Part 10. The Biggest Flaw

1K 227 94
                                    

"Apa dan siapa pun hanya akan terluka jika terus berada di dekat monster sepertiku."

❄❄❄

Tubuh Hyungi masih tergeletak di belakang meja bar, bersentuhan langsung pada dinginnya permukaan granit. Menggelepar juga menggulung disertai erangan kesakitan yang terdengar sangat memerih pun mengerikan.

Padahal hari baru saja mengalami peralihan ke malam, Seoli menjadi panik saat memikirkan presensi beberapa pengunjung yang mungkin sekarang ini ikut memperhatikan insiden tunggal si pemilik kedai Bitter Coffee itu.

Gadis itu mundur dari ujung meja barang satu meter, lalu mengambil langkah seribu untuk berlari menjauh dan meninggalkan bosnya sejenak. Pikirannya terus mengulang pada satu pertanyaan, apakah kejadian unggahan kebencian kemarin akan terulang?

Tanpa ragu ia menghampiri beberapa meja pengunjung, Seoli membungkuk berkali-kali memohon. "Maafkan aku, tapi kedai ini harus segera ditutup. Maaf, Tuan."

Seolah memahami situasi, satu per satu tamu kedai pun menyingkir dengan segera. Setelah kedai terasa lengang, Seoli pun menutup pintu besi rapat-rapat. Menandakan jika Bitter Coffee tak lagi beroperasi khusus pada malam hari ini.

Ragu-ragu menggeser tubuhnya pada Hyungi yang masih saja mengerang di ubin, Seoli berlutut dengan kedua kaki tepat di samping pria itu. Masih hening sampai akhirnya tak dapat tertahan lagi.

"Tuan, ap-apa kau baik-baik saja?" cicitnya.

Pandangan mata Hyungi hanya kosong tanpa mengacuhkan gadis itu. Ia berusaha keras untuk duduk, melawan reaksi organ tubuhnya yang belum juga mereda. Tangan Hyungi yang terbebas itu pun terlihat memukuli diri sendiri pada bagian kepala, lengan hingga bagian yang terluka dengan sangat keras dan tanpa ampun. Tidak, pria itu bukan ingin melukai dirinya sendiri.

"Berhenti kubilang, sialan!" umpatnya geram bermonolog.

Namun tubuhnya itu mulai tak lagi bergetar hebat sedetik setelah Seoli semakin mendekatkan diri padanya. Lengan-lengan ramping yang tak sebanding dengan milik pria itu dalam sekejap sudah mengetat tubuh Hyungi begitu erat. Bahkan saat diluar kendali Hyungi, tangan pucat itu mendarat kuat di punggung Seoli.

.

Bugh....

.

Seoli memejamkan kedua matanya dengan kedua deretan giginya yang saling beradu kencang. Bertahan pada rasa kesakitan yang ia rasakan atas ulah Hyungi barusan. Jangan cemas, aku baik-baik saja, Tuan.

"Pergi, bodoh!" sentak Hyungi penuh kekalutan. "Tinggalkan aku sekarang juga!"

"Tak akan, sebelum Tuan baik-baik saja. Aku tetap di sini," respon Seoli memburu, tetap pada pendiriannya.

Napas tersengal keduanya samar-samar memelan. Lalu Seoli menyadari jika Hyungi telah dalam kondisi lebih tenang sekarang. Gadis itu mengabaikan panas di kulit punggungnya dengan menarik diri, menoleh ke arah gudang perkakas di samping toilet kedai. Ia beranjak untuk mengambil sebuah kotak putih dari sana.

Seoli meraih sejumput kasa untuk dibubuhi beberapa tetes alkohol. Pergelangan tangan Hyungi pun ditarik paksa olehnya, "Bertahanlah sedikit," ucap gadis itu memohon.

Beberapa kali meringis, Hyungi memandangi wajah serius milik gadis yang masih mengenakan celemek hitam sebagai salah satu ciri khas kedainya. Air muka Seoli tampak begitu teliti bercampur cemas saat menyentuhkan kain putih beralkohol itu ke bagian tangannya yang melepuh. Darah segar menyeruak perlahan dan menetes dari telapak maupun punggung tangan Hyungi.

Snowy Miracle (✔) [PROSES PENERBITAN]Where stories live. Discover now