Bagian 15

138 3 0
                                    


Sudah dua jam Karina dan Ilham berkeliling di lantai dasar pasar Mayestik. Melihat satu per satu kios barang pecah belah. Hari ini mereka sedang berburu perabot makan untuk persiapan membuka kedai ayam geprek setelah pada hari sebelumnya Karina menerima pemberitahuan di M-Banking-nya bahwa telah terjadi perpindahan dana yang masuk ke rekening sejumlah setengah dari nilai pengajuan di proposal usaha.

Tak lama kemudian Papa menelepon, memberitahukan bahwa setengahnya lagi akan ditransfer dalam lima hari ke depan.

Mengetahui hal itu, Karina langsung menghubungi pemilik kios yang akan disewa dan menyelesaikan perihal penyewaan tempat. Dengan sisa uang yang ada, Karina menyarankan pada Ilham untuk mendahulukan peralatan makan. Karena sisa modal mereka tidak terlalu banyak.

Mengira bahwa alat makan tidak begitu mahal, ternyata sebaliknya. Piring makan yang diinginkan Karina, tidak ada yang harganya di bawah seratus ribu. Begitu juga dengan gelas-gelas, sehingga mereka memutuskan untuk hanya membeli piring 30 buah, dan semuanya dengan motif yang berbeda.

Itu adalah ide Karina. Menurutnya, menyajikan makanan dalam piring berbeda-beda bisa memberikan sensasi lain. Sensasi yang diharapkan Karina akan dirasakan oleh para pengunjung kedai ayam gepreknya kelak. Untuk gelas dan lainnya, wanita itu memutuskan untuk membeli di tukang perabotan biasa saja. Tentu saja Ilham pun setuju.

Sepulangnya dari berburu piring, Ilham dan Karina bersiap untuk pergi lagi. Mereka hanya istirahat sebentar di rumah, kemudian menuju workshop furnitur untuk membahas mengenai interior kedai.

Jarak antara rumah dengan tempat yang dimaksud cukup jauh. Mereka perlu menempuh perjalanan selama hampir setengah jam. Sesampainya di sana, Karina melihat-lihat display yang dipajang. Ilham hanya mengikuti dan melihat-lihat dengan malas.

Urusan konsep kedai sudah diserahkan sepenuhnya pada Karina. Karena memang wanita itulah yang lebih tahu. Ini terkait dengan pembiayaan, dan yang paling mengerti tentang hal itu memanglah Karina. Ilham bukannya tidak mau tahu, hanya saja apa yang mungkin dipikirkan Ilham belum tentu pas dengan permodalan mereka.

Termasuk letak kedai yang berada di sebuah kawasan perkantoran di Jakarta Selatan, itu juga Karina yang memutuskan. Walaupun biaya sewanya tergolong cukup mahal bagi mereka. Tetapi Karina yakin, tidak ada salahnya memulai usaha di situ.

Selain sebagai usaha branding ayam geprek mereka, juga untuk mendapatkan pelanggan yang sesuai dengan target market yang dibidik Karina, yaitu kelas menengah ke atas.

"Orang kelas menengah biasanya lebih mementingkan kualitas. Mereka cenderung mengutamakan makanan harus enak dan tidak mempermasalahkan harga, selama masih di batas wajar," terang Karina saat Ilham meragukan calon kedai mereka yang dinilai terlalu mahal biaya sewanya.

"Tapi, apa kita akan menjual makanan dengan harga tinggi?"

"Tidak tinggi, Mas. Tapi tidak semurah biasanya. Orang-orang harus mengingat ayam geprek kita sebagai ayam geprek spesial, sehingga mereka tidak akan keberatan dengan harganya. Yang perlu Mas Ilham lakukan adalah membuat ayam geprek yang enaaaaak sangat!"

Karina berbicara dengan nada penuh optimisme. Sesuatu yang selalu disukai Ilham dari istrinya, karena hal itu juga selalu berhasil meletupkan semangat dalam dirinya. Semangat, dan keyakinan, bahwa mereka pasti bisa.

"Siap, Komandan!"

Keduanya tertawa bahagia, meski sudah malam. Wajah lelah mereka masih dihiasi semangat yang luar biasa.

Akhir-akhir ini, malam terasa panjang bagi Ilham dan Karina yang sudah dipenuhi dengan kegembiraan dan semangat membuka kedai baru. Mereka selalu tak sabar menunggu pagi untuk melakukan persiapan demi persiapan yang dibutuhkan.

Karina, meski saat ini tidak memegang banyak uang, dia tetap percaya diri berjalan dan melihat-lihat di workshop. Tangan Ilham tak pernah lepas dari genggaman.

"Bapak pernah mengerjakan kayu palet?" tanya Karina.

"Ya pernah beberapa kali. Ada pesanan khusus dari costumer biasanya."

"Ini ukuran kios saya. Coba Bapak kira-kira akan butuh berapa bangku beserta biayanya." Karina menyerahkan lembar-lembar kertas berisi coretan-coretan kecil yang dibuatnya.

"Jadi, Ibu mau memakai material kayu palet?"

"Iya, Pak. Saya juga ada desainnya." Karina membuka lembaran kertas yang dibawanya, pada halaman yang berisi tentang denah kios, dan yang satu lagi mencantumkan desain bangku yang dibutuhkan Karina.

Pemilihan material tersebut semata-mata karena harganya yang terjangkau, selain itu konsep itu juga diperkirakan akan lekas populer dan disukai karena kepraktisannya.

Bangku-bangku dari kayu palet juga terlihat gaya, dengan model semacam kisi-kisi dan ringan sehingga mudah digeser dan digabungkan jika kedai kedatangan rombongan. Karina memperkirakan akan melakukan promosi khusus untuk mereka yang membawa rombongan ke kedai. Entah itu untuk ulang tahun, arisan atau acara lain.

"Sepertinya kami harus survei dulu ke kios Ibu. Nanti baru bisa dikalkulasikan estimasi biayanya."

"Baik, kalau begitu kenapa tidak sekarang saja?"

"Baik. Sepertinya harus saya langsung yang survei. Bukan begitu, Pak Ilham?" tanya pemilik workshop kepada Ilham yang sedari tadi hanya diam.

"Bagaimana baiknya saja, Pak."

"Kelihatannya Pak Ilham ini suami yang baik sekali, mengizinkan istri menggunakan desainnya sendiri," puji bos workshop.

"Iya, Pak. Supaya istri senang dan betah di kios." Ilham mengulas senyum, kemudian melirik istrinya yang juga tengah melakukan hal sama. Kedua orang itu kemudian keluar dari workshop. Tak lama kemudian, pemilik workshop keluar, dan mereka berangkat menuju kios yang akan dijadikan kedai ayam geprek.

Sepanjang perjalanan Karina memeluk pinggang Ilham. Dia juga menyandarkan kepala ke pundak suaminya, membuat Ilham merasa semakin bahagia. Meskipun akhir-akhir ini mereka kelelahan akibat persiapan kedai, tapi semua dilakukan dengan senang. Bahkan rasa-rasanya, mereka sudah tak sabar untuk segera membuka kedai barunya.

Sesampainya di tempat itu, mereka segera membuka kios dan tukang kayu yang ikut serta segera berkutat dengan meteran. Tempat itu memang berada tak jauh dari perkantoran bonafide, tapi tempatnya agak masuk ke dalam sehingga itu menguntungkan Karina dalam hal sewa. Wanita itu berhasil mendapatkan harga yang lebih rendah dari kios-kios serupa.

Untuk itu pun dia harus berjuang meyakinkan Papa agar mau mengucurkan modal. Semuanya sudah diperhitungkan dengan cermat dan teliti oleh Karina yang bahkan merevisi sebagian besar proposal usahanya.

Selain ingin sukses mengembangkan usaha, dia juga tidak ingin mengecewakan Papa. Orang yang selama ini tak pernah tidak mempercayainya, bahkan jika semua orang meninggalkan Karina mungkin Papa-lah yang akan selalu ada.

Usai kegiatan mengukur dan memperkirakan jumlah dan letak bangku, Ilham berinisiatif membelikan minuman untuk mereka bertiga. Pria itu pamit sebentar tapi belum juga langkahnya sempurna meninggalkan kios, Karina memanggil dengan suara lemah.

"Mas ... Mas Ilham."

Ilham menoleh dan mendapati Karina pucat pasi. Tubuhnya nyaris melorot ke lantai. Sebelum sempurna jatuh, suaminya sigap menangkap sang istri.

"Karina! Karina, kamu kenapa, Sayang?" 

AZZAM (Diterbitkan oleh: Penerbit Lovrinz)Where stories live. Discover now