xxiii

999 118 20
                                    

"...Kita akan bertemu lagi, dan aku yakin tujuh tahun bukan waktu yang lama untukmu, bukan? Jangan cari aku, jika kau lebih memilih kita untuk bertemu di keabadian..."



"Kau pasti sudah gila."

Memang.

"Kau yakin cuti kuliah di tengah-tengah masa ujian pertengahan semester hanya untuk mencari Irene? Seorang diri?"

I am.

Selesai mengemas ranselku, aku segera memutar tubuh menghadap kearah Namjoon dan juga Joy yang menatapku dengan tatapan sengit seraya melipat kedua tangan mereka di atas dada. Well, jika boleh jujur-sebenarnya mereka tampak serasi.

Yah, serasi dalam bentuk fisik dan juga gairah. Untuk masalah kepandaian-aku tidak yakin Namjoon dapat membicarakan hal-hal jenius dan extraordinary-nya dengan Joy yang pasti hanya terperangah dengan tatapan bodoh lalu mempertanyakan bagaimana riasannya hari itu.

Manikku jatuh pada gaya rambut baru milik Joy sebelum berkata, "Ponimu bagus, Joy."

"Jangan mengalihkan pembicaraan, Kim Taehyung." ucap Joy masih dengan tatapan yang sengit sebelum pada detik selanjutnya ia menyisir poninya kecil. Wanita itu mengulum senyum, "Tapi terimakasih sudah memuji poniku."

Tuh 'kan.

"Kau benar yakin ingin mencari Irene seorang diri, Tae? Maksudku, she's nowhere to be found. Tidak ada jejak peninggalannya selain foto-foto dirimu yang ia tinggal di kamar." Namjoon melepaskan lipatan tangannya lalu berkacak pinggang. "Bahkan kepolisian sudah menutup kasus ini sejak satu bulan yang lalu! Irene sudah dianggap tiada oleh negara."

"Irene masih hidup, Joon. Dan negara-aku bahkan tidak tahu pihak keluarga mana yang menginginkan anggota keluarganya yang hilang dianggap meninggal begitu saja tanpa berusaha lebih keras lagi." aku mendesis tipis menyadari rona merah jambu yang menyambangi wajah Namjoon. Bukan, itu bukan karena ia mati-matian menahan marah karena perbuatanku yang ia anggap tidak masuk akal. Tapi karena ada kehadiran Joy-yang merupakan idola favoritnya-berada di satu ruangan dengannya. Pantas otaknya tidak sepintar biasanya. "Mereka mengecap keberadaan Irene dan penumpang ambulans lainnya tiada dengan begitu mudahnya tanpa membicarakannya lebih jauh dengan keluarga Irene yang juga menjadi anggota korban? Mereka pasti sudah gila."

Aku meraih tas ranselku yang terasa sedikit berat akibat barang bawaan yang aku pikul. Kedua manikku terpaku pada pantulan tubuhku pada cermin. Mirip petualang-petualang di televisi. Dan setidaknya, aku benar akan bertualang di daratan Busan seorang diri.

Manikku kembali beralih pada dua manusia bertubuh bongsor di hadapanku, "Aku akan pergi dan memastikan semuanya sendiri. Jangan khawatir, aku pasti akan segera kembali."

Namjoon menghela nafasnya kasar, "Oke, Kim Taehyung. Aku habis menghadiri kuis mingguan salah satu dosenku pada mata kuliah yang paling menyebalkan di jurusanku. Otakku masih lelah pasca mengerjakan soal dan sekarang kau ingin melakukan sesuatu yang sama sekali tidak realistis. Kau benar-benar membuatku lelah."

"Lalu kenapa?"

"Berhenti bertingkah semena-mena dan lanjutkan hidupmu dengan baik dasar-argh, kepalaku sakit." Namjoon memegangi dahinya sesaat sebelum kembali menatapku. "Selesaikan kuliahmu dan masuk ke dalam tim investigasi negara lalu buka kembali kasus Irene!"

"Butuh sekitar empat tahun untuk lulus, Kim Namjoon."

"Tapi setidaknya itu menjadi empat tahun yang berguna untuk mengisi otakmu dengan hal berharga dan kembali mencari Irene-mu dengan otak yang lebih berisi. Bukannya malah dengan otak kosong melompong seperti ini!"

Before You Go ✔️Where stories live. Discover now