vi

1.3K 184 14
                                    

Sambil mengusap-usap rambutku dengan handuk, aku melangkah ke kamar Irene-kamar Irene dan Joy lebih tepatnya. Nyatanya, setelah Irene dengan sarkas mengatakan kalau aku bau, aku langsung bergegas ke kamar mandi, membasuh seluruh tubuhku dengan shampoo dan sabun wewangian fruity yang tidak lagi asing di indra penciumanku. Wangi yang tercium lembut dan manis. Wangi Irene.

Ada tiga botol sabun cair dan tiga botol shampoo di kamar mandi. Aku yakin mereka memilki shampoo dan sabun mereka sendiri. Dan setelah ku endus satu per satu, pilihanku jatuh pada wangi familiar yang telah menemaniku beberapa waktu belakangan, yang tidak lain adalah milik Irene. Aku tahu itu.

Irene menyukai wewangian yang manis, persis seperti dirinya. Bibi menyukai aroma rempah, cinnamon contohnya. Dan Joy-ah, bahkan tanpa mengendusnya pun aku sudah tahu. Cukup lihat dari kemasannya, looks luxurious, so it's must be hers.

Jujur saja, ada sensasi aneh yang menjalar di tubuhku saat menyadari wangi floral khas Irene itu menempel dari tubuhku. Kepalaku tidak hentinya memikirkan betapa terobsesinya aku dengan wangi tersebut saat di hari hari bahagia kami. Sampai membuatku betah bertengger di pundak Irene sambil mencium wanginya yang tercampur dengan aroma alami tubuh wanita itu. Dan sekarang aku beraroma persis seperti Irene.

Saat di kamar mandi tadi, Joy bilang ia menaruh pakaian bersih untukku di kamarnya. Entah pakaian pria siapa yang ia simpan dalam lemarinya, tapi itu cukup mengusik pikiranku. Seingatku Joy masih single dan katanya masih fokus pada karier-nya. Seingatku pula manajernya juga perempuan. Dari mana dia bisa mendapatkan pakaian lelaki?

Apartemen ini hanya dihuni wanita. Bibi belum pulang dari kantor, Joy tidak mungkin sebaik itu padaku, dan Irene-

"IRENE!!"

Irene, wanita yang kuteriaki namanya itu seketika menoleh kearahku.

Ya, kearahku yang hanya ditutupi bathrobe dan handuk kecil di kepalaku.

Seraya sibuk membenahi lilitan tali bathrobe-ku dan menutup rapat rapat bagian dadaku yang terekspos, wanita itu tersenyum. "kenapa ditutupi? Kau laki laki bukan?"

Laki laki sih iya, hanya saja tubuhku tidak sebagus Kai atau Sehun yang runtin berolahraga.

Duh, kalau tahu akan seperti ini seharusnya aku ikut mereka olahraga saja dulu. Jika pada akhirannya tubuhku tidak sebagus mereka pun setidaknya perutku tidak buncit seperti ini.

"malah karena aku laki laki aku tutupi," ucapku seraya mengeratkan tali bathrobe-ku. "kemana Joy?"

"dia ada kencan Sungai Han."

Mataku membola, "kencan? Dengan siapa?"

"Yook Sungjae. Kau tidak tahu rumor mereka tersebar dimana mana?"

"aku tahu, hanya saja..." mataku menangkap Irene yang duduk di pinggir kasur sembari menatapku lekat. Aku jadi semakin malu. "kenapa kau ada disini?"

Bodoh! Jelas jelas ini kamarnya!

Dengan cepat, aku memukul pelan bibirku-mengundang kekehan kecil dari mulut Irene.

Senang bisa mendengar kekehannya lagi setelah berhari hari ia mengurung diri dan menangis tanpa henti. Aku juga merindukan suara kekehan manisnya yang terdengar geli di telingaku setiap kali ia menemukan sesuatu yang lucu atau menggemaskan. Tapi jangan karena tingkah bodohku juga!

"kau lucu Tae, wajahmu merah."

Haduh, hilang sudah image cool yang kubangun susah payah. Wajahku panas. Aku yakin wajahku sudah sama merahnya dengan tomat sekarang.

Sebenarnya aku tidak begitu mempermasalahkan ucapanku tadi. Hanya saja, saat ini Irene menaikan kedua kakinya keatas kasur, lalu duduk bersila diatasnya dan masih menatapku dengan mata beningnya. Aku hanya menggunakan bathrobe. Dan kita berdua di kamar tanpa ada seorang pun di rumah saat ini.

Sialan.

Irene memang mengenakan celana bahan panjang dan kaos berwarna abu-abu yang terlihat longgar di tubuhnya. Pakaian itu memang tidak membentuk tubuhnya. Tapi ia mengikat tinggi tinggi rambut legam itu, memperlihatkan leher jenjang yang selalu menjadi 'incaranku' saat kami berpelukan. Dan dia Bae Irene, wanita dengan seribu pesona yang tidak bisa tertahankan oleh mahluk bumi manapun termasuk aku.

Sebelum fantasi kotor menghantui pikiranku, dengan segera aku menggeleng cepat kepalaku lalu berkata, "dimana pakaianku?"

"oh, ini." Irene menunjuk kearah baju yang dilipat rapih di depannya.

"tolong lemparkan saja padaku."

"kenapa harus dilempar kearahmu? Kau bisa mengambilnya sendiri." Irene mengangkat satu alisnya tinggi tinggi. "memangnya kau tidak mau berdekatan denganku?"

"mau sih, tapi-haduh," aku mengantupkan kedua bibirku rapat rapat. Hampir saja kata kata nista itu keluar dari bibirku.

Andai saja kau tahu sulitnya menjadi lelaki, rene.

"pokoknya lemparkan saja bajunya padaku!"

Dengan senyum yang terlihat sangat manis di mataku-ah, tidak. Diseluruh mata memandang lebih tepatnya, ia melemparkan kaos putih bertuliskan celiné itu bersamaan dengan celana bahan tipis berwarna kecoklatan yang dengan segera aku tangkap. Wanita itu masih mengukir senyum manisnya saat aku memegang kaku pakaian itu.

"apa? Kau mau pakai baju di depanku? Atau mau aku pakaikan?"

Nah, 'kan. Sifat isengnya keluar sekarang.

"t-tidak perlu!" bodoh, kenapa harus tergagap sih? Aku menaikan kedua ujung bibirku kaku. "aku ke kamar mandi sekarang."

Kedua kakiku melangkah cepat keluar kamar. Meninggalkan Irene sendiri dengan gelak tawa gelinya yang mampu membuat wajah, telinga, dan leherku memanas seketika.

Sebelum melangkah masuk ke dalam kamar mandi, aku memegang knop pintu stainlees itu sembari merekahkan senyum. Pikiranku kembali melompat pada Irene yang sudah mulai kembali ke dirinya. Dan poin pentingnya, ia kembali tertawa.

I feels like a proud boyfriend then.

Dengan kekehan kecil, aku memutar knop pintu lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Jika bertingkah bodoh bisa membuatnya kembali tertawa dan melupakan segala masalah yang ada, aku tidak keberatan betingkah konyol selamanya.

_______

A/N:

Aku cinta game generator

Aku cinta game generator

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ryukheii, 2019

Before You Go ✔️Where stories live. Discover now