01 - Awalan yang berat

3.4K 195 4
                                    

Jika di ingat-ingat, ini sudah menginjak umurku enam belas tahun akhir yang sedikit lagi menginjak umur tujuh belas. Bukankah itu sebuah kebanggan tersendiri, seorang menyatakan saat umurmu telah menginjak batas legal. Umur tujuh belas adalah masa di mana kau benar-benar bisa melakukan semuanya tanpa larangan, meminum, menegak. Berdansa dan bernyanyi sampai habis tenaga di salah satu club bar malam yang terkenal dan terbesar di Korea.

Sayangnya itu hanya sebagian khayalan semata, masa tujuh belas tahunku tidak semenyenangkan bagaimana remaja sekarang menghabiskan waktu bersama, pesta ataupun hanya melakukan aktifitas di saat temanya ulang tahun, sebuah kejutan dan acara menyanyi bersama. Hah------rasanya jika diingat kembali hatiku bagaikan di tusuk dan di kasih perasan limau yang sangat pedih dan menyakitkan.

Di sinilah aku berada, di ruangan putih berbaukan aroma obat-obatan yang membuatku muak setengah mati, berhari-hari setiap pulang sekolah selalu menjumpai tempat ini. Tidak, bukan aku yang sakit. Adik Perempuanku lah yang sakit. Sudah tiga bulan terakhir, yang hanya di lakukan di rumah sakit hanyalah menantikan ia akan kembali sebagaimana semula, walaupun saat melihat  keadaanya saat itu membuat kami tidak berharap banyak. sampai saat tubuhnya yang berselimut daging tebal mulai menipis perlahan. Terlihat bagaimana tulang-tulang mulai timbul di kulit-kulitnya yang menipis.

Biaya sekolah jangan di tanyakan, bahkan hampir semua kekayaan di korbankan agar semua bisa kembali ke semula, berharap adikku sembuh dan menjalankan hari sebagai mananya.

Tepat di hari acara perpisahan sekolahku adalah hari ulang tahunku, menyedihkan di saat semua orang menyemangati dan memberi selamat. Kenapa aku hanya mampu membalas dengan senyuman palsu dan menyesakkan. Aku tidak tahu, pagi sebelumnya keadaan keluargaku sangatlah dingin. Karena tidak ada yang bisa di jual lagi untuk membiayai biaya rumah sakit dan sekolahku. Bahkan biaya sekolahku sudah terhambat tiga bulan ini, ah tidak tepat sampai di hari aku perpisahan. Sudah enam bulan dan tidak ada uang sedikitpun untuk melunasinya, terlebih angan-angan ku untuk melanjutkan pendidikan. Haha, rasanya ingin menangis saja.

Aku tidak berdiri dari keluarga kaya, hanya saja hidup kami sudah sedikit terbantu. Aku menangis di hari perpisahan bukan karena takut berpisah, aku tidak mengerti kenapa tuhan menguji kami terlalu lama. Aku ingin keluargaku kembali seperti dulu, kebahagiaan sederhana. Dengan  anggota keluarga yang lengkap.

"Bu, sekolah menanyakan tentang biaya bulanan yang harus di bayar. Jika saja Eun Byul tidak sakit, pas-"

Perkataanku terhenti saat Ibu menatapku berkaca-kaca, mukanya tampak merah.  Menunjuk ke arahku dan Eun Byul bergantian dengan penuh Angkara. "Dia sakit ini semua ujian dari tuhan, jangan sekali-kali kau menyalahkan adikmu. Dia tidak salah, tapi Tuhanlah yang sedang menguji kita."

"Tapi aku hanya menyampaikan pesan dari sekolah Bu, aku tidak menuntut ibu untuk membayarnya sekarang. Aku mengerti keadaan sekarang sangat menyesakkan, tapi Bu. Bisa kah kau pikirkan aku sedikit saja, aku hanya perlu kalian datang ke sekolah dan meminta perjanjian untuk meminta tempo pembayaran." Sungguh, aku sangat kesal. Ibu selalu marah jika sedikit saja aku mengatakan jika semua masalah datang saat Eun Byul sakit. Tapi itulah kenyataannya.

"Kepala ibu pusing, sebaiknya kau bicarakan dengan ayahmu yang hanya tahu menghabiskan uang dengan membeli lintingan rokok sialan itu."

Aku mengadah, rasanya sungguh menyesakkan. Kenapa rasanya seolah-olah akulah yang memperkeruh suasana di sini.

"Adikmu itu sedang sakit, apa kau tidak mengerti juga Eun Bi! Kau sudah besar, belajarlah bersikap sedikit dewasa dari sifat egoismu itu." Ayah menatapku tak jauh dari Ibu menatapku sebelumnya, sialan. Kenapa semuanya menjadi berantakan seperti ini, pasti akulah menjadi samsak emosi mereka saat mereka lelah dengan keadaan.

Restricted ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang