Bab 27 - Duplikat Aldi

59.5K 3.1K 61
                                    

"Di rumah sakit, pendarahan. Lo buruan sini." jelas Juna terbata. Jantung Aldi bermarathon. Degupnya kencang. Ini bukan hal baik, dan semoga saja tak ada yang perlu dikhawatirkan.

"RS mana?" Aldi membuka pintu mobilnya dan melenggang pergi.

"RS gue," jawab Juna cepat. Tanpa babibu lagi, Aldi menuju Rumah Sakit tempat Juna bekerja. Yang untungnya dekat dari lokasinya.

Aldi kembali memarkirikan mobilnya di parkiran rumah sakit. Ia langsung menuju IGD. Sudah ada ayah, ibu, mama,  Juna dan Riska. Mereka duduk cemas di kursi panjang depan ruangan IGD.

"Aulia??!" teriak Aldi. Semua disana tampak baru menyadari kedatangan Aldi.

"Di, sabar! Tunggu dokter lagi priksa Aulia," Juna menenangkan Aldi. Ia dan Riska bahkan masih memakai snelli kebesarannya.

"Kok bisa??"

"Gue juga nggak tahu. Tiba-tiba gue lihat Aulia masuk ke ruang IGD." Juna terlihat putus asa.

"Tapi Aulia bakal baik kan?" Aldi terus mendesak Juna.

Belum sempat Juna menjawab, pintu IGD terbuka. Dokter Arum, perempuan paruh baya dengan rambut disanggul itu keluar. Aldi berlari ke arah dokter Arum, meninggalkan Juna.

"Bu Aulia harus dipindahkan ke ruang operasi segera. Ketubannya sudah pecah sebelum waktunya." ujar dokter Arum.

"Lakuin apa aja dok, yang penting Aulia dan anak saya selamat." Aldi berujar mantap. Tak bisa dipungkiri, kegelisahan masih menyelubungi hatinya. Ia dan semua orang di sana berdoa supaya mendapat hasil yang baik.

Dokter Arum masuk ke ruangan. Mengiterupsi semua tenaga medis untuk memindahkan Aulia ke ruang operasi.

Aldi mendekati Aulia yang tertidur di brankar, tampak lemah. Aldi menggenggam tangan Aulia selama menuju ruang operasi. "Ya, kamu kuat! Kamu hebat! Aku sayang kamu," 

"Anak kita," ujar Aulia lemah, bahkan hampir tidak terdengar. Aulia tersenyum sebelum masuk ke ruang operasi.

OoO

Attha langsung pingsan melihat tubuh ringkih Aulia dibawa masuk ke ruangan yang akan dipakainya melahirkan. Dengan sigap, Juna membawa Attha ke ruangannya. Ditidurkan di brankar di dalamnya. Riska ikut mengantar Attha.

Tinggal ibu Aldi dan Ayah Aldi yang kini masih menenangkan Aldi.

"Kamu yang kuat supaya Aulia juga kuat di dalam. Ini semua di luar kehendak kita. Kamu berdoa supaya nggak terjadi apa-apa," Dittha menenangkan, menggenggam kuat tangan putranya.

Aldi tak menyangka. Semuanya terasa begitu cepat. Baru beberapa jam lalu Aulia memintanya membelikan martabak durian. Baru tadi pagi ia mengelus perut Aulia, baru tadi pagi ia melihat Aulia membuatkannya sarapan.

"Ibu dan Ayah urus administrasinya. Kamu tunggu di sini," Aldi masih diam begitu ibu dan ayahnya pergi. Sungguh, ia sedang kacau.

Aldi bersandar di kursi tunggu yang menempel pada tembok. Ia terus berdoa supaya Aulia dan anaknya baik-baik saja. Siapa yang bisa tenang saat istrinya sedang berjuang demi dirinya?

Suara sepatu memecah konsentrasi Aldi. Rachel datang masih dengan seragam putih abu-abunya. Sudah jam pulang sekolah. Dan dokter belum keluar juga, padahal sudah lewat beberapa jam sejak operasi dimulai.

"Kak Yaya gimana?" Rachel tak kalah cemas.

"Masih dioperasi."

"Sabar ya, Bang." Rachel menepuk pundak Aldi.

Tak lama, Juna datang bersama Riska dan Attha yang tampak membaik. Berbarengan dengan itu, Dokter Arum keluar.

"Keluarga Aulia?" tanyanya. Semua orang langsung mendekat.

"Bu Aulia melahirkan bayi laki-laki. Tapi karena lahir sebelum waktunya, dia lahir prematur dan harus diinkubasi kurang lebih satu bulan." jelasnya.

"Aulia??" Tanya Attha. Dokter Arum bergeleng, memasang wajah menyesal. Seketika itu dunia Aldi rasanya luruh.

"Ibu Aulia mengalami pendarahan. Kami sudah melakukan yang semaksimal mungkin. Keadaan beliau sedang kritis. Akan segera kami pindahkan ke ICU."

"Tapi Aulia nggak papa kan, dok?" tanya Attha lagi.

"Kita akan berusaha semaksimal mungkin, Bu. Sekarang yang dibutuhkan hanya doa." jawab Dokte Arum.

"Lakukan yang terbaik, Dok."

Dokter Arum mengangguk, "Saya permisi dulu,"

OoO

Aldi ditemani Juna dan Attha masuk ke dalam ruangan inkubasi. Ada beberapa kotak inkubator yang di dalamnya terdapat bayi-bayi mungil.

Salah seorang perawat menuntun mereka, membawa mereka ke kotak inkubator milik buah hati Aldi.

"Gantengnya cucu nenek," ujar Attha lirih. Aldi tersenyum haru.

"Keponakannya siapa dulu dong, Ma," kata Juna riang. Terlihat sedih hanya akan membuat semuanya semakin kalut.

"Kamu adzani dulu," pinta Attha pada Aldi. Aldi mengangguk dan menunduk, menyamakan tingginya dengan makhluk kecil di dalamnya.

Tak satu atau dua kali air mata Aldi menetes saat melantunkan adzan untuk anaknya. Bagaimana bisa malaikat sekecil ini harus berpisah dari rahim ibunya. Mirisnya lagi, ia belum bisa bertemu Aulia yang sedang kritis.

Tapi meski begitu, Aldi juga senang karena bisa melihat anaknya lebih cepat dari dugaannya.

"Kamu mau kasih nama siapa?" tanya Attha setelah Aldi selesai dengan adzannya.

"Seva. Sevano Narendra. Sevano, itu nama dari Aulia, Ma. Bagus, kan?" seru Aldi tanpa mengalihkan pandangannya dari Seva.

"Iya, anak Mama luar biasa!" kata Attha senang—menutupi sedih di hatinya.

OoO

Attha menjadi orang pertama yang menemui Aulia di ICU. Banyak alat medis yang tak dimengerti Attha terpasang di tubuh mungil putrinya.

Attha duduk di kursi sebelah tempat Aulia berbaring. Ia menggenggam tangan Aulia walaupun tak bisa bebas karena terhalang alat medis.

"Anak mama cepet bangun. Kamu nggak kangen sama Mama? Kemarin katanya, hari ini mau ke rumah Mama. Katanya kangen sama Mama. Kangen sama rumah."

"Yaya yang kuat. Yaya harus sembuh. Yaya harus bangun secepatnya. Mama pengen masak bareng kamu lagi. Pengen cerita bareng kamu lagi." Attha mendongakkan kepalanya, menahan air mata yang ingin tumpah.

"Kamu inget nggak, dulu pas Papa masih ada, Yaya selalu minta gendong sama Papa. Mama sampe marah karena Yaya lebih sering main sama Papa." Attha tertawa mengingat itu. Tapi air matanya jatuh. Ia terisak.

"Mama sayang Yaya."

OoO

Ini kenapa covernya kaya bungkus rokok? 😡😭

MADOS [TERBIT]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu