xv

666 128 16
                                    

"loh, Taehyung? Kau datang?"

Sambutan hangat itu kembali menyambutku saat aku membuka pintu kamar rawat. Aroma manis dari cinnamon bercampur sempurna dengan bau obat obatan yang tersusun rapi pada med-cart, sekilas mengingatkan aku dengan atmosfir kamar Irene yang baru aku kunjungi beberapa menit lalu.

Aku mengulas senyum, "ya, aku habis dari kamar Irene." kataku seraya mengulurkan beberapa tangkai bunga Krisan segar pada wanita senja itu, "ini, aku bawakan lagi Bunga Krisan."

"aigoo," Nenek Na tertawa senang, "lagi lagi kau membawakanku bunga kesukaanku."

"Bunga Krisan memiliki arti tersirat yang sangat cantik, lebih dari bunga bunga lainnya." ujar Nenek Na seraya mengelus lembut kelopak bunga tersebut. "Krisan Merah melambangkan cinta, Krisan Putih melambangkan kejujuran dan kesetiaan, dan Krisan yang kau bawakan iniKrisan Ungu melambangkan semangat yang tinggi untuk hidup."

Aku menggarut belakang kepalaku canggung, "aku tidak pernah tahu bunga mempunyai arti tersirat. Aku hanya membelinya acak dan tergantung pada uang di dompetku."

"tentu saja tidak, anak muda." Nenek Na tersenyum lembut lalu menyodorkan setangkai bunga Krisan merah dari buketnya, "berikan ini pada Irene. Krisan Merah melambangkan cinta dan satu tangkai bunga mewakili ungkapan 'cintaku hanya milikmu seorang'."

Menarik kursi yang terletak tepat disamping kasur Nenek Na, aku mendudukan tubuhku diatasnya sebelum bertanya, "dimana Jaemin? Biasanya dia sibuk bermain PSP-nya atau tidak menempel padaku."

"dia keluar sebentar membeli makanan."

"bocah itu keluar jam 11 malam?" tanyaku tak percaya.

Nenek Na mengangguk kecil, "bukannya kau juga seperti itu, keluar pada setiap malamnya hanya untuk melihat Irene tertidur?"

Ugh, apa perlu diingatkan?

"jangan lupa aku juga menjenguk dan memberikan nenek bunga setiap malamnya." ucapku tidak mau kalah seraya mati matian menutupi rona merah yang menjalar pada kedua sisi pipiku. Astaga, ini memalukan.

Wanita tua itu tersenyum, "aku berterimakasih untuk itu. Tapi bukannya kau sedang ujian? Jaemin cerita padaku."

"ujian sekaligus persiapan ujian masuk universitas." aku tersenyum bangga seraya menepuk nepuk tas besarku yang berat dan keras karena terlalu banyak diisi buku.

"kalau begitu, seharusnya kau pulang! Jangan habiskan waktumu disini. Beristirahatlah yang cukup, bukannya pergi kerumah sakit dan menjengukku dan Irene."

Ah, another kind of nagging.

"lagipula aku yakin Irene akan baik baik saja selama kau tinggal fokus ujian di sekolah." imbuh Nenek Na.

Aku mengulas senyum, "aku percaya kok Irene akan baik baik saja selama aku tinggal ujian." kataku dengan nada meyakinkan. "hanya saja, aku yang tidak baik baik saja karena meninggalkan Irene. Dia seperti zat adiktif padaku, satu hari tanpa melihat wanita itu terasa seperti satu hari di gurun sahara bagiku. It feels bad. So bad. Oleh karena itu aku datang setiap malamnya-ditengah tengah jam padatku hanya untuk melihatnya tidur dan memastikan bahwa ia baik baik saja. Melihatnya tertidur nyenyak dan mengetahui bahwa wanita itu masih menghembuskan nafasnya di muka bumi ini, seakan mengangkat semua beban yang kutimbun sendirian di punggungku dan menyutikan dopamine ke dalam tubuhku. Dia, berarti dunia bagiku."

Sembari mengukir senyum lebar, aku menyenderkan punggungku di leher kursi, menatap langit langit kamar dan berceloteh, "ah, aku tidak tahu apa yang terjadi padaku jika Irene pergi dari dunia ini. Namun, satu hal yang pasti-aku seluruh duniaku runtuh seketika."

Before You Go ✔️Where stories live. Discover now