EMPAT

129K 5.5K 124
                                    

Repost
Maaf banyak typo

Inne menundukkan kepalanya dalam, tak kuasa mendapat tatapan tajam dari Athar.

Bagaimana tidak di tatap tajam oleh Athar, Inne menolak keinginan Athar yang ingin membawa dirinya ke rumah sakit. Membuat Athar marah, dan mendiamkannya seperti saat ini dengan raut wajah datar yang membuat Inne sedih melihatnya.

Bahkan Athar juga memberi pilihan lain pada Inne, tidak ke rumah sakit, tapi mendatangkan dokter ke rumah, dan Inne menolak tegas keinginan Athar. Inne menolak karena ia sudah tau mengapa ia bisa sakit, dan terlihat pucat seperti saat ini.

"Athar... maaf." Lirih Inne pelan.

Kedua matanya dalam sekejap sudah berkaca-kaca. Inne benci pada dirinya yang akhir-akhir ini, ia dapat merasakan dengan jelas perubahan moodnya selama dua minggu belakangan ini, ia juga sangat cengeng, dan bagian yang ini sangat tidak di sukai oleh Inne. Karena Ia sudah terbiasa kuat, dan tegar dalam menjalani masalah hidupnya yang pelik, dan berliku. Hanya satu yang tak bisa Inne untuk bisa kuat, dan tegar, yaitu apabila Athar pergi dari hidupnya. Tidak! Itu menyeramkan untuk di bayangkan oleh Inne, apalagi saat ini sudah ada janin, hasil buah cinta mereka yang sedang tumbuh sehat di dalam rahimnya.

Inne sudah berdiri tepat di depan Athar. Menubruk tubuh Athar kuat membuat Athar bahkan terhuyung beberapa langkah kebelakang.

"Maaf. Aku nggak apa-apa makanya aku menolak ke dokter."

"Tadi aku memang sempat pusing. Tapi sekarang sudah nggak lagi, Athar. Jangan mendiamkanku seperti saat ini. Maafkan aku, ya."Ucap Inne dengan nada memelasanya dengan kepala yang tenggelam dalam di depan dada bidang Athar, kedua tangannya yang rapuh, mendekap begitu erat tubuh tegap Athar, seakan takut, Athar akan menghilang di depannya saat ini juga untuk selama-lamanya dari hidup, dan pandangannya. Apalagi perkataan, dan pertanyaan Athar yang aneh saat di dalam mobil tadi. Membuat pikiran Inne di penuhi pikiran negatif, dan takut yang lebih mendominasi. Takut Athar akan meninggalkannya.

"Please, ngomong Athar."Lirih Inne memelas.

Tapi sayang, Athar masih diam, bahkan kedua tanganya tidak membalas pelukan erat Inne sedikit'pun. Membuat Inne melepas dengan berat hati pelukan kuatnya pada tubuh Athar. Mundur dua langkah, menatap Athar dengan tatapan sedih, dan nanarnya.

"Athar..."Panggil Inne pelan sambil mengguncang lembut lengan Athar. Karena melihat tatapan Athar yang terlihat kosong?

Athar tersentak kaget, semenit sebelum Inne mendekap tubuhnya, Athar melamun, dan meresapi dalam diam, rasa, dan bagaimana cara Inne mendekap dirinya, sebelum...ah, Athar menggeleng pelan, dan menatap dalam kearah wajah sedih Inne.

Athar merenggut tubuh Inne, tubuh wanita yang sudah mengisi hati, hari-harinya, dan hidupnya  selama hampir delapan tahun lamanya. Athar mencium lembut puncak kepala Inne dengan tatapan nanar yang menatap kosong kearah depan tanpa Inne ketahui, dan sadari.

"Aku marah, dan merasa menjadi pria paling brengsek di dunia ini. Aku marah pada diriku sendiri, melihat betapa menyedihkannya kamu yang duduk tak berdaya diatas trotoar tadi."

"Kamu udah bilang sama aku sejak kemarin lusa, kamu nggak enak badan. Tapi aku nggak peka, dan malah pergi...pergi keluar kota, meninggalkan kamu yang sakit seperti saat ini."

"Maafkan aku, Inne. Aku adalah pria bodoh, dan tak peka terhadap wanitanya."bisik Athar pelan tepat di depan telinga Inne.

Inne diam, tapi kedua  tangannya semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Athar. Memeluk Athar penuh cinta, dan kasih. Athar, laki-laki yang menemani suka dukanya selama delapan tahun berlalu, Athar juga adalah laki-lakinya yang menjadi penopang hidupnya selama ini, finansial, kasih sayang, perhatian, semuanya, Inne dapat dari Athar.

Athar adalah laki-laki terbaik setelah ayahnya.

"Aku yang salah. Aku buat kamu marah, padahal kamu ajak aku ke rumah sakit untuk kebaikan aku sendiri. Maafkan aku."

"Aku tidak apa-apa. Kamu kan kerja kemarin, harus ke luar kota. Kamu kerja keras untuk kita'kan, Thar? Untuk kehidupan kita setelah menikah nanti?"Ucap Inne dengan tatapan penuh harapan. Harapan dapat menikah dengan Athar. Harapan  Athar menjadi jodohnya, jodoh dunia akherat. Inne tersenyum lebar mebayangkan ia menikah dengan Athar, Athar mengetahui dirinya yang hamil, Athar sangat bahagia, dan mereka akan hidup bahagia. Selamnya, semoga saja.

Tapi, tiga detik senyum lebar yang tersungging di bibir Inne, harus lenyap tak bersisa di saat Athar melepas dengan lembut pelukan mereka, dan melangkah mundur dua langkah kebelakang. Kepala Athar menggeleng, dengan senyum pahit yang tak enak di pandang oleh mata Inne saat ini terpatri di kedua bibir Athar, dan sial! Kembali rasa takut mendominasi diri Inne, dan jantungnya juga perlahan tapi pasti mulai berdebar tak normal, diiringi rasa sesak yang menyiksa.

"Inne...."Panggil Athar pelan, bersamaan dengan tubuh tinggi tegap laki-laki itu yang melorot ke lantai dengan kedua lutut yang menjadi sandarannya.

Entah kenapa, Inne spontan melangkah mundur. Menatap dengan tatapan was-was pada Athar.

"Inne...Inne sayang."Panggil Athar lembut masih diringi senyum pahit yang tersungging di kedua bibirnya.

Athar melangkah mendekat pada Inne dengan kedua lututnya.

Deg!

Inne kaget melihat air mata Athar yang mengalir dengan mulus membasahi pipinya, dan Inne semakin kaget di saat Athar bersujud di depan telapak kakinya.

"Athar...apa yang kau lakukan. Bangun Athar."Inne menjongkok pelan di depan Athar, menarik kedua bahu Athar lembut, agar Athar segera bangkit dari sujudnya. Tapi, sedikit'pun Athar tidak merubah posisinya, masih bersujud dengan kepala yang berada tepat di depan kedua jari-jari kakinya.

"Atha---"

Ucapan Inne terpotong, di saat kedua manik coklat terangnya melihat beludru warna hitam bentuk hati yang di keluarkan Athar dari genggaman  telapak tangannya sedari tadi. Yang di genggam Athar diam-diam tanpa di lihat, dan di sadari oleh Inne.

"Athar..."jerit Inne bahagia.

Athar melamarnya, oh Tuhan...akhirnya...

Inne dengan segera menjatuhkan tubuhnya di depan Athar, mengelus sayang kepala Athar dengan tangan lembut, dan halusnya. Anak yang di kandungnya akan menjadi kado terindah untuk Athar dalam pernikahan mereka.

"Kamu melamarku? Aku mau Athar. Aku mau."Ucap Inne antusias.

Athar mengatakan padanya, mereka akan menikah tahun depan.  Tapi, Athar melamarnya saat ini. Pernikahan mereka di percepat. Inne bahagia, sangat bahagia.

Athar mengangkat kepalanya pelan. Menatap Inne dengan tatapan nanar, dan menyesalnya.

"Maaf. Aku...aku tidak pantas untukmu, Inne. Pertunangan kita batal. Maafkan aku. Cincin yang di pakaiku ada dalam kotak ini. Maafkan aku. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi. Terimah kasih untuk tujuh tahun kebersamaan kita. Aku masih mencintaimu, tapi aku merasa bukan laki-laki terbaik untuk dirimu. Maafkan aku."

Inne seakan tuli, pura-pura tak mendengar ucapan demi ucapan  pahit yang keluar dari mulut Athar.

Pertama, matanya menatap dengan tatapan liar pada kedua tangan Athar, tepat di jari manisnya. Dan benar saja, di sana...sudah tidak ada cincin yang melingkar. Lalu, kotak yang berisi cincin itu, tiga tahun yang lalu seingat Inne kotaknya berwarna merah, tapi sekarang kotaknya berwarna hitam....Inne menggeleng keras, dan membekap mulutnya kuat dengan kedua tangannya.

Pantas warna hitam, Athar memberi warna duka untuk mengembanlikan cincin itu padanya.

Inne sontak memeluk perutnya dengan kedua tangannya. Menghiraukan ucapan demi ucapan maaf yang terlontar dari mulut Athar.

Anakku....

Tbc

04-12-2019-22:20

DIA ANAKKU! RepostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang