Eskalasi Rasa dalam Sebuah Rumah #8

5 0 0
                                    

"Aku tidak tahu dan tidak peduli."

"Loh, loh baru seminggu putus udah gitu ya. Bukannya kamu masih stalk dia di sosmed?"

"Kita bisa ngomongin yang lain aja Lus?" kataku dengan nada tanya yang meninggi.

Lusi lalu diam. Ada jeda lama diantara kami. Sesaat yang terdengar hanya suara angin yang meniup pepohonan di sekitar, orang-orang yang teriak kegirangan mendapat ikan, riak air tambak, dan suara patahan-patahan hati yang belum selesai.

"Aku tahu Daf kamu lagi dalam posisi yang sulit. Pikiranmu sedang banyak tekanan. Dan juga kamu sudah tidak tahu harus melanjutkan hidupmu kemana. Kamu terus-terusan menyalahkan dirimu sendiri tanpa ada usaha untuk memperbaiki semuanya. Kamu harusnya bisa bertanggung jawab pada apa yang telah gagal kamu lakukan di masa lalu. Dan menurutku kamu harus mulai memperbaiki semuanya dari awal. Dari Ana."

"Tapi kenapa harus dari Ana?"

"Tanpa Ana, kamu gak mungkin bisa memperbaiki semuanya. Kamu sendiri Daf. Ego-mu untuk gak minta maaf atas apa yang sudah kamu lakukan ke Ana, membuatmu kehilangan dia dan liat dirimu sekarang. Berantakkan!"

Wajah Lusi tiba-tiba berubah dari yang awalnya ramah dan penuh keceriaan sekarang menjadi wajah yang penuh dengan emosi yang tidak stabil. Aku sendiri bingung harus seperti apa menghadapi orang yang sedang seperti ini. Lusi terlihat sangat aneh dan sedikit menakutkan.

Eskalasi Rasa dalam Sebuah RumahWhere stories live. Discover now