba ilmu.

Keempat lelaki berseragam SMA itu sudah berkumpul sekitar 10 menit yang lalu. Hanya althaf saja yang belum, meskipun begitu keempatnya masih bersabar untuk menunggu.

Tak lama lelaki yang di tunggu itu pun datang seraya membanting tas nya di atas meja yang sudah di duduki oleh teman-temannya.

Merasa ada yang tidak beres, baga menyahut "Kusut bener lo" sambutnya melihat kedatangan althaf yang kurang berkenan.

Althaf mengacuhkan sambutan baga, wajahnya yang semberawut menjadikannya enggan untuk banyak komentar. Althaf duduk di samping davlin. Meja berbentuk kotak itu penuh, di kelilingi oleh kelimanya bahkan hingga melebihi porsi yang seharusnya 4 orang. Itu pun migo menarik bangku di meja sebelahnya.

Dari awal memang salah baga yang memilih tempat duduk di bagian dekat meja bar. Biasanya mereka mengambil di sebelah pojok kanan yang disuguhkan dua sofa berhadapan dengan porsi 8 orang.

Café berlabel tempat ngopi ini sudah lama menjadi tempat nongkrong althaf dan teman-temannya. Buka selama 24 jam, menjadi tempat alternatif bagi setiap orang yang mengharuskan beraktifitas pukul berapa pun. Misal, karyawan kantor yang bekerja lembur dan malas mengerjakan di rumah, tempat ini bisa dijadikan andalan. Juga mahasiswa, sekalipun pelajar yang hendak mengerjakan tugas di luar, café ini bisa dijadikan solusinya.

Di tambah lagi letaknya yang strategis dan hanya berjarak sekitar 500 meter dari SMA Stagar, membuat tempat ini banyak di kunjungi. Soal makanan tidak perlu di bahas, apalagi soal harga, sang pemilik, bang ipan (sering di panggil iponk) ini sangat mengerti isi dompet pelajar.

So, tidak perlu khawatir ketika datang ke wrp.

Setelah duduk, althaf merogoh kantong celana seragamnya lalu mengeluarkan satu bungkus rokok tak luput dengan pematiknya. Dengan bringas lelaki itu membuka bungkus rokok yang sepertinya baru di beli dan mengerluarkan satu batang, menjepitnya di antara bibir.

Ketika satu langkah lagi rokok itu akan berhasil ia hirup. Davlin menurunkan tangan althaf yang hendak menyalakan pematik "Yakin lo mau nyebat pagi buta begini?" althaf menatap tajam davlin.

Tapi kelamaan sorot mata althaf meneduh yang berakhir dengan kesadarannya yang mulai penuh. Lelaki dengan rambut sedikit tidak rapih itu baru saja tersadar, bahwa dirinya hendak melakukan tindakan yang biasanya hanya ia lakukan ketika benar-benar stress.

Davlin mendelik "Ada masalah apa lo?" tanyanya. Althaf menyimpan kembali batang rokok yang ada dibibirnya seraya menggeleng lemah.

Dirinya baru saja akan melakukan kebiasaan itu lagi ketika sedang stress. Benarkah althaf sedang stress? Sebab apa? Mungkin karena perdebatan semalam dengan ailve?

Lelaki yang terkenal dengan kebersihan namanya di buku kasus itu sebenarnya tidak benar-benar murid yang baik seperti yang dikenal guru-guru disekolahnya, tidak juga anak yang benar-benar penurut di kalangan keluarganya.

Althaf juga hanya manusia biasa, yang tak luput dari kesalahan, yang tak akan melakukan pelampiasan ketika tidak bisa mengendalikan emosi, sekalipun tindakan bodoh yang akan dilakukannya.

Hanya saja ia bisa menempatkan diri, dimana ia harus menunjukkan emosinya, melampiaskan kekesalannya, melakukan tindakan bodohnya untuk menjaga nama baiknya. Tetapi, itu semua tidak berlaku ketika di depan ailve.

Lalu apa yang dilakukannya kali ini? Lelaki berseragam SMA itu nyaris ceroboh menjaga nama baiknya. Pagi ini, di café ini, dekat sekolah, althaf akan merokok. Bagaimana jika guru ada yang lihat? Bagaimana jika bau rokoknya itu ikut menempel ke sekolah hingga tercium oleh guru?

ALTEONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang