Part 4. These Little Aches

1K 228 87
                                    

Mengapa hanya dengan melihat tumpukan luka, ia seakan bisa merasakan perihnya lelaki keras kepala itu?

❄❄❄

Belum ada satu minggu bekerja, Seoli sudah banyak menguasai prosedur peracikan menu minuman kopi di kedai milik Hyungi. Gadis itu rupanya cukup cepat untuk bersahabat dengan benda-benda multifungsi yang tersedia di ruang kerjanya--- meja bar.

Hyungi sempat mencuri pandang pada kedua tangan mungil di sampingnya. Bergerak cepat dan tepat saat menimbang serbuk hasil gilingan biji kopi untuk satu cangkir minuman kebanggaan Hyungi.

Sedikit menarik bagaimana wanita itu berusaha menikmati proses yang tak terlalu disukainya. Hanya saja, Hyungi masih meragukan seberapa tangguh serta sejauh mana wanita itu dapat menghadapi dirinya. Ya, hanya itu.

Bagaimana jika ia pun memilih untuk angkat kaki, sama seperti bajingan-bajingan tengik sebelumnya?

Sejak papan kecil menunjukkan kedai Bitter Coffe dibuka, terhitung beberapa pengunjung sudah singgah dan menyeruput cangkir mereka yang berisikan cairan pilihannya. Lalu seorang lagi tiba-tiba muncul.

.

Krincing....

.

"Selamat siang, selamat datang di Bitter Coffe, Tuan," ucap Seoli ramah, langsung menegakkan kepala serta tersenyum sederhana saat mendengar lonceng-lonceng kecil penanda adanya pengunjung yang masuk.

Hyungi sempat terkaget atas kelakuan gadis itu. Selama ia mendirikan kedai, belum pernah ada pegawainya yang seperti barusan. Tentu saja Hyungi pun tak sudi mengajari hal-hal yang menurutnya tak penting.

Tatapan heran itu hanya ditanggapi enteng oleh Seoli. "Sajangnim, ayo tersenyum untuk pelanggan kita," gumamnya.

Kali ini Hyungi menatap jijik pada gadis yang berdiri dalam jarak tiga langkah di sampingnya. Apa-apaan sih dia?

Dalam hati Seoli hanya ingin mengubah kesan kaku pada tempat itu. Namun tak dapat disangkal jika tubuh mungilnya merinding merasakan ketidaksukaan si pemilik tempat. Nasi sudah menjadi bubur, gadis itu bersikeras tak mengindahkan pria dingin yang duduk di belakang mesin kasir sana.

"Ah jika mau, Tuan juga bisa mencoba mochacino kami. Milik kami yang terbaik," imbuh Seoli bersemangat untuk memengaruhi sang pelanggan.

"Hm, begitu ya. Aku pesan dua yang tadi, juga satu mochacino untuk tambahannya." Tujuan tercapai, lantas Seoli mengembangkan senyum begitu manis pada si pelanggan sebagai bentuk terima kasihnya.

"Baik Tuan, mohon ditunggu."

Ia meniup-niup poni rambutnya sendiri selama mengerjakan pesanan barusan. Sadar jika dirinya telah berbuat sesuatu yang keliru, tapi ia sendiri pun menyangkal untuk merasa bersalah.

"Kau!" Hyungi menutup laci uang kasir begitu kencang bersamaan dengan perginya si pelanggan barusan.

Ya Tuhan, mati aku. Seoli berjingkat, hampir saja gelas ukur kecil di tangannya terlepas begitu saja.

Hyungi mendekat ke arah gadis itu, berhenti tepat di depannya. Sampai-sampai Seoli tak dapat mengangkat wajahnya. Justru bereaksi ketakutan saat melihat kedua tangan pria itu saling mengait dan meremas kuat.

"Jaga bicaramu selama berada di sini. Jangan berlagak seolah kau paling mengetahui segalanya."

Seoli masih saja menundukkan kepala. "Tapi aku hanya ingin mencoba bersikap ramah pada pelanggan kita, Tuan." Gadis itu menahan napas, berusaha keras menaikkan pandangannya. "Jadi Tuan Min, apa kesalahanku?"

Snowy Miracle (✔) [PROSES PENERBITAN]Where stories live. Discover now