iii

1.9K 232 5
                                    

God bless Park Joy. Gadis berperawakan tinggi yang terkenal dengan senyum cerah itu sangat membantuku menemukan Irene. Tidak banyak orang yang tahu, tapi Joy adalah sepupu dekat Irene. Seorang sepupu rangkap menjadi bagian keluarga Irene semenjak kepergian kedua orang tua Joy akibat kecelakaan pesawat beberapa tahun silam.

Diumurnya yang cukup muda, Joy berhasil debut menjadi seorang penyanyi solo sekaligus aktris pendatang baru yang cukup laku di pasaran. Lagu hasil kolaborasinya dengan Yook Sungjae, seorang idol papan atas, berhasil meledak dipasaran dan mengantarkannya memenangkan penghargaan Best OST di sebuah acara musik kenamaan. Dan keuntungan dari penghargaan itu ia belikan sebuah apartement yang cukup mewah di kawasan dekat Sungai Han. Meskipun pada akhirnya ia kembali tinggal dengan keluarga Irene karena katanya takut tidur sendiri dan membiarkan apartement itu terbengkalai.

At least, akhirnya apartement itu sekarang berguna, bukan?

Dari sepengllihatanku, Joy sangat dengat dengan Irene. Kedekatan mereka yang berawal dari teman sekamar itu perlahan seakan membuat ikatan batin diantara mereka. ditambah lagi dengan kemiripan struktur wajah, menjadikan mereka terkadang dianggap kakak beradik oleh orang orang sekitar. Namun miris, mereka selalu beranggapan Irene adalah adiknya.

Oh, kalian harus melihat ekspresi jengkel Joy setiap orang yang mengira Irene adalah adiknya.

Jujur saja, aku sendiri tidak begitu sering bertemu dengan orang yang telah Irene anggap sebagai adik tersebut. Kesibukannya sebagai seorang artis yang terus dipadati jadwal-dan kesibukanku sebagai siswa kelas akhir membuatku jarang mengunjungi rumah Irene yang juga berdampak jarangnya aku bertemu dengan superstar itu. Yah, meskipun aku tidak begitu peduli sih.

Kami hanya pernah bertemu lima kali selama ini. Pertemuan pertama tentu saja saat Irene mengenalkanku pada keluarganya, pertemuan kedua dan ketiga saat aku diundang makan malam bersama oleh keluarganya, pertemuan keempat adalah saat Joy dan aku membuat pesta kejutan ulang tahun untuk Irene, dan terakhir adalah hari ini.

Kedatangannya hari ini ke rumah sakit mewah itu adalah mengambil hasil medical check-up sekaligus hasil scan MRI miik Irene. Sudah tiga rumah sakit besar yang ia kunjungi untuk mengambil hasil scan MRI Irene. Tiga rumah sakit ia bayar mahal untuk mengecek kondisi sepupunya yang hingga saat ini masih terlalu mengguncangkan. Dan ketiganya menghasilkan jawaban yang sama.

Kata dokter spesialis yang kutemui tadi, kasus seperti Kak Irene sangat jarang terjadi. Apalagi dengan induk dari kanker itu sendiri berasal dari jantung, sangat tidak mungkin. Sekalinya adapun itu hasil penyebaran dari sel kanker organ lainnya.

Aku menghembuskan nafasku lambat. Penyakit ini terlalu langka, bahkan untuk seorang penderita kanker sekalipun. Tapi dari segelintir manusia di muka bumi ini, kenapa harus Irene-ku?

Kenyataan orang tuanya yang berpisah seharusnya sudah cukup.

Tapi kanker jantung...

Tidak ada obat pasti untuk penyakit kanker, tidak ada treatment yang manjur untuk mengobati kanker. Kinerja setiap obat dan treatment akan berberda pada setiap pasiennya.

Jika obat dan treatment-nya untuk kanker 'biasa' saja sulit, apalagi kanker jantung?

Cih, bahkan salah satu dokter yang kutemui beberapa hari lalu mengatakan tidak ada harapan lagi untuk Kak IreneRIGHT ON HER FACE!

Dokter gila! Bagaimana bisa ia mengatakan hal seperti itu pada Kak Irene tanpa mimik bersalah? Dia pasti dokter gadungan yang tidak lulus universitas atau bahkan psikopat yang menyamar menjadi dokter.

"Rene," aku melangkah pelan mendekati Irene. Situasi kamarnya yang kelewat pecah seperti bangkai Kapal Titanic ini membuatku harus ekstra hati hati dalam melangkah. Apalagi dengan pecahan pecahan beling itu. Niatku kesini adalah untuk menenangkan hatinya, bukan malah menyakiti diri sendiri.

Gadis itu sama sekali tidak bereaksi dengan panggilanku, bahkan dengan posisiku yang kini berusaha menyajarkan tubuhku di sebelahnya. Kedua mata sayu yang dihiasi kelopak yang bengkak itu masih menatap kosong keluar jendela.

Sejak hasil diagnosisnya keluar, Kak Irene sudah seperti orang mati. Dia terus mengurung dirinya dikamar dan memandang keluar jendela tanpa respon apapun. Tidak peduli adanya hujan, panas terik, bahkan guntur sekalipun.

Dia selalu mengusirku setiap berusaha membujuknya keluar kamar. Katanya agar ia dapat segera memenuhi keinginan Tuhan untuk mengambil nyawanya. The hell.

Setiap malam, dia berteriak histeris sambil menangis. Memecahkan barang barangnya, menjatuhkan semua ornamen di kamar, dan menarik rambutnya kencang kencang seakan itu dapat melepaskan belengu yang ia rasakan.

Aku dan ibu selalu berusaha menenangkannya saat hal itu terjadi. Entah dari memeluknya, mengajaknya bicara tentang hal yang ia suka, menyanyikan lagu hingga berjam jam agar ia merasa lebih tenang.

Penyakit initidak, kenyataan ini membunuhnya bahkan sebelum malaikat pencabut nyawa datang.

"Irene," aku kembali membuka mulutku. Mengelus juntaian rambut legam kusut miliknya, mengharapkan respon dari gadis itu.

Tapi ia tetap tidak bergeming.

"Irene, ini aku, Kim Taehyung." kusandarkan kepalaku diatas bahunya yang mengurus, "Harimau benggala kesukaanmu."

Aku mulai merasakan tubunya yang sedikit berguncang setelah menarik menarik nafas dalam lalu mengeluarkan nafas hangat yang menerpa ujung kepalaku. Sudah kuduga akan di respon. Satu tanganku perlahan melingkar di pinggang rampingnya, lalu menggerakan satu tanganku yang terbebas menautkan jari jariku di tangan dingin itu.

Tanpa perlu memeluknya atau membawa tubuh kecil itu menimbang berat, aku sudah tahu jawabannya. Dia benar benar mengurus.

Tungkai tungkai gadis itu mulai kembali bergerak ringan, membuatku lagi lagi memoles senyum di bibirku. "ada apa sayang?"

Dengusan nafas hangat itu kembali keluar.

"pergi."

Before You Go ✔️Where stories live. Discover now