Bagian 11

119 3 0
                                    


Ilham nyaris selalu setuju dengan istrinya dalam banyak hal. Apalagi sebelumnya, wanita itu adalah mentor bisnis gratisan bagi dirinya yang sekarang sudah menjadi rekan. Bukan hanya dalam usaha, tapi juga rekan hidup, cinta, dan rekan dalam suka maupun duka. Namun hal itu bukan berarti, Ilham kehilangan penghormatan sebagai suami.

Untuk memutuskan hal-hal besar dan penting dia tetap memegang kendali. Termasuk mengenai kepindahan mereka ke Ibu Kota.

Ilham juga setuju pada ide liburan Karina kemarin. Karena meski tidak mendapat pemasukan, tapi ada hal yang jauh lebih berharga. Sesuatu yang selalu ingin dia ciptakan mulai sekarang. Keindahan yang selalu didambanya. Senyum di wajah Karina.

Bahkan hari-hari setelah mereka liburan, Karina terlihat sangat ceria. Ilham bisa melihat kilatan-kilatan penuh warna yang berbicara banyak hal di mata sang istri. Hal-hal yang sangat ingin dia ketahui, tapi enggan ditanyakan. Lelaki itu lebih memilih untuk menunggu, sampai Karina sendiri yang akan menjelaskannya.

Pada saat-saat seperti sekarang, Ilham lebih memilih membiarkan istrinya berkutat dengan buku-buku dan alat tulis. Meski rasa penasaran seolah bisa membunuhnya. Tetapi menikmati pemandangan itu dalam diam, juga menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan tersendiri baginya.

"Kalau liburan bisa selalu membuatmu sebaik sekarang, aku akan berusaha mengajakmu liburan sesering mungkin, Sayang," bisik Ilham pada dirinya sendiri, bertekad untuk memenuhi janji. Janji yang terucap ketika dirinya duduk di hadapan Yoga. Bahwa dia akan selalu membahagiakan Karina.

Ayam goreng yang tersisa di gerobak tinggal beberapa potong. Hari ini jualan lumayan laris, mungkin efek dari kebahagiaan yang terpancar dari Karina? Atau bisa jadi karena Ilham juga sudah ketularan semangat dan bahagia? Aura positif memenuhi tempat mereka, memancar dan seolah berhasil menarik orang-orang untuk membeli ayam goreng.

Masih segar dalam ingatan Ilham, bagaimana Karina-nya menangis dan seolah menanggung beban hidup yang begitu berat, tapi sekarang semua itu seakan sirna. Wajah wanita tercintanya selalu dihiasi oleh senyuman. Mungkin juga benar, bahwa salah satu kunci untuk membuka pintu rezeki, adalah dengan membahagiakan sang istri. Ilham pernah mendengar salah seorang ustaz berkata, bahwa istri adalah bidadari ke-dua setelah ibu kandung. Doa-doa yang dipanjatkannya senantiasa menembus langit, dan mempercepat turunnya rezeki.

Itulah yang saat ini dirasakan Ilham, dia sangat yakin, kalau rezeki yang mereka dapat hari ini salah satunya adalah karena doa-doa yang dipanjatkan Karina dengan penuh kebahagiaan.

"Cie, senyum-senyum kenapa tuh?" goda Ilham saat mendapati istrinya sedang tersenyum penuh arti, pandangannya tertuju pada kertas di meja makan mungil mereka, dan tangan kanannya menimang-nimang pulpen.

"Eh, Mas. Mau gantian?"

"Iya. Mas mau goreng ayam lagi, masih siang ini."

"Alhamdulillah. Hari ini laris."

"Iya, Alhamdulillah. Karina lagi ngerjain apa?" Ilham sedikit melongok ke arah buku tulis di tangan Karina, tapi wanita itu segera menutupnya sambil tersenyum simpul.

"Ah, bukan apa-apa. Ya udah Mas goreng lagi aja. Biar Karin jaga di depan."

Karina cepat-cepat membereskan alat tulis di meja, lalu bergegas meninggalkan suaminya di dapur dengan tanda tanya yang sangat besar. Sebenarnya, ada apa dengan Karina? Tetapi, apa pun itu, Ilham yakin adalah hal yang baik dan sebisa mungkin dirinya membunuh rasa penasaran yang semakin menjadi-jadi.

Dengan perasaan yang campur aduk, lelaki itu membalurkan tepung ke potongan ayam-ayam sebelum lanjut menggoreng.

Aura positif masih memenuhi tempat tinggal mereka, bahkan sampai ketika matahari digantikan rembulan dan bintang-bintang. Meskipun kelelahan, keduanya bahagia dan bersyukur bisa mendapatkan tambahan untuk mengisi pundi-pundi rupiah. Sepulang dari belanja bahan, Karina menyuguhkan teh hangat untuk suami.

AZZAM (Diterbitkan oleh: Penerbit Lovrinz)Where stories live. Discover now