02 - Pandangan pertama

1.6K 168 3
                                    

"Karyawan baru lagi?"

Aku hanya mengganguk kembali, sembari tersenyum manis. Lagi, ah sial. Seharusnya aku bisa meregangkan otot rahangku, sungguh ini benar-benar pegal. Aku tersenyum setiap saat benar-benar menyebalkan, rasanya rahangku kebas dan panas. Sementara tiga polisi yang menatapku di pintu masuk hanya tersenyum mengerling genit, hah. Ternyata tidak lelaki di luar, pasar, mall di tempat pejalan kaki. Ada saja yang menatap seperti mau melahap, ya. Gila saja, aku yakin di lihat dari wajahnya mungkin tiga pria yang berada di hadapanku satu sudah memiliki cucu, dan dua di antaranya sudah memiliki anak.

Benar-benar tidak mempunyai kesadaran diri.

"Kau Karyawan tercantik sekarang di sini, lebih jauh dari Hana." Kata pria yang mempunyai jenggot panjang, ewh. Ku rasa itu sudah tidak di cukur satu bulan, membuatku hanya kembali tersenyum dan menggeleng. "Tidak, Hana adalah yang tercantik."

Jujur saja, aku paling benci di puji cantik. Karena aku tidak merasa cantik, bahkan lelaki hanya bisa membual agar bisa menggoda gadis untuk tersipu. Haha, sebelumnya semua temanku lelaki jadi aku sudah mengetahui bagaimana seorang lelaki memulai pendekatan, jadian, putus ataupun lanjut ke hubungan yang lebih serius. Bukan sombong, mereka juga memujiku cantik. Ya, rata-rata semua wanita itu cantik. Tergantung seberapa ia bisa menyulap wajahnya menjadi cantik, namun ada sebagian wanita yang sudah cantik alami sejak lahir.

"Eun Bi, berhenti berbicara dengan mereka. Kita harus menghabiskan dangangan ini agar cepat kembali ke dapur." Kata Hana yang berada lima langkah di belakangku, sedangkan ketiga pria tadi menatap Hana malas. Membuatku merasa beruntung karena Hana telah menyelamatkanku dari ketiga pria pedofil yang membuatku muak setengah mati.

Aku mendekat ke arah Hana, gadis itu sibuk dengan catatan dagangan yang laku. Kemudian menunjuk salah satu minuman yang berada di nampan berserta tempat yang harus aku antarkan."Kau kasihkan teh susu ini ke kamar delapan."

Aku menatap ragu kamar yang sebelumnya di tunjuk Hana, mungkin gadis itu tahu ketakutanku. Membuat ia berdecak pelan. "Tidak apa, mereka tidak mungkin menembak kepalamu di tempat. Kau hanya perlu mengasihkan pesanan kepada mereka, setelah itu kembali lagi ke sini."

Kau sudah terbiasa, ya wajar saja. Sialan. Andai saja aku bisa berkata seperti itu, untung saja aku bisa mengontrol diri untuk tidak menyahuti perkataanya. Sungguh, ia belum tahu jika mulutku ini tajam seperti sembilu, menancap lurus tembus sampai kebelakang.

Aku menghembus pasrah, walaupun sedikit ragu aku mendekatkan diri di kamar bertuliskan angka tiga di atasnya. Nampak pria tiga puluhan keatas itu tersenyum menjijikan sungguh. Aku ingin saja melayangkan sinisan, namun aku hanya bisa melayangkan senyum manis. Aku meletakkan minuman itu ke dalam jeruji, tangganku masuk ke dalamnya namun lelaki genit itu menyentuh tanganku yang masih memegang kopi segera aku menepisnya dengan tatapan tidak suka. Hei, apa-apaan yang di lakukannya itu.

"Aku baru menyentuh, belum memegang. Tapi reaksimu sudah seperti itu." Pria itu memayunkan bibirnya, sungguh itu tidak imut sama sekali. Jika saja aku bisa, aku ingin sekali menarik kepalanya hingga keluar dari jeruji besi ini. Aku hanya kembali tersenyum, lagi. "Itu refleks, aku takut jika kopinya tumpah."

"Jadi, boleh bukan aku memegang tanganmu sekarang." Wajahnya di tempelkan pada jeruji, menatapku dengan tatapan nakal. Oh, benar-benar membuatku ingin menghantam wajahnya sampai biru.

"Hei pria tua, kau seharusnya memikirkan anak dan istrimu di luar sana. Umurmu sudah mendekati kadaluarsa, berkaca lah." Hana berujar sembari mendecak keras, mendekat selagi menatap ke arah isi ruangan kamar tiga. Di mana mereka hanya tidur beralaskan karpet yang sudah rusak di berbagai bagian, dan toilet yang tergabung jadi satu di sebelah tempat mereka tidur. Hanya penutup dinding batu sebatas perut, setelah itu tidak ada penutup apapun di toilet itu. Ew, itu jorok sekali.

Restricted ✓Where stories live. Discover now