[6]Kolam Bola

35K 1.6K 21
                                    

Aku sudah menutup mataku bersiap jika memang aku harus menerima tamparan. Tapi sampai beberapa lama aku memejamkan mata, aku tidak merasakan sakit di wajahku. Aku membuka mata dan melihat punggung yang aku kenali-- Raga-- aku melihatnya mencekal tangan Kesya yang sudah terangkat ingin menamparku.

"Lo ngga berhak buat sakitin Ginan, harusnya lo berterima kasih sama Ginan karna kasih lo buku itu. Dengan buku itu lo bisa perbaiki nilai matematika ancur lo." Aku bisa melihat wajah Kesya seperti sudah akan meledak, tapi tanpa aba-aba Raga menggandeng tanganku dan menarikku menuju pintu keluar yang diikuti Via di belakangku.

Disepanjang perjalanan pulang tak ada yang membuka suara. Kami hanya diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing, aku menghela napas saat kembali teringat ucapan Rio padaku. Apakah aku se memalukan itu, hingga orang yang mengatakan cinta padaku pun tak mengakuiku sebagai kekasihnya.

Tak terasa kini mobil ini sudah berada di depan gang masuk rumahku. Aku melirik Raga yang berada di sampingku, ia tak menoleh sedikitpun kearahku. Apakah dia marah? Tapi kenapa? Aku bisa melihat wajah Raga menegang seperti menahan kemarahan. Aku berbalik menatap tempat duduk belakang sudah kosong, sepertinya Via sudah keluar terlebih dahulu.

"Ga, kamu ngga papa? Kamu kok kaya lagi marah gitu?" Tanyaku penasaran kenapa Raga terlihat menahan kemarahan. "Gue ngga papa, mending lo turun ini udah malem besok kita harus sekolah. Jangan banyak ngalamun cepet tidur."

Aku hanya mengangguk dan keluar dari mobil itu. Setelah aku keluar Raga langsung melajukan mobilnya, sepertinya akan dia bawa ke bengkel karna itu mobil pelanggan.

🍁🍁🍁

Hari ini aku jalani seperti biasanya tanpa ada yang istimewa, bedanya hanya Raga tidak berbicara kepadaku. Saat tadi siang di kantin Raga tak membuka suaranya, entah apa yang terjadi kepadanya sehingga jadi pendiam seperti itu.

Kini aku sedang berjalan ke taman belakang sekolah, tempat biasa aku dan Rio bertemu. Dia tadi memberiku pesan untuk menemuinya setelah pulang sekolah. Sehingga aku harus berbohong pada Via, aku mengatakan kalau tugas yang harus aku selesaikan di perpustakaan dan menyuruhnya untuk pulang dengan Raga. Karena tidak mungkin aku membiarkan Via naik kendaraan umum sendirian, dia pasti akan kebingungan karena belum terbiasa.

Sekarang aku sudah dapat melihat punggung tegap milik kekasihku itu. Ia sepertinya sedang menerima telephone, tak ingin mengganggunya aku menghentikan langkahku. Tapi yang terjadi sesuai dugaanku, ia pergi meninggalkanku tanpa menoleh untuk mengetahui apakah aku datang atau tidak. Ditinggal seperti ini oleh Rio memang sudah biasa, tapi rasanya masih sakit sekali.

Aku berbalik arah dan menuju gerbang sekolah, aku terus melangkahkan kakiku hingga berhenti di halte bis tujuanku. Aku hanya memandang kosong jalanan padat di hadapanku. Sebenarnya aku sering bertanya-tanya apakah Rio benar-benar mencintaiku? Dia yang tiba-tiba menyatakan perasaanya padaku. Membuatku ragu kalau ia hanya mempermainkanku, tapi aku tulus mencintainya walaupun Rio tak mengakuiku di depan umum asalkan dia benar-benar mencintaiku. Itu sudah cukup untuk aku memperjuangkan cintaku dan diriku agar tetap berada di sampingnya.

"Woy! Ngalamun aja cepet naik." Suara bentakan itu menyadarkanku dari lamunanku, aku menolehkan kepalaku dan ternyata bis yang ku tunggu sudah datang bersama orang yang ku kenali--Gion-- berada di pintu masuk dengan wajah tengilnya. Aku segera beranjak dari duduku dan naik ke dalam bis.

"Eh lo kenapa? Kok ngalamun?" Pertanyaan itu langsung menyambutku saat baru saja duduk di kursi penumpang bersebelahan dengan Gion. Aku pun hanya menggeleng dan tersenyum menandakan aku baik-baik saja.

I'am a Secret Girlfriend (END)TERBITWhere stories live. Discover now