v

1.3K 187 12
                                    

Dua piring nasi, dua potong ikan makarel, tiga mangkuk sup tahu, dan satu setengah liter air putih dingin sudah masuk kedalam perut Irene-and still counting.

Bohong jika aku dan Joy tidak bahagia saat ini. Melihat Irene kami yang akhirnya keluar dari kamarnya dan melahap sesuatu yang bergizi setelah berhari hari mengurung diri dikamar tanpa melahap apapun selain tteokbokki instan. Ya, hanya tteokbokki, karena satu satunya makanan yang tidak akan pernah ia tolak hanyalah tteokbokki. She loves tteokbokki, by the way.

Selepas pemberitahuan Joy di telfon beberapa menit lalu, aku-spontan langsung berlari menuju hunia mereka. Tidak peduli cuaca terik yang menghujami tubuhku. Tidak peduli seberapa banyak keringat yang mengalir ditubuhku. Fokus utamaku hanya Irene saat itu, aku harus bisa sampai ke apartement mereka secepat mungkin-dan ya, dalam waktu 20 menit aku berhasil menginjakan kaki di hunian mereka.

Tapi sayangnya, celanaku robek dan aku mandi keringat.

Untung aku membawa pakaian lebih hari ini, jadi Irene yang baru keluar dari gua-nya itu tidak perlu melihat keadaanku yang lepek dengan celana bolong.

Paling hanya bau keringatku saja yang masih menempel sekarang.

"Apa kakak mau susu? Kita punya tiga kotak susu vanila di lemari pendingin." tanya Joy yang terdengar hati hati.

Aku dan Joy yang duduk bersebrangan dengan Irene kini menunggu sepatah-dua patah kata yang mungkin akan keluar dari rongga mulutnya yang masih sibuk mengunyah.

Respon gadis itu cukup lama dan-oh ya, aku teringat sesuatu.

Dengan suara berbisik, aku berucap pada Joy, "dia tidak suka diajak bicara saat makan."

"sial! Bagaimana aku bisa lu-"

"berikan aku susu vanila-nya."

Aku? Tecengang.

Joy? Aku yakin ia bisa menangkap lalat dengan mulutnya.

Apa kita baru saja melihat seorang Bae Irene berbicara sambil mengunyah?

"kenapa, kak?" Joy membuka mulutnya hati hati, memastikan telinga kami masih benar, bukan halusinasi.

"ku bilang, bawakan aku susu vanila-nya. Aku lapar."

God, aku tidak percaya ini.

Setelah keluar dari kamarnya, makan dengan porsi gila, dan sekarang makan sambil bicara? Hari ini benar benar spektakuler.

Ingatanku terlempar pada masa dimana aku dan Irene makan siang bersama untuk pertama kali. Tidak seperti murid lain yang makan bekal mereka di kantin, Irene mengajakku makan di rooftop sekolah. Dia suka ketenangan dan sinar matahari, katanya.

Pada hari itu, Irene membawa bekal berupa bento khas Jepang yang ia siapkan sendiri. Bentuk tamago dan bola bola nasinya belum sesempurna sekarang-dan jangan tanya rasanya, hambar. Tapi aku sangat tersentuh dengan sikapnya yang ternyata juga membawakan sekotak bekal bento hambar itu untukku disaat aku hanya membawa dua kepal onigiri yang kubeli di mini market dekat sekolah.

She mades it with love, pikirku saat itu.

Aku juga ingat, pada hari itu juga untuk pertama kalinya aku mendapatkan cubitan panas di perutku. Cubitan paling panas dan menyakitkan yang pernah aku rasakan. Apalagi saat ia memutar cubitan itu layaknya memutar kunci. Ugh, berkat itu, aku harus hidup bersama bercak merah keunguan di perutku selama dua hari. Semua temanku yang melihat bercak itu mengira itu sebuah hickey atau semacamnya yang dipahat ganas oleh pasangan ONS-ku, terlebih saat aku mengeluh sakit pada bercak itu.

But I'm virgin. Aku tidak pernah melakukan foreplay atau make out seumur hidupku, apalagi one night stand.

Dan mereka semua tidak percaya jika gadis anggun gemulai seperti Irene lah sang pelaku dari bercak itu. Apalagi saat aku mengatakan kalau itu bekas cubitan.

Mereka tidak tahu saja Irene menyimpan tenaga kuda di balik tubuh kecilnya itu.

Dan penyebab aku dicubit sekejam dan semerikan itu tidak lain tidak bukan karena mengajaknya bicara saat makan.

Sadis? Tentu saja.

Oleh karena itulah pada detik ini, aku ingin membuka mulutku. Memprotes sikapnya yang berbicara dengan mulut penuh makanan itu. I'm suffering two freaking days karnanya, dan sekarang ia melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan. Ini menyakiti hatiku.

Tapi yah, pada akhirnya aku tidak berani melakukannya.

Selain aku tidak mau bertindak kekanak kanakan untuk saat ini, aku tidak mau di pecat sebagai pacar.

"owh, okay. Biar aku ambilkan dulu susu vanila-nya." ucap Joy sebelum melangkah meninggalkanku berdua dengan Irene yang masih mengunyah makanannya.

Atmosfir sekitarku sangat canggung dan-

"Taehyung,"

Aku segera menoleh kearahnya, "ya, sayang?"

Fuck you, Bae Irene. Kenapa kau masih saja cantik di momen momen seperti ini?

And fuck myself too, cause I'm so whipped to her.

"kau bau."

Before You Go ✔️Where stories live. Discover now