Part 5. Ground Coffe

1K 224 99
                                    


Hanya saja, ibuku pernah mengajarkan aku untuk berani mengucap kata tolong, maaf dan terima kasih.

❄❄❄

"Kakek, hati-hati!"

Seoli bergerak cepat untuk menahan pinggiran gerobak seseorang yang beroleng-oleng hampir terjatuh. Gadis itu menggunakan seluruh tenaga melalui kedua tangan kecilnya. Berharap kakek yang menarik dari arah depan dapat meraih keseimbangannya kembali.

"Astaga, terima kasih, Nak," seru pria lanjut usia itu.

Merasa luar biasa iba---juga mengingat sang ibu yang hingga napas terakhir, bekerja keras untuk menghidupi dirinya--- Seoli pun tak bisa tinggal diam. Ia melihat berbagai macam ikan dan hewan laut asap yang ditutupi oleh suatu terpal tembus pandang. "Kakek akan berjualan di mana?" tanya Seoli.

"Pasar tradisional Yongsan di ujung jalan sana. Memangnya kenapa?" tanya kakek itu bingung.

Kepala gadis itu sibuk memikirkan adanya sejumlah kemungkinan. Letak pasar Yongsan berlawanan arah dengan kedai Bitter Coffee, sedangkan ini sudah jam 6 pagi. Hanya beberapa jam saja sampai pada waktu operasional kedai dibuka. Padahal persiapan membuka kedai bukan hanya tentang membersihkan lantai saja, tapi seluruh ruangan tanpa terkecuali. Belum lagi tugas pengecekan kondisi bahan baku di dapur harus sesuai dengan hasil catatan malam sebelumnya.

Namun tanpa melepaskan tangannya, ia tiba-tiba saja berseru, "Kakek, ayo ku bantu sampai ke Pasar Yongsan!"

"Apa? Oh, kau tak perlu melakukannya, Nak. Kakek akan baik-baik saja."

Seoli terkekeh tapi juga memaksanya. "Eiy, tidak bisa begitu. Ayo kita mulai bergerak, Kek!"

Si kakek penjual ikan pun hanya bisa menggeleng dan tersenyum lebar atas kelakuan Seoli padanya. "Kalau begitu, terima kasih Nak," ucapnya bersuara serak.

Ternyata keduanya menghabiskan waktu hingga setengah jam hingga akhirnya sampai di pasar Yongsan. Seoli juga dipaksa untuk menerima sebungkus ikan teri kering sebagai imbalannya, lalu ia pun berlari untuk menuju kedai tempatnya bekerja.

Uap-uap embusan napas itu mengepul bersamaan dengan Seoli membuka kunci pintu kedai. Ada untungnya si bos meminjamkan gadis itu sebuah kunci cadangan. Sehingga tubuh mungil Seoli tidak membeku di luar bangunan kedai kopi.

Sudah hampir terlambat, maka secepat mungkin ia berusaha menyelesaikan persiapan kedai. Baru setelahnya, gadis itu pun menjadi bertanya-tanya. Ke mana perginya bos galak nan dingin kaku itu?

Beberapa kali ia menoleh ke arah tangga ruangan ke atas yang bersegel peringatan 'restricted area'. Setelah satu pengunjung datang, Seoli beringsut menuju tangga misterius itu.

Tidak mungkin dia tinggal di atas kan? Pria sepertinya pasti memiliki apartemen mewah di luar sana.

Langkah kakinya mulai menapaki satu per satu anak tangga. Hingga di ujung, Seoli hanya mendapati sebuah lorong menuju ke satu pintu. Mengumpulkan serpihan rasa tak gentar, gadis itu mencoba untuk mendekat dan mengetuk daun pintu minimalis berbahan kayu jati tebal itu.

Tidak ada jawaban.

Tangannya bergerak mencengkram gagang pintu, lalu Seoli pun membukanya sembari menahan napas. Tuhan, kumohon selamatkan aku!

Ruangan itu terlihat seperti kamar tidur. Keadaan seprei yang berantakan pun menunjukkan adanya kehidupan di dalam sana. Ternyata dugaan Seoli meleset, kini ia sangat yakin jika Hyungi tinggal di situ. Apalagi setelah ia melihat seorang pria dewasa keluar dari dalam pintu di ujung ruang kamar.

Snowy Miracle (✔) [PROSES PENERBITAN]Where stories live. Discover now