Part 11. Finding Out

1K 220 52
                                    

Aku hanya ingin ia mendapatkan kebahagiaan, setelah sekian lama membenci dirinya sendiri atas sindrom yang dideritanya.

❄❄❄

Salju tidak turun seharian ini, tapi bukan berarti suhu bisa bersahabat baik. Di dalam ruangan pun, Seoli masih mengenakan pakaiannya rapat, padahal kedai tidak sedang beroperasi sejak kemarin. Perabot sangat berantakan dan kotor di mana-mana.

Masih berkutat dengan sebuah komputer lipat tipis di salah satu meja kedai Bitter Coffee, Seoli menekuk lehernya beberapa kali. Gadis itu mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, mereganggkan seluruh badan.

"Nggh----aaaa!" pekiknya terkejut saat siku tangan gadis itu tersentuh oleh sebuah gelas hangat.

.

Prang...

.

Hyungi mematung, berdiri di sebelah Seoli yang terduduk. Mendelik dengan kedua bola mata membulat, gadis itu buru-buru berdiri menghadap ke arah pria berwajah pucat itu.

Tak mengindahkan serpih pecahan mug keramik di lantai, Seoli lebih dahulu menyelipkan kedua lengannya masing-masing ke samping pinggang Hyungi. Memeluknya begitu erat, meletakkan sisi samping wajahnya di dada pria itu.

"Tuan baik-baik saja kan? Apa ada yang terluka?" cicit Seoli menekan sebuah rasa takutnya sendiri.

Pria itu menggeleng lambat, mengusap kepala Seoli hanya dengan sebelah tangannya. Sebentar kemudian, Hyungi merasakan gemetar di sekujur tubuhnya menormal kembali. Setelah gadis di pelukannya mundur barang selangkah, Hyungi pun berjongkok dengan satu kaki. Tangan pucatnya berusaha meraih salah satu pecahan. Namun sebelum itu terjadi, Seoli menghalangi Hyungi dengan melangkahkan salah satu tungkai ke atas pecahan-pecahan itu, hampir menginjak jika saja pria itu tak menahan pergelangan kakinya.

Hyungi pun mengangkat wajahnya malas, menyingkirkan kaki gadis itu--- yang anehnya dengan penuh kelembutan.

"Sebentar aku ambilkan sapu dulu. Jangan menggunakan tangan kosong atau tanganmu akan tergores," gerutu Seoli jengah atas gerakan spontan dari tuannya.

Hyungi tercenung sesaat, tapi selanjutnya wajah keras itu mengulas sebuah senyuman tipis. Toh sudah banyak luka di tanganku. Tak masalah jika hanya bertambah satu.

Seoli datang tergopoh dengan sepasang sapu dan pengki, menyingkirkan Hyungi supaya ia bisa leluasa membereskan kekacauan kecil di lantai.

"Padahal aku membuat satu cangkir latte untukmu. Tsk...." Samar-samar menggaruk pelipis, Hyungi beringsut ke arah laptop pribadinya yang sedari tadi digunakan oleh karyawan satu-satunya itu. "Bitter & Sweet? Oh, ayolah?! Apa tidak ada nama yang lebih baik dari itu? Otakmu terlalu tumpul atau bagaimana, huh?" raung Hyungi tak percaya melihat susunan grafis serta konsep baru--- campur tangan Seoli terhadap hasil diskusi mereka semalaman.

Ya, tadi malam Seoli terlibat dalam diskusi teramat panjang dengan atasannya. Secara serius membicarakan serta memberi masukan pada perombakan kedai kopi milik Hyungi itu.

Masih di dapur belakang, Seoli menumpahkan sampah-sampah gelas keramik --- entah ke-berapa yang sudah Hyungi pecahkan sejak ia bekerja padanya--- ke sebuah kantong plastik dan mengikatnya. Gadis itu terdiam, menggigit bibir sangat cemas. Barusan itu, ia menyadari jika dirinya lah yang menjadi pemicu gerakan acak Hyungi. Ia mendesah kecewa sendirian di pojok ruangan. Kenapa juga pria itu tak mengeluarkan suara sedikit pun saat berjalan ke arah Seoli tadi sih? Sebenarnya separah apa sindrom yang diderita oleh Hyungi itu?

Sesaat setelah Seoli mengepel singkat lantai bernoda kopi itu, ia kembali ke meja lalu mendapati Hyungi menatapnya berang. Pertanda jika konsep barunya tengah diprotes keras. Hanya saja, Seoli berusaha tak terpengaruh. "Hm, apa Tuan tak menyukainya?"

Snowy Miracle (✔) [PROSES PENERBITAN]Where stories live. Discover now