TUJUH

104K 4.8K 58
                                    

Seperti biasa, insya Allah akan di up setiap hari. Target ini cerita akan aku selesaikan dalam waktu satu bulan kalau bisa kurang dri itu;)

Dengan baju sederhananya bahkan terbilang sedikit kucel, dan lusuh karena Inne tidak sempat memilih pakaian mana yang baik, dan bagus untuk di pakainya menemui Athar saat ini. Keadaannya juga yang kurang sehat membuat Inne sedikit mengabaikan tentang penampilannya seminggu belakangan ini.

Inne memilin ujung kaosnya kuat, menutupi rasa gugup yang melanda telak dirinya saat ini,  manik coklat terangnya melirik kearah pakaiannya, ah lebih tepatnya melirik kearah dirinya dari ujung kakinya kalau bisa hingga ujung kepalanya.

Sendal yang di pakainya bahkan sandal rumahan yang sudah tipis, dan lusuh. Inne juga bahkan tidak memoles wajahnya dengan make up sedikit'pun membuat Inne yakin bahwa dirinya yang merupakan satu-satu orang yang paling menyedihkan, dan seperti pengemis di tengah keramaian orang-orang yang berjas dan berdress mahal, dan elegant pagi ini.

Inne memejamkan matanya erat , merapal doa agar di berikan kebenaranian, ketegaran, dan kekuatan mental, dan fisik detik ini oleh Tuhan. Inne meyakini bahwa dirinya sudah menjadi pusat perhatian semua tamu uandangan yang berada di sekitarnya.

Dapat Inne rasakan,  seluruh tubuhnya yang memanas, dan seakan ingin mencair karena malu, malu karena di tatap dengan tatapan ejek bahkan kedua telinganya menangkap dengan pasti cibiran-cibiran menyakitkan dari orang-orang yang mengenalnya sebagai pacar Athar yang hadir sebagai tamu undangan di sini.

Mengatakan terang-terangan keputusan Athar yang tepat bertunangan, dan akan menikah dengan wanita yang sederajat dengannya, cantik, pintar, dan kaya. Meninggalkan dirinya adalah pilihan yang tepat, apabila Athar benar-benar berakhir dengan menikah dengannya, Athar akan menyesali semuanya di akhir. Seperti itulah kira-kira bisik-bisik para tamu undangan untuk dirinya.

Sakit sekali, hati Inne sakit sekali saat ini di dalam sama. Bisikan lebih banyak terdengar dari suara wanita.  Apakah sebagai sesama wanita mereka tidak memiliki sedikit saja rasa iba, dan simpati pada dirinya.

Sudah jelas di sini, Athar yang salah. Athar yang meninggalkan dirinya setelah hampir delapan tahun bersama. Tapi, kenapa wanita-wanita sosialita itu, malah mencibirnya, dan merendahkannya? Inne berharap, semoga mereka tidak bernasib malang seperti dirinya nanti.

Inne dengan jantung yang berdegup kencang di iringi rasa sesak, dan sakit yang menyiksa di dalam sana, mengangkat pelan kepalanya dengan pandangan lurus ke depan.

Tepat kedua manik coklat terang Inne tertuju pada sepasang laki-laki, dan wanita yang terlihat tersenyum lebar di depannya sana. Mengobrol dengan asik, dan saling merangkul mesra satu sama lain dengan penampilan memukau yang berbeda dari yang lain.

Jelas berbeda, karena mereka'lah orang pertama yang menjadi bintang di pesta mewah saat ini. Mereka'lah pemilik pesta, dan mereka'lah yang akan bertunangan hari ini.

Athar dan Sabira.

"Athar..."Mulut Inne dengan spontan  menyebut nama Athar dengan nada suara yang sedikit keras, membuat semua orang yang ada dalam ruang tamu besar, dan mewah rumah keluarga Athar sontak menoleh keasal suara, kearah Inne.

Terlebih Athar. Athar menatap dengan kedua mata yang membulat kaget kearah Inne. Rangkulan mesranya di pinggang Sabira terlepas begitu saja, raut wajahnya yang menampilkan senyum bahagia langsung raip, dan sirna entah kemana, digantikan dengan wajah tegang, dan kaku dengan tatapan yang menatap lurus kearah Inne.

"Inne..."bisik Athar pelan sekali.

Sabira yang berada d samping Athar memang tidak mendengar bisikan Athar. Tapi gerakan bibir Athar dapat di baca dengan mudah oleh Sabira. Sabira sedikit menjauh dari Athar dengan wajah masamnya.

"Athar..."panggil Inne lirih, dan kedua kakinya melangkah dengan yakin mendekat pada Athar.

Semua orang memberi jalan pada Inne. Ada orang yang menatap Inne dengan tatapan kasian, tapi lebih banyak yang menatap Inne dengan tatapan mengejek, dan mencibir. Mereka adalah kaum sosialita yang hanya peduli, dan memandang orang dari status, gelar, dan materi saja. Tidak semua memang, tapi yang hadir diacara pagi ini, rata-rata bersifat seperti itu.

Deg!

Setelah berdiri tepat di depan Athar yang terlihat kaku di depannya.

Kedua manik coklat terang Inne langsung menatap liar kearah kedua tangan Athar.

Tanpa bisa di cegah lagi, air mata Inne meluncur dengan deras, membasahi kedua pipinya yang tirus, dan terlihat sangat pucat saat ini. Di sana, di jari manis tangan kiri Athar sudah melingkar cincin yang lebih mahal, dan mewah. Jauh dari cincin sebelumnya yang di kenakan Athar saat masih menjadi tunangannya.

"Apa salahku? Apakah...a-apakah aku membuat kesalahan padamu, Athar?"Tanya Inne dengan nada terbata, dan air mata yang semakin mengalir deras jatuh membasahi pipi tirusnya.

"Athar...."

Athar menoleh keasal suara. Mamanya berdiri dengan raut wajah  bingung di depannya. Menatap bergantian kearah wajah sang putera dengan wajah basah Inne yang merupakan mantan calon isteri anaknya.

"Ya..."bisik Athar pelan menjawab panggilan mamanya.

"Kamu mengatakan sudah mengakhiri hubunganmu dengan baik-baik dengan wanita ini? Kenapa dia bisa datang? Kamu mengundangnya? Kenapa mengundangnya?  Dia hanya akan buat kekacauan dengan air matanya. Mengharap iba dari orang-orang di sini, Athar."

"Kamu dari awal, bahkan sejak lahir sudah menjadi milik Sabira. Selesaikan dulu saat ini juga, detik ini juga masalah, dan hubunganmu dengan Inne!"

Tanpa membalas ucapan mamanya, Athar menarik sedikit kasar tangan Inne, membuat Inne menjerit kaget, dan menahan rasa sakit karena kuatnya cengkraman Athar pada pergelangan tangannya. Membawa Inne membelah kerumunan untuk mencari tempat sepi. Berbicara dari hati ke hati untuk membersihkan masalah, dan hubungan mereka yang rumit.

Rumit karena kesalahan fatal Athar sendiri!

****

Tbc !

06-12-2019-21:42

DIA ANAKKU! RepostWhere stories live. Discover now