MINERVO 149 : Air Matamu Masih Menetes

263 29 10
                                    

Kini, Istana Kepresidenan Madelta sedang dilalap api, kobarannya berkibar sangat besar dan tinggi, menciptakan kepulan asap hitam yang menyebar ke segala arah di Geranium

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kini, Istana Kepresidenan Madelta sedang dilalap api, kobarannya berkibar sangat besar dan tinggi, menciptakan kepulan asap hitam yang menyebar ke segala arah di Geranium. Jutaan orang yang hadir di sekitar istana bergemuruh, mereka bersorak-sorai kegirangan, gembira menyaksikan Markas Iblis telah dihancurkan.

Hawa panas dari api yang bergejolak membuat setiap orang semakin bersemangat untuk terus melanjutkan aksi anarkis di sekitar Istana Presiden, reporter-reporter televisi yang meliput kejadian itu jadi kesulitan untuk melakukan pekerjaannya karena kerusuhan warga yang sangat gaduh.

Bukan hanya di daratan saja, bahkan langit dan laut pun ikut menggila. Helikopter-helikopter yang dihuni oleh para penduduk Kota Luna beterbangan, berputar-berputar di atas Istana Presiden dengan meluncurkan ratusan kembang api ke arah atap bangunan tersebut, sehingga menciptakan ledakan-ledakan membahana yang sangat menakutkan. Begitu juga dengan lautan, kapal-kapal besar yang diduduki oleh warga Kota Barasta, sengaja menjatuhkan beberapa bom kecil ke dasar laut untuk membuat dentuman-dentuman mengerikan di tengah perairan Geranium, membuat seisi Ibukota kaget mendengar suara-suara tersebut.

Itu adalah teror yang sangat menyeramkan.

"Mereka membakarnya!" Veronica, yang sedang terkapar di aspal jalanan Geranium, merintih kesal saat melihat kobaran api menyelimuti bangunan putih jauh di depan sana.

Perempuan botak itu tampak marah, dia jengkel pada masyarakat dan juga dirinya sendiri yang malah tergelincir di tengah jalan, membuat pergerakannya jadi terhenti, padahal dia sedang sangat buru-buru. Dengan napas tersengal-sengal, Veronica berusaha membangunkan kembali tubuhnya untuk berdiri, meski pergelangan kakinya terasa nyeri.

"Veronica, jangan memaksakan diri," Koko yang juga ikut terguling saat Veronica jatuh, terlihat khawatir pada kondisi perempuan itu yang kakinya sedang terluka. Lelaki cantik itu pun cepat-cepat bangun dan menghampiri Veronica. "Kau tidak perlu berlari lagi..., biar aku saja yang menggendongmu. Aku akan berusaha, karena aku juga...," Koko tersenyum getir. "... seorang pahlawan."

"Dan kau mau berlari sambil menggendongku dengan gaun besar seperti itu?" Veronica menghela napasnya, berusaha menahan kekesalannya. "Tidak usah, aku masih bisa berlari. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku. Tapi kali ini kau harus jalan sendiri, karena aku tidak mampu menggendongmu lagi, Yankoko."

Tidak tega melihat Veronica memaksakan diri, Koko tiba-tiba menarik dan merobek gaunnya hingga terpotong jadi sangat minim, membuat paha mulusnya terpampang dengan jelas. Bukan cuma itu, lelaki cantik itu juga mengikat rambut panjangnya dengan gaya ekor kuda, agar helaian ungunya tidak mengganggu penglihatannya.

"Yankoko!" Veronica sangat kaget saat melihatnya. "Mengapa kau merobek gaunmu segala!? Dan apa ini? Kau juga mengikat rambut panjangmu!? Sebenarnya kau mau apa!?"

Tanpa kesepakatan, Koko langsung mendekati Veronica dan mengangkat tubuh perempuan botak itu dengan sekuat tenaga. "Maaf, Veronica. Aku juga tidak mengerti mengapa aku melakukan ini, tapi entah kenapa,...," Setelah badan Veronica ada di dua tangannya, Koko langsung berusaha melangkahkan kakinya secepat mungkin. "... aku harus melakukannya!"

MINERVOWhere stories live. Discover now