MINERVO 24 : Kalian Sangat Berharga

479 45 14
                                    

Saat Nico membuka pintu rumahnya, dia disambut dengan keheningan dari ruangan yang kosong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat Nico membuka pintu rumahnya, dia disambut dengan keheningan dari ruangan yang kosong. Benar-benar kosong--tanpa ada perabotan apa pun di dalamnya. Hanya ada sebuah karpet putih yang melebar di lantai dan sebuah plastik hitam yang tergolek di pojok ruangan. Selain itu, tidak ada apa-apa lagi. Dan rumahnya pun hanya ada dua ruangan saja, satu kamar utama, satunya lagi kamar mandi. Dan jika dilihat dari luar, penampilan rumah Nico sangat kecil dan mungil, tapi sangat bersih, karena halaman rumahnya tidak terlalu ditumpuki oleh salju, sedangkan halaman rumah-rumah tetangganya malah tertumpuk banyak salju.

Alasan mengapa halaman rumahnya tidak ditimbun banyak salju, mungkin karena Nico rajin membersihkan salju-salju yang menumpuk di depan rumahnya, yang membuat penampilan rumahnya jadi tampak apik dan bening, walau bentuk rumahnya sangat kecil.

Kini, Nico sedang duduk di lantai di kamar utama sambil melunjurkan kedua kakinya, kemudian, dia mengambil kantong plastik berwarna hitam yang tergolek di pojok ruangan, dan ketika dia mengeluarkan sesuatu yang ada di dalamnya, ternyata isi dari plastiknya adalah tiga buah baju lengan panjang yang warnanya putih, celana panjang yang warnanya juga putih, dan sebuah selimut tebal warna putih yang berbulu halus. Padahal masih pukul sepuluh pagi, tapi Nico sudah siap-siap untuk membaringkan badannya di atas karpet, lalu, pakaian yang sudah ia lipat dengan rapi, ia jadikan sebagai bantal. Nico tersenyum tipis saat badannya sudah terbaring di lantai, lalu tangannya menarik selimut itu untuk menutupi seluruh tubuhnya.

Ketika kepala Nico sudah masuk ke dalam selimut, bukannya terlelap tidur, lelaki itu malah tetap membuka matanya lebar-lebar, menikmati kegelapan di dalam sebuah selimut sambil bergumam sendirian di sana.

"Aku ingin punya teman, tapi aku benci manusia. Aku ingin punya sahabat, tapi aku benci manusia. Aku ingin punya kawan, tapi aku benci manusia. Aku benar-benar kesepian, tapi aku tidak butuh manusia."

Saat mengatakan itu, suara Nico benar-benar terdengar sangat lembut, lalu ia terkekeh kecil, menertawakan dirinya sendiri yang  labil. "Sejak kapan aku jadi aneh begini, menyedihkan. Tapi... entahlah, aku rasa otakku jadi rusak setelah bertemu dengan empat berandalan itu," Nico menghela napasnya. "Tapi sungguh, aku tidak habis pikir, mengapa mereka tiba-tiba muncul di perpustakaan, dan mengapa salah satu dari mereka mengetahui nama lahirku. Aneh sekali. Sebenarnya siapa mereka? Apa tujuan mereka mendatangiku? Seingatku si rambut hitam bilang sesuatu tentang 'pahlawan'? Apa aku salah dengar? Tapi aku tidak peduli, sih. Tidak ada gunanya juga memikirkan orang-orang tolol seperti mereka. Buang-buang waktu."

Secara tidak sadar, kelopak mata Nico meredup saat merenungkan hal tersebut sampai akhirnya matanya tertutup total. Namun,

Blar!

Sebuah suara ledakan tiba-tiba terdengar di dekatnya, membuat Nico membuka matanya kembali dan langsung keluar dari pelukan selimut. Betapa kagetnya Nico saat melihat pintu rumahnya telah hancur berkeping-keping jadi remahan papan-papan kecil yang gosong. Kepulan asap masuk ke dalam ruangannya, membuat Nico jadi terbatuk-batuk, hingga akhirnya, kedua matanya mendapati sebuah siluet manusia yang sedang berdiri di depan rumahnya, dan jika diamati lebih teliti, tubuh dari siluet itu sangat pendek dan sepertinya itu adalah tubuh dari seorang gadis karena rambutnya lebat.

MINERVOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang