6. Watching Movie, Genius Sam

3.1K 183 13
                                    

"Ryan..."

Panggilan itu sukses membuat Bryan menoleh. Istrinya berada disana. Tatapan dan raut wajahnya nampak sangat khawatir.

"Apa yang terjadi?"

"Alergi,"

"Bagaimana bisa?"

"Entahlah. Tidak ada yang salah dari menu yang Samuel pesan. Karena itu, grandpa Vincent mengirimkan orang istana untuk memeriksanya,"

"Tapi, Sam tidak apa-apa, kan?"

"Dokter bilang dia dibawa dengan cepat kesini. Namun tetap saja, hal itu lumayan berbahaya. Terlebih Sam masih kecil,"

Jessica memeluk suaminya dengan cukup erat. Melihat putra mereka terbaring di ranjang rawat membuatnya cukup sedih. Demi apapun, Jessica rela menukar segala hal asal putranya bisa tetap tersenyum bahagia dan sehat.

"Anak-anak dimana?"

"Aku titip pada grandpa. Aku terlalu khawatir pada Sam,"

Bryan mengangguk. Dia mengusap rambut panjang istrinya dengan sayang.

"Istirahatlah,"

"Lalu kamu?"

"Aku menunggunya disini,"

Jessica mengangguk dengan berat hati. Dia beranjak keluar dan berpindah ke kamar satunya. Jessica membaringkan badannya di ranjang empuk yang tersedia disana. Terkadang dia merasa keluarga suaminya semakin hari semakin tidak masuk akal. Bayangkan saja, mereka membuat setiap rumah sakit memiliki ruangan khusus untuk mereka. Hebatnya lagi, ruangan itu nampak seperti sebuah kamar bertype family room di sebuah hotel bintang lima.

Karena itu, Jessica bisa beristirahat di ranjang empuk walau mereka ada di rumah sakit. Beralih ke Bryan yang memilih duduk di tepi sebelah kanan ranjang Samuel. Ranjang rawat di rumah sakit ini pun sama empuknya dengan ranjang di hotel bintang lima. Ukuran ranjangnya mencapai queen size.

"Cepat sembuh, pangeran kecil. Maafkan daddy," gumam Bryan sambil mengusap pipi tembam putranya.

Bryan memang merasa bersalah pada putranya. Dia menurunkan alergi-nya pada putranya. Bryan tidak mau menurunkan hal itu pada anak-anaknya. Namun, apa daya? Ternyata Samuel membawa alergi miliknya. Bryan menoleh saat mendengar suara langkah kaki mendekat ke kamar itu.

"Tuan,"

"Ada apa kak?" Tanya Bryan.

"Semua data sudah didapatkan oleh pihak kerajaan,"

"Lalu?"

"Mereka akan mengirim utusan kesini besok,"

Bryan mengangguk.

"Beritahu mereka, aku meminta seorang food taster. Selain racun, aku mau orang itu bisa membedakan mana kacang almond dan mana yang bukan. Aku mau persetujuan dari prince Vincent besok pagi,"

"Baik, tuan,"

Davin pergi dari sana. Bryan masih berada di sebelah putranya. Menjaga balita itu tetap dalam pengawasannya.

"Daddy..." suara serak dengan nada merengek itu membuat Bryan naik ke atas ranjang.

"Ssstt... jangan menangis, jagoan! Daddy disini," ujar Bryan sambil mengusap rambut putranya dengan sayang.

Mata biru itu menatap Bryan dengan tatapan berkaca-kaca.

"Kenapa nak?" Tanya Bryan.

"Gatal, daddy... leherku juga sakit," rengek anak itu.

[KS#2] The SixthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang