Bagian 13

138 5 0
                                    


Tuhan kirimkanlah aku, kekasih yang baik hati.

Yang mencintai aku, apa adanya....

Penggalan lagu yang sangat populer. Bukan hanya karena enak didengar secara musikal, tapi liriknya juga seolah-olah doa. Doa yang dipanjatkan siapa saja yang masih sendiri dan ingin hidup berdampingan dengan kekasih. Siapa yang tak ingin punya kekasih baik hati dan mencintai apa adanya?

Semua pasti menginginkan hal itu. Jadi, mereka yang menyanyikan lagu tersebut biasanya sangat menghayati. Tak heran jika sekarang jadi sangat akrab di telinga banyak orang. Meski tidak termasuk Ilham.

Dia tidak perlu bernyanyi untuk mendapatkan kekasih baik hati.

Lelaki sederhana itu, alih-alih mengungkapkan harapan lewat sebuah lagu, dia memilih berdoa langsung. Tanpa diketahui siapa pun. Mengingat bahwa dirinya tukang ayam goreng dan bukan penyanyi.

Andai saja, kisah yang dialami Ilham ditulis lalu dibukukan, atau bahkan difilmkan, pasti banyak yang iri dengan keberuntungan seorang Ilham, mendapatkan kekasih yang bukan hanya baik hati dan mencintai apa adanya. Tetapi juga setia dan cantik tentu saja.

Selain cantik, Karina juga cerdas. Wanita itu bisa melakukan segalanya, kecuali memasak. Dia juga pandai berkomunikasi, sehingga membuat orang lain mudah merasa nyaman dan tidak salah paham. Terlebih Ilham, Karina selalu berhasil menghapus keresahannya dengan kedamaian.

Dan sepertinya Karina tidak main-main ketika pada hari sebelumnya mengatakan ingin membantu. Di sinilah mereka sekarang. Ilham memegang sebuah jilid dan menekuninya perlahan, halaman demi halaman. Sementara Karina menunggu respons sang suami terkait hasil kerjanya.

"Ini?" tanya Ilham tanpa mengalihkan perhatian dari kertas-kertas yang dijilid.

"Dari mana kita akan dapat modal sebanyak ini?"

Karina tak langsung menjawab. Wanita itu mengetuk-ngetukkan jari di atas meja seolah-olah sedang berpikir, membuat suaminya mengalihkan pandangan, berfokus pada dirinya.

"Aku akan minta bantuan Papa."

Mendengar pernyataan Karina, Ilham menautkan alis. Pertanda tidak suka.

Meminta bantuan Yoga, sama saja merendahkan diri di hadapan keluarga sang istri dan Ilham tidak ingin itu terjadi. Sebisa mungkin setiap masalah atau kendala yang mereka hadapi, dia ingin menyelesaikannya sendiri atau bersama Karina saja.

"Sayang, kalau mau minta bantuan Papa, Mas keberatan."

"Kenapa?" Karina mendongak, mencoba mendapatkan jawaban dari mata suaminya. Jawaban yang sebenarnya sudah dia ketahui.

"Karina tahu persis alasannya. Apa perlu Mas jelaskan?"

"Bukan minta bantuan seperti yang Mas bayangkan. Sebenarnya yang Mas pegang itu adalah proposal usaha yang belum lengkap. Kalau sudah lengkap, maka aku akan ajukan ke Papa. Itu beda dengan minta bantuan sebagai anak, Mas."

"Apa bedanya? Bukankah sama saja nanti ujung-ujungnya Papa mengeluarkan uang untuk kita?"

"Tentu beda. Sebelum mengeluarkan uang, Papa akan me-review proposal usaha ini dulu. Mempertimbangkan apakah akan memberikan modal atau tidak. Kalau dirasa potensial dan menguntungkan, ya keluar modal untuk kita. Jika tidak ya, Mas tahulah."

"Karina kan anak kesayangan Papa. Anak satu-satunya. Mas tahu Papa pasti akan setuju begitu saja. Mungkin iya, ada proposal, untuk basa-basi."

"Mas Ilham, ya katakanlah misalnya semudah itu Papa mengucurkan dana. Katakanlah, Papa tidak mempertimbangkan proposal usaha kita. Tetapi, bukan di situ poinnya. Intinya adalah bagaimana kita bertanggung jawab terhadap modal dari Papa. Itu."

"Tapi...."

"Mas, Mas Ilham adalah orang yang lebih dulu mengenal dunia bisnis dibanding Karin yang hanya belajar teori dan teori. Sementara Mas sudah melakukan aksi. Mas jugalah yang mengajariku banyak hal dalam hidup ini. Bukankah itu salah satu alasan kita bisa bersama?"

"Iya, Sayang. Mas tahu Karina selalu berusaha membantu. Tapi sekarang, kita memerlukan modal sebanyak ini?"

"Tidak ada yang tidak mungkin, Mas. Dengan kesungguhan dan kerja keras, Karin yakin kita bisa kembalikan modal itu segera."

Mendengar perkataan Karina yang sarat akan optimisme, membuat Ilham akhirnya luluh juga. Dia setuju untuk mengajukan proposal usaha tersebut pada papa mertua.

***

Usaha baru yang dirancang Karina, bukanlah usaha yang benar-benar baru, karena wanita cantik itu hanya melakukan inovasi-inovasi pada usaha yang sudah ada. Lagi pula, kemampuan Ilham membuat ayam goreng crispy yang lezat adalah modal yang sangat berharga.

Selain cekatan mengolah potongan-potongan ayam menjadi ayam goreng, Ilham juga sudah pandai meracik bumbu sendiri baik marinade maupun bumbu tepung, seolah dia adalah mantan karyawan sebuah gerai makanan cepat saji yang berhasil mencuri resep andalan di tempat kerjanya, lalu membuka usaha sendiri.

Namun kenyataannya bukan begitu. Menurut yang Karina dengar langsung dari Ilham, sebenarnya lelaki itu hanya pernah belajar di balai latihan kerja, lalu mencoba-coba sendiri formula bumbu yang paling pas dan itu membutuhkan waktu yang tidak singkat.

Dan sekarang, dia harus belajar lagi bagaimana membuat sambal yang enak, karena Karina sudah mengusulkan agar mereka menjual ayam geprek. Jenis kuliner yang mulai digemari banyak orang. Perpaduan dari ayam goreng crispy dengan aneka sambal atau juga keju.

Karina yang dari kecil sama sekali tidak akrab dengan bumbu dapur, hanya bisa menyerahkan tugas itu kepada Ilham. Sementara dirinya berfokus pada manajemen bisnis, termasuk di dalamnya pengembangan usaha.

Karina memang seolah tidak ditakdirkan untuk bersahabat dengan penggorengan dan kawan-kawannya. Suatu ketika saat mereka baru beberapa hari menempati rumah sewa, wanita itu menggoreng kerupuk dengan api besar sehingga gosong dalam waktu sekejap. Hal itu sukses meledakkan tawa Ilham yang juga menular pada dirinya seketika.

Pun ketika kekebalan tubuh Karina melemah akibat beradaptasi di tempat baru. Wanita itu demam selama dua hari. Selama itu pula Ilham dengan sabar merawat dan menemani sang istri sambil terus mengurusi jualan. Satu-satunya makanan yang masuk ke perut Karina kala itu hanya sayur sop buatan Ilham.

"Karin suka sayur ini. Rasanya membuatku semangat, Mas. Enak," puji Karina.

"Dulu Mas pernah berharap bisa menghidangkan ini sepanjang hidup kita, saat pertama kali Karina bilang suka. Tetapi bukan dalam keadaan sakit begini," timpal Ilham sembari mengecup kening sebagai tanda pamitan akan berjualan kembali.

Melihat Karina menyantap habis semangkuk sayur, sangat membuatnya lega.

Ilham yang sadar dari mana Karina berasal, dan bagaimana dia dibesarkan, tak pernah keberatan untuk menyiapkan makanan termasuk memasak. Lagi pula, siapa bilang memasak hanya tugas wanita? Bukankah dalam Islam, seorang suami memang harus menyediakan makanan bagi sang istri?

Kelemahan Karina di dapur tidak seberapa buruk jika dihitung bersama kelebihan-kelebihan yang dibawa wanita itu. Semua kelebihan yang membuat Ilham sering merasa beruntung.

***

Untuk membuat menu baru ayam geprek, tak cukup jika berangkat dari dapur saja. Karena bagi Karina, mereka perlu untuk mencicipi menu yang sama dari tempat lain. Maka beberapa hari ini kedua orang itu kerap jalan-jalan di malam hari untuk berburu ayam geprek.

"Ini bukannya buang-buang uang?"

"Ini nanti masuk ke biaya research. Lagi pula, kita jadi bisa berkencan," jawab Karina setengah bercanda.

Karina selalu membahas kelebihan dan kekurangan ayam geprek yang mereka makan malam itu, agar menjadi bahan belajar bagi Ilham. Setiap kali Ilham berusaha membuat ayam geprek untuk mereka coba bersama, Karina akan menghitung dan mencatatnya. Hal yang membuat Ilham menggeleng sambil tertawa.

"Ini nanti dihitung, masuk biaya research," goda Karina manja.

Keduanya pun larut dalam tawa dengan wajah berpeluh dan tubuh yang memanas. Bukan karena kisah romantis, tapi karena sambal! Huh, pedasssss.

AZZAM (Diterbitkan oleh: Penerbit Lovrinz)Where stories live. Discover now