❄ PROLOGUE ❄

2.7K 307 46
                                    

"Terima kasih atas segalanya, Hyungi Oppa."

❄❄❄

Bunyi gemerincing lonceng secara otomatis menyita perhatian si pemilik kedai di balik meja bar dan juga satu dua orang pengunjung yang tengah menikmati kopi malam mereka.

"Sebentar, nanti saya telepon kembali." Pria bercelemek hitam itu mematikan ponsel sembari mengamati sosok wanita yang baru saja masuk ke kedai kopinya. Sempat menahan napas tak percaya pada apa yang ia lihat.

Bertanya-tanya untuk apa istrinya datang ke tempatnya bekerja. Terasa ganjil, tapi sekaligus sangat menyenangkan saat si pujaan hati mau bersusah payah menyambangi dirinya di tengah-tengah kesibukan yang padat.

Sejauh ingatannya, terakhir kali ia membawa wanita berstatuskan istri itu ke kedainya adalah jauh sebelum mereka berdua menikah. Apa mungkin ini akan jadi sebuah kejutan manis untuknya?

"Istriku rupanya." Wajahnya berseri mendapati wajah manis berambut sebatas pundak yang tengah mengulum senyum tipis itu.

"Oppa, aku meminta tolong padamu, eoh?"  Wanita itu mengeluarkan selembar kertas sedikit gugup. "Tolong tanda tangani ini," ucapnya berharap dapat segera melompati waktu.

Kedua mata kecil milik pria itu berusaha sepenuhnya membesar saat menggumam kata surat perceraian. Benaknya tak mampu mencerna apa yang sedang ia hadapi kali ini. Adakah yang tidak beres? Setelah dirasa mati-matian memperjuangkan pernikahan, mengapa malah berbuah sepahit ini?

"Kau hanya sedang bercanda, iya kan?" Tangan yang tengah menggenggam ponsel itu tanpa aba-aba bergerak sembarang. Hampir saja menjatuhkan alat komunikasi miliknya sendiri.

"Tidak, Oppa. Kali ini aku serius." Wanita itu mengembus napas, sudah menebak reaksi suaminya itu akan seperti ini. "Ayo kita bercerai saja."

.

Braak....

.

Kali ini, Hyungi menggebrak meja dengan sangat kuat. Menyebabkan surat yang semestinya ia bubuhi tanda tangan itu malah robek. Berkali-kali mengatupkan kedua kelopak mata, mengurangi rasa sakit di kepalanya akibat pikiran tentang kemungkinan sang istri yang terlihat sudah sangat muak pada dirinya.

"Hhh, sudah kutebak kau akan begini, Oppa." Sekali lagi ia mengeluarkan surat yang sama sebagai cadangan. Detik ini juga tekadnya sudah bulat. Ia harus mendapat apa yang ia inginkan dari pria itu.

Hyungi bukan jenis pria yang mudah menangis. Padahal saat ini, hatinya pun sama-sama tercabik persis seperti kertas malang di atas meja bar.

"Tapi, apa salahku?" Hyungi terdiam. Lalu menyentakkan tangan lainnya ke atas hingga sekali lagi menggebrak meja kayu jati pemberi jarak antara ia dan istrinya. Mengepal kuat, menekan ke permukaan meja.

Wanita itu menyodorkan sebuah pulpen padanya. "Oppa, aku lelah. Aku sudah tidak sanggup---"

.

Ctaaak....

.

Sebuah hentakan tangan Hyungi mengenai pulpen istrinya. Sampai-sampai terpelanting menyerempet wajah mulus wanita itu. "Hyungi Oppa, kau tahu apa? Jangan sampai aku melaporkan semua kekerasan yang kau lakukan padaku, Oppa. Biar orang tahu seberapa kasar dirimu itu. Aku benar-benar bisa melakukannya sekarang juga jika kau mau."

"Tapi aku tak pernah bermaksud----"

"Cukup, Oppa!" Lelehan air mata di wajah cantik yang sedang berhadapan dengannya sudah cukup menjelaskan.

Dada Hyungi nyeri teremas di kedalaman sana. Jemari-jemari putihnya mengerat pulpen sangat kuat, menorehkan sebuah tanda di atas kertas. Tak lupa ia meraih sebuah stempel identitas dirinya, juga menambahkan di atas tanda tangan miliknya itu. "Maafkan aku," lirihnya.

Tanpa menatap pria itu sedikit pun, si wanita pun memberesi barang-barangnya. "Terima kasih atas segalanya, Hyungi Oppa."

Baru saja melangkah sedikit, seorang pria lain masuk ke kedai berukuran sedang itu. Menghampiri wanita yang baru saja selesai berurusan dengan Hyungi.

"Mengapa lama sekali?" Pria asing yang tak pernah dikenal oleh Hyungi sebelumnya itu pun menyambar bahu wanita tadi untuk digiring keluar.

Akhirnya visual gadis itu pun menghilang bersamaan dengan beberapa pengunjung yang memilih untuk menyudahi apapun kegiatan mereka. Menyisakan lubang bercelah besar di hati sang pemilik tempat.

Mau bagaimana pun Hyungi merasa sangat buruk. Ia tak punya kekuatan sedikit pun untuk menahannya. Mungkin juga memang benar apa ucapan wanita tadi, semua ini hanya lah kesalahan pria itu sebagai seorang suami yang kini telah bertransformasi menjadi bekas suami.

 Mungkin juga memang benar apa ucapan wanita tadi, semua ini hanya lah kesalahan pria itu sebagai seorang suami yang kini telah bertransformasi menjadi bekas suami

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Holaaa, balik lagi dengan cerita baru nih. Semoga bisa disukai & memberi nilai-nilai kehidupan yaaa (kalo ada). Ingat, ambil baiknya buang buruknya.

Jangan lupa ramaikan semua Series ini yaa, ada 3 cerita lainnya yg bisa kamu temukan di Reading List Vixentae

Terus ikutin & dukung dengan klik bintang vote dan ramein kolom komen yaa 😘😘😘

Snowy Miracle (✔) [PROSES PENERBITAN]Where stories live. Discover now