Bab 3 - Angkat Telpon

97.5K 6.2K 263
                                    

OoO

Pak Aldi menggulung lengan kemeja biru lautnya hingga siku. Kemeja itu dipadukan dengan denim gelap dan sepatu sneakers dongkernya. Aldi sengaja tidak memasukkan kemeja itu ke dalam celananya. Ia mengambil mantel abu-abunya lalu menyampirkannya ke pundak.

Dosen muda satu itu kemudian menuju ruang tengah, tempat ayah dan ibunya sedang berbincang.

"Bu, Yah, Aldi berangkat." Pak Aldi mencium tangan keduanya dengan hormat.

"Hati-hati,"

"Assalamualaikum," Setelah mengucapkan salam, pak Aldi keluar dari rumah menuju garasi. Ia mengeluarkan CR-V hitam miliknya. Sebelum menyalakan mesinnya, ia mengeluarkan ponsel dan mengetikkan sesuatu untuk Aulia.

Aldi
Setengah jam lg sy sampai rmh km.

Tanpa menunggu balasan dari Aulia, pak Aldi melajukan mobilnya untuk menjemput Aulia. Resepsinya baru akan dimulai pukul delapan nanti. Namun pukul tujuh, pak aldi sudah siap ke rumah Aulia.

Tanpa diketahui pak Aldi, Aulia masih sibuk memilih gaun yang akan dikenakannya. Jika mama Attha—mama Aulia—ada di sini, ia pasti tidak akan kesulitan seperti ini.

Drtt..

Ponselnya di kasur bergetar. Notifikasinya menunjukkan pesan dari pak Aldi. Langsung saja Aulia membukanya. Ya, Aulia sudah menyimpan nomor pak Aldi kemarin.

Pak Aldi
Setengah jam lg sy sampai rmh km.

Mampus! batin Aulia.

Aulia memandang tiga gaun dihadapannya. Pilihannya jatuh pada gaun warna biru, hadiah ulang tahun dari mamanya tahun lalu. Tanpa babibu, Aulia menyambar gaun itu dan langsung mengenakannya.

Waktunya terbuang sepuluh menit untuk itu. Ia masih punya dua puluh menit lagi.

Aulia memakaikan pelembab di wajahnya, disusul bedak bayi ke bagian tubuhnya yang terlihat. Ia suka aroma bedak bayi ini.

Kemudian ia memberikan liptint berwarna merah di bagian dalam bibirnya. Ia juga memakaikan sedikit blush on ke pipinya. Terakhir, menambahkan eyeshadow warna peach di atas matanya.
Selesai!

Aulia bersyukur punya alis yang tebal dan indah hingga ia tidak perlu repot repot menggambarnya lagi.

Waktu yang ia gunakan untuk berdandan adalah dua puluh menit pas. Sebelum keluar, ia menyisir rambut sebahunya dan menyelipkan jepit berwarna biru di poni kiri rambutnya.

Diluar, terlihat pak Aldi sudah duduk di sofa sambil bermain ponselnya.

"Bapak sendiri? Mas Juna mana?" tanya Aulia setelah duduk di sofa depan pak Aldi.

Pak Aldi menoleh. Ia terkejut mendapati Aulia sudah disampingnya. Aulia terlihat lebih.... cantik malam ini.

"Mas Juna?" tanya pak Aldi memastikan. Ia jadi tidak fokus saat melihat Aulia.

"Iya, pak."

"Sudah berangkat sama Riska. Kenapa?"

"Masa ada tamu malah ditinggal pergi. Ngga ditemenin." Aulia menggerutu.

"Nggak papa. Lagian saya juga sudah dibuatkan minum." Aulia melirik segelas air putih di meja. Air putih. Royal sekali kakaknya itu.

Baru saja Aulia akan mengomentari, pak Aldi sudah lebih dulu berkata, "Lagian Saya tamu kamu. Bukan tamu Juna."

"Tapi kan, Pak, sebagai tuan rumah yang baik—"

"Ayo berangkat, nanti kita telat kalau kamu ngomong terus." Pak Aldi berdiri lalu berjalan mendahului Aulia yang sebal karena ucapannya dipotong.

Aulia masih mengunci pintu saat pak Aldi sudah duduk di dalam mobilnya. Setelah mobil pak Aldi keluar, Aulia menutup pagar rumahnya lalu masuk ke dalan mobil pak Aldi.

"Mama kamu ke mana? Kok nggak kelihatan? Bukannya restoran Mama kamu sudah ada yang handle di setiap cabang?" tanya pak Aldi saat mobil melaju.

"Ke Solo, Pak. Mama buka cabang lagi di sana." Pak Aldi merespon dengan anggukan.

Ternyata, mama Atta sudah kenal dekat dengan pak Aldi. Bisa-bisanya Aulia tidak tahu soal ini.

"Oh ya, Pak, Riska Riska yang sama Mas Juna itu, pacarnya Mas Juna?" tanya Aulia penasaran.

"Nggak tahu."

"Kan Bapak temennya Mas Juna. Gimana, sih?"

"Kenapa tidak kamu tanyakan langsung ke Juna? Kamu kan adiknya."

"Ck! Bapak, ih. Saya kira Mas Juna tukang listrik yang tiap bulan ke rumah." Aulia mencibir.

Setelah perdebatan itu, ponsel pak Aldi di dashboard berbunyi. Panggilan masuk.

"Ya, tolong angkat telpon Saya. Saya lagi nyetir." Dengan patuh, Aulia mengiyakan.

"Dekatkan ke telinga Saya," perintah pak Aldi. Dengan ragu, Aulia pun mengiyakan. Sekarang ponsel itu diapit oleh tangan Aulia dan telinga pak Aldi.

"Halo,"

"... "

"Bentar lagi sampe."

"..."

"Tunggu aja,"

"Udah, Ya. Teleponnya sudah mati. Terima kasih." kata pak Aldi. Aulia pun menjauhkan tangannya dan meletakkan ponsel ke tempat semula.

"Dari siapa, Pak?" Jiwa kepo Aulia mulai terlihat.

"Temen," jawab pak Aldi singkat.

"Cowok?"

"Iya,"

"Ganteng nggak, Pak?" Seketika pula, wajah pak Aldi langsung memerah.

"Kalau Saya bilang iya, nanti kamu kira Saya gay." jawab pak Aldi dengan ketus. Tidak seramah sebelumnya.

"Yeee, biasa aja dong, Pak. Btw, namanya siapa, Pak? Siapa tahu Saya bisa kenalan, gitu. Hehe..."

"Rafael." Pak Aldi berubah dingin. berbanding terbalik dengan pak Aldi yang biasanya cerewet.

"Rafael? Maksudnya Mas Rafael temen dokternya Mas Juna yang ganteng, tinggi, putih, itu?" kata Aulia antusias, sampai-sampai pak Aldi mau repot menolehkan kepalanya menghadap Aulia.

"Saya lebih tampan dari dia. Saya juga lebih tinggi satu senti dibanding dia. Kulit Saya juga putih."

"Kok Bapak jadi banding-bandingin diri Bapak sama Mas Rafael? Lagian nggak usah marah kali, Pak." Aulia menepuk pelan bahu pak Aldi beberapa kali, melupakan kalau pak Aldi adalah dosennya.

"Mas Rafael? Kamu panggil dia 'Mas'?" tanya pak Aldi tak percaya.

"Iya. Kan Mas Rafael lebih tua dari Saya. Ya kali, Saya panggil Mbak." canda Aulia.

"Tapi kamu panggil Saya Bapak. Padahal Saya lebih muda dari Rafael." protes pak Aldi.

"Kan Bapak dosen Saya. Ya beda lah, Pak."

"Berarti kalau Saya bukan dosen kamu, Saya kamu panggil Mas juga?" Aulia dibuat sedikit terkejut dengan pertanyaan pak Aldi. Dosennya satu ini seperti ingin dipanggil mas juga.

"Ya.... Iyalah, Pak! Kan nggak lucu kalau Bapak ngamen, trus Saya panggil Pak Dosen."

"Saya jadi nggak pengen jadi dosen." ujar pak Aldi pelan. Suaranya menyatu dengan suara dari radio.

"Bapak ngomong sesuatu?" Aulia dibuat penasaran oleh suara samar pak Aldi.

"Nggak! Memang saya bilang apa?"

"Tadi Bapak kaya bilang apa, gitu. atau mungkin saya yang salah denger?"

"Kamu salah dengar, mungkin. Saya nggak ngomong apa-apa," sahut pak Aldi gugup.

OoO

MADOS [TERBIT]Where stories live. Discover now