23

87.2K 4.2K 178
                                    

*****


Wanita hamil memiliki perasaan yang sangat sensitif. Perasaan Inne yang sudah kacau karena kehadiran Athar tadi. Semakin kacau saat ini, di saat wanita tinggi cantik itu. Wanita yang sudah merenggut Athar darinya terlihat bergelanyut manja di lengan kekar Athar saat ini.

Membuat Inne merasa iri, tapi rasa sesak, dan sakit yang lebih mendominasi perasaannya saat ini.

Kedua manik cokelat terangnya, menatap dengan tatapan terluka kearah kedua tangan kekar Athar di depan sana yang terlihat sesekali mengelus perut Sabira lembut di balik gaun mahal yang wanita itu kenakan saat ini.

Tak tahan melihat hal yang menyakitkan hati, dan perasaanya. Inne membuang pandangannya, dan menatap dengan senyum pahit, dan sendu pada perutnya. Di mana ada sang anak  yang sedang tumbuh, dan kembang di dalam sana.

"Maaf..."Ucap Inne penuh permohonan, di tujukan untuk calon anaknya yang malang.

Dengan tangan yang gemetar, Inne membawa tangannya ke depan perutnya. Membelai sayang perut sedikit buncitnya dengan tangan yang sudah bergetar hebat saat ini. Inne menahan tangisnya sebisa mungkin. Minggu lalu, kalau tidak salah. Semalaman penuh Inne tidak bisa tidur. Pikirannya selalu tertuju pada Athar. Mengharap dengan ajaibnya laki-laki itu hadir, dan datang di rumahnya hanya untuk membelai perutnya. Apa yang inne harapkan mustahil terjadi, begitu lah faktanya. Sejak menikah, Athar tidak pernah menginjakkan kakinya di rumahnya lagi, terakhir kali laki-laki itu datang, di saat laki-laki itu mengancam, dan melempar se plastik uang berwarna merah, dan biru untuknya.

Bahkan keinginan itu masih ada, dan tersisa dalam hati, dan pikirannya. Inne meyakini hal ini bukanlah keinginannya, tapi keinginan calon anaknya yang merindu, dan mengharap sentuhan sang ayah untuk kedua kalinya. Ya, selama Inne hamil, bahkan Athar sepertinya tidak pernah membelai perutnya.  Membelai anak mereka. Tidak pernah. Sekali saat itu, Athar hanya memeluk peurtnya, tidak membelai, memanjakan calon anak mereka. Ah, pantaskah Athar di sebut calon ayah? Athar bahkan tidk berniat, dan sudi bertanggung jawab dengan anak yang ia kandung saat ini.

"Papamu sudah mati! Akan mama tanamkan pada pikiran, dan hatimu, Sayang. Kalau papamu sudah mati."bisik Inne pelan dengan tawa getir yang menghiasi kedua bibirnya kali ini.

Melihat Athar yang memilih dengan selektif buah mangga muda untuk Sabira. Inne beranjak dari persembunyiannya. Bersamaan dengan Athar yang terlihat mencuri pandang padanya di depan sana.

Inne melangkah pergi, bahkan mangga yang ia inginkan belum sempat Inne pilih, dan ambil.

Inne membutuhkan toilet untuk menenangkan perasaannya yang sedang kacau saat ini.

*****

Sabira menjauh dari Athar, membuat Athar yang sedang sibuk memilih mangga muda, menghentikan sejenak kegiatannya, dan  menatap Sabira penuh tanya.

"Kenapa menjauh?"Tanya Athar lembut.

Sabira hanya tersenyum, tidak menjawab pertanyaan Athar. Jari lentiknya menunjuk pada tas selempangan kecil yang berisi ponselnya.

Tas kecil yang terbuat dari anyam rotan halus itu terlihat bergetar kecil.

"Siapa yang menelpon?"Tanya Athar lagi.

Athar menatap Sabira intens. Kalau ada yang menelpon ya, angkat saja, tanpa harus menjauh darinya.

"Kak Sadam. Dia ternyata membawa  makanan yang aku minta darinya. Kak Sadam sedang menunggu di parkiran."Ucap Sabira lembut.

Athar yang paham langsung mengambil cepat mangga muda segar yang akan di makan Sabira nanti. Supaya anak mereka tidak ileran nantinya.

Sabira menatap Athar bingung, melihat Athar yang terburu memilih mangga muda untuknya.

"Aku jalan sendiri ke parkiran. Kak Sadam buru-buru mau langsung ke luar kota setelah aku ngambil makananku."

"Aku mau belimbing,  sama melon juga. Kamu aja yang milih. Kamu paling jago milih buah segar, dan enak di saat kita kecil dulu."

"Aku pergi, ya. Nanti Kak Sadam ngomel kalau aku lama."Ucap Sabira terburu, dan berniat melangkah meninggalkan  Athar, tapi dengan cepat Athar menahan pergelangan tangan Sabira.

"Aku saja yang ambil. Kamu tunggu disini. Nanti kamu capek. Kasian anak kita."Ucap Athar tidak rela, membiarkan Sabira berjalan sendiri menuju parkiran. Jaraknya lumayan jauh.  Bisa jantungan mamanya kalau Sabira kenapa-napa nanti.

"Aku jarang gerak di rumah. Anggap aja aku olahraga saat ini."Sabira melepaskan lembut tangan Athar yang menggenggam tangannya.

Sabira juga bahkan melabukan kecupan lembut di pelipis Athar, membuat Athar dengan lembut melepaskan tangan Sabira darinya. Berbanding terbalik dengan perlakuannya pada Inne tadi.

Shit! Seketika pikiran Athar tertuju pada Inne. Athar melirik kearah dimana Inne berada tadi.

Sudah tidak orang. Kemana Inne?

Athar hanya mengangkat kedua bahunya tak acuh. Paling pulang, dan Athar lega. Karena Sabira tidak akan berpapasan dengan Inne.

14-12-2019-14:22

DIA ANAKKU! RepostWhere stories live. Discover now