Bagian 6

173 9 0
                                    

Serba salah! Itulah yang diderita oleh Karina. Sudah dua hari flu membuatnya terbelenggu di tempat tidur. Ada semacam beban berat menempel di punggung yang seakan memintanya harus selalu berbaring, tapi di sisi lain hidungnya tak mau berkompromi untuk membiarkan acara baring-baringan itu menjadi nyaman dan menyenangkan.

Terlebih, ketika seharusnya Karina menjalani bimbingan dengan dosen yang paling sulit dimintai waktu. Melewatkan satu kali bimbingan, maka setidaknya Karina harus menunggu lagi minimal dua minggu dan itu bukan waktu yang singkat. Hanya saja kombinasi dari hidung tersumbat, sakit di kepala dan nyaris sekujur tubuh membuatnya tak sanggup bahkan untuk sekadar keluar kamar.

Saat-saat seperti ini yang paling dirindukan adalah rumah. Tempat di mana biasanya tidak ada masalah yang tidak mendapat solusi. Ketika dia sakit, maka segala bentuk curahan perhatian dan kasih sayang tak pernah alpa dari hari-harinya.

Tetapi itu dulu, saat Karina masih belia. Sekarang, mengingat betapa protektifnya mama, jika dia mengabarkan kondisinya pada orang rumah, maka gadis itu harus bersiap-siap angkat kaki dari kamar kos dan tidak akan pernah kembali lagi.

Wanita yang tak pernah menganggap Karina dewasa bahkan terkadang sikapnya cenderung posesif.

Hanya Bianca satu-satunya orang yang bisa diandalkan sekarang. Gadis yang akhir-akhir ini sedikit sinting dan sering tersenyum sendiri itu mau melakukan apa saja untuk Karina. Kalau ada istilah sahabat terbaik maka yang patut disematkan kepada Bianca adalah sahabat terbaik kuadrat, atau bahkan lebih dari itu.

"Nah, selama nggak ada aku, kamu jaga diri baik-baik."

Bianca meletakkan semangkuk bubur di meja kecil dekat tempat tidur Karina.

"Okay, Bos."

Karina berusaha mengurai senyum, tidak mau membuat Bianca makin khawatir dengan keadaannya. Sekadar flu, sungguh seharusnya itu bukan masalah besar, tapi entah kenapa kepalanya terasa berat, maunya manja-manjaan dengan bantal guling, lalu memejamkan mata kalau saja hidungnya yang tersumbat itu setuju. Namun sayang, flu yang kelihatannya sepele, ternyata mampu membuat Karina tidak bisa tidur.

"Habiskan sarapannya dan cepatlah sembuh," ujar Bianca seraya menenteng tas.

"Baik, Bos."

"Kalau ada apa-apa telepon segera atau SMS. Pokoknya hubungi aku!"

"Iya. Iya."

"Baiklah, ibu berangkat dulu, Nak," canda Bianca sembari berlalu dan Karina sedikit terbatuk karena tawa.

Kalau Karina berpikir bahwa Bianca sedikit sinting, seharusnya dia berkaca. Karena bahkan yang Karina lakukan saat ini lebih dari sekadar sinting, tapi sudah mencapai tahap gila yang benar-benar gila. Di saat terserang flu seperti ini, alih-alih beristirahat dan tidur agar segera sembuh, Karina malah pergi.

Ada semacam kekuatan magis yang menggerakkannya. Kekuatan serupa sihir yang mendorong Karina melangkah ke kios tempat Ilham berjualan. Dalam benaknya, seolah pemuda itu sedang memanggilnya atau sebenarnya Karina sendiri yang terus meneriakkan nama Ilham?

Berbalut knit cardigan peach, Karina menerobos udara yang terasa sedikit jahat akhir-akhir ini. Kakinya terus mengayun langkah. Di tengah perjalanan, Karina baru sadar bahwa dia masih mengenakan sandal kepala beruang kesayangannya.

"Bodo amat!" ujarnya saat menyadari betapa kacau penampilannya saat ini.

"Karina," sapa Ilham terkejut mengetahui kehadiran teman barunya. Dengan sedikit menggigil, orang yang disapa duduk di salah satu bangku sambil memeluk lengan.

"Aku mau makan ayam goreng."

Dan ucapannya barusan adalah berkekuatan perintah yang tak dapat ditolak oleh Ilham. Cowok itu segera menghidangkan dua potong ayam, dan seporsi nasi untuk Karina. Plus teh hangat.

AZZAM (Diterbitkan oleh: Penerbit Lovrinz)Where stories live. Discover now